Jakarta (SIB)
Beredar surat somasi dari PTPN VIII kepada Ponpes Markaz Syariah pimpinan Habib Rizieq Shihab. PTPN VIII meminta Markaz Syariah untuk meninggalkan lahan yang disebut miliknya.
Dilihat, surat tersebut tertanggal 18 Desember 2020. Dituliskan, ada permasalahan penggunaan fisik tanah HGU PTPN VII, Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 30,91 hektar, oleh Pondok Pesantren Agrokultur Markaz Syariah sejak tahun 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PT Perkebunan Nusantara VIII.
"Dengan ini kami sampaikan bahwa PT Perkebunan Nusantara VIII telah membuat surat somasi kepada seluruh okupan di wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, dan Markaz Syariah milik pimpinan FPI memang benar ada di areal sah milik kami," kata Sekretaris Perusahaan PTPN VIII Naning DT, dalam keterangannya, yang disampaikan Kasubag Komunikasi Perusahaan dan PKBL PTPN VIII Venny Octariviani, Minggu (27/12).
Rela
Melihat kondisi tersebut, Habib Rizieq selaku pengurus pondok pesantren Markaz Besar Syariah Megamendung akhirnya angkat bicara.
Habib Rizieq mengakui bahwa sertifikat HGU nya memang benar atas nama PTPN, namun sudah 30 tahun digarap oleh masyarakat.
“Nah ini perlu saya luruskan, tanah ini sertifikat HGUnya, ya atas nama PTPN, salah satu BUMN, betul, itu tidak boleh kita pungkiri, tapi tanah ini, sudah 30 tahun lebih digarap oleh masyarakat,†kata Habib Rizieq sebagaimana dikutip dari Tasikmalaya.Pikiran-Rakyat.com.
Namun, akhirnya Habib Rizieq mempersilahkan menyerahkan lahan pesantrennya dengan syarat segala pembiayaan yang sudah dikeluarkan oleh masyarakat harus diganti pemerintah.
“Saya mau sampaikan kepada pemerintah khususnya, kalau memang pemerintah melihat lahan ini perlu diambil oleh negara, enggak nolak, mau diambil, silahkan, kalau memang dibutuhkan oleh negara, silahkan ambil, tapi tolong kembalikan semua uang yang sudah dikeluarkan oleh umat,†katanya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Markaz Syariah Megamendung Habib Rizieq, terancam digusur pemerintah karena bermasalah dengan izin dengan pihak PTPN VIII.
Selain itu, ada ancaman kepada pengurus pondok pesantren Megamendung wajib menindaklanjuti surat somasi tersebut dengan jangka waktu tujuh hari setelah surat diterima.
Apabila pihak pengurus pesantren tidak menanggapi, maka terancam akan dilaporkan kepada Kepolisian Jawa Barat.
Dalam hal ini, Habib Rizieq yang merupakan satu di antara pengurus pesantren terancam dipidanakan jika tidak menanggapi soal somasi PTPN VIII.
Sementara itu, Kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Ichwan Tuankotta mengklaim kliennya memiliki bukti pembelian lahan yang di atasnya berdiri Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah, Megamendung, Kabupaten Bogor. Ichwan menyebut Habib Rizieq memiliki perjanjian oper garap.
"Ya jadi karena ini memang bentuknya garapan, tanah garapan, dan kita sudah menganggap bahwa petani di sekitar situ sudah menggarap puluhan tahun, karena tadi, sudah ditelantarkan PTPN VIII. Maka, untuk membeli itu dibuatlah perjanjian oper garap, yang disaksikan pejabat setempat, baik RT, RW, maupun kepala desa, begitu," ujar Ichwan menjawab pertanyaan apakah pihak Habib Rizieq punya bukti HGU, saat dihubungi, Minggu (27/12).
Ichwan menuding PTPN VIII menelantarkan lahan tempat Markaz Syariah berdiri lebih dari 25 tahun. Menurutnya, ada konsekuensi yang harus diterima jika menelantarkan lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU).
"Karena tanah itu ditelantarkan, konsekuensinya di dalam UU Agraria tahun 60, itu ada kaitan tentang penelantaran, ya. Di sini disebutkan, di Pasal 34 yang saya baca, kalau HGU itu ditelantarkan, otomatis menjadi hapus haknya, begitu," ucapnya.
Lalu, bukti apa aja yang akan diberikan kuasa hukum HRS kepada PTPN VIII?
"Jadi begini, kalau bukti-bukti, kita ada bukti-bukti berkaitan keterangan saksi, saksi yang kita beli dari pembeli. Itu dia menyampaikan bahwa memang tanah itu sudah ditelantarkan," sebut Ichwan.
"Bukti lainnya bahwa kita juga membeli itu disaksikan oleh pejabat setempat, baik RT, RW, maupun kepala desa yang dituangkan dalam bentuk perjanjian, gitu lho, perjanjian oper alih garap," imbuhnya.
Salah
Sebelumnya, tim advokasi Markaz Syariah menjawab somasi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dengan mengatakan mereka membeli lahan Markaz Syariah dari para petani. Kementerian ATR/BPN merespons tim hukum Markaz Syariah.
"Tim hukum MRS (Muhammad Rizieq Shihab) mengatakan telah membeli tanah itu pada petani, dan jika itu yang disebut legal standing-nya, maka itulah yang salah," kata juru bicara BPN, Teuku Taufiqulhadi, saat dimintai konfirmasi, Minggu (27/12).
Taufiqulhadi yakin petani yang menjual tanah yang kini berdiri Markaz Syariah tidak punya sertifikat tanah. Dia menegaskan petani tidak memiliki hak menjual tanah yang bukan miliknya.
"Petani ini tidak memiliki hak menjual tanah yang bukan miliknya. Petani itu pasti tidak memiliki sertifikat tanah yang menunjukkan hak miliknya," sebut Taufiqulhadi.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menegaskan penguasaan lahan negara yang dikelola BUMN PT Perkebunan Nasional (PTPN) oleh masyarakat harus berdasarkan keputusan Menteri BUMN.
"Pelepasan tanah itu tidak bisa serta-merta dan sepihak. Penguasaan tanah oleh masyarakat harus ada pelepasan dulu dari menteri BUMN," kata Taufiqulhadi.
"Di dalam konteks tanah di Megamendung, PTPN mengatakan sampai sekarang tanah itu di bawah kendali dia, tidak ada yang terlantar cuma masyarakat yang menyerobot," jelasnya.
"Kemudian masyarakat itu menjualnya kepada pihak Habib Rizieq, nah seharusnya tidak boleh dibeli. Karena kenapa? karena penjualnya tidak ada state legal apapun. Seperti itu," tambahnya.
Lebih lanjut Taufiq mengungkapkan, jika benar tanah yang dikelola PTPN terlantar dan masyarakat setempat sudah menguasai lahan tersebut lebih dari puluhan tahun, maka Menteri BUMN akan membuktikan dengan penyelidikan. (detikcom/detikfinance/Potensibisnis/f)
Sumber
: Hariansib edisi cetak