Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 07 Desember 2025

Kasus Bertambah, Kepatuhan Warga Terapkan Prokes Mulai Kendor

Redaksi - Minggu, 23 Mei 2021 09:54 WIB
449 view
Kasus Bertambah, Kepatuhan Warga Terapkan Prokes Mulai Kendor
(ANTARA/Prasetia Fauzani)
Ilustrasi - Pengendara sepeda motor tanpa menggunakan masker melintas di dekat spanduk sosialisasi penerapan protokol kesehatan di Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (25/12/2020). 
Jakarta (SIB)
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Sonny Harry B Harmad mengakui, tingkat kepatuhan warga menerapkan protokol kesehatan (prokes) cenderung mengalami penurunan, beberapa waktu ke belakang. Padahal, berdasarkan catatan yang dimilikinya, kepatuhan sempat meningkat pada September hingga pertengahan November Tahun 2020.

"Masyarakat (kepatuhannya) mulai kendor. Jadi dari pertama tuh gini, kita dari September, Oktober, sampai pertengahan November bagus tuh kepatuhannya, naik terus. Pertengahan November itu turun drastis," ujar Sonny dalam diskusi virtual Polemik Trijaya bertajuk Varian Baru Covid-19," Sabtu (22/5).

Penurunan itu, kata dia, berlanjut sampai dengan minggu ketiga bulan Januari 2020. Di rentang waktu itu, bahkan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan menyentuh angka di bawah 50%.

"Sampai Minggu ketiga Januari itu ya turun terus. Bahkan kepatuhan memakai masker sempat di angka 30-40 persen, rendah banget. Makanya dampaknya kita mengalami lonjakan kasus, ksus aktif kita tertinggi di awal Februari. Itu sebagai dampak ketidakpatuhan ditambah libur panjang dan mobilitas yang tinggi," paparnya.

Lebih lanjut dipaparkan, pada minggu ketiga Januari dan dibarengi dengan PPKM Mikro kepatuhan warga atas protokol kesehatan 3M kembali naik. Hal itu berlangsung sampai minggu kedua April.

"Makanya kasus aktif turun, tambahan kasus juga harian turun," jelasnya.
Sayangnya, setelah itu kembali terjadi penurunan kepatuhan. Menurut dia, penurunan kepatuhan berbanding lurus dengan ramainya mobilitas penduduk.

"Kami selalu melihat bahwa peningkatan mobilitas penduduk diikuti oleh penurunan kepatuhan prokes. Nah ini lah yang mengkhawatirkan karena mobilitas tinggi dan kepatuhan turun berpotensi menularkan Covid-19," tutupnya.

Bertambah
Kasus positif Covid-19 di Indonesia mengalami penambahan sebanyak 5.296 dari data Jumat (21/5) yang menunjukkan masih 1.764.644 orang. Total kumulatif kasus yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu mencapai 1.769.940 orang.

5.296 Kasus positif Covid-19 ditemukan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 81.916 spesimen dari 41.765 orang. Penambahan 5.296 kasus positif Covid-19 disumbang 31 dari 34 provinsi di Indonesia.

Namun, lima provinsi mengontribusi kasus positif Covid-19 tertinggi yakni Jawa Barat 997, DKI Jakarta 932, Riau 639, Jawa Tengah 486 dan Sumatera Barat 301.

Dari total 1.769.940 kasus positif Covid-19, 49.205 di antaranya meninggal dunia. Data ini menunjukkan, ada 132 kasus kematian Covid-19 dari data kemarin tercatat masih 49.073 orang.

Pasien sembuh dari Covid-19 juga meningkat. Data kemarin masih 1.626.142, kini naik menjadi 1.629.495 orang. Ada penambahan 3.353 pasien sembuh dari Covid-19.

Data ini dilaporkan Kementerian Kesehatan melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Data dihimpun dalam 24 jam terakhir hingga hari ini, Sabtu (22/5), pukul 12.00 WIB.

Kementerian Kesehatan juga mencatat, kasus aktif Covid-19 di Indonesia mencapai 91.240 orang. Jumlahnya meningkat dari data kemarin hanya 89.429 orang.

Kasus suspek Covid-19 juga meningkat. Data kemarin masih 77.431, kini naik menjadi 77.996 orang.

Tidak Mungkin Dihentikan
Terpisah, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Mariya Mubarika mengatakan mutasi virus yang akhirnya membentuk varian baru bukanlah hal asing. Dia mengatakan mutasi adalah hal alamiah yang tidak mungkin dihentikan.

“Mutasi ini adalah hal yang alami. Jadi mutasi akan terus ada. Jadi ini bukan sesuatu hal yang harus berhenti. Mutasi dihentikan, itu hal yang tidak mungkin,” katanya dalam acara Polemik Trijaya dengan topik Varian Baru Covid-19, Sabtu (22/5).

Dia menyebutkan bahwa dari laporan yang diterimanya enam bulan setelah covid sudah banyak varian baru dari virus covid-19.

“Enam bulan setelah pandemi itu mutasi dari varian yang berbeda saja sudah sampai 240 jenis. Jadi jumlahnya sudah banyak,” ungkapnya.

Mariya mengungkapkan bahw IDI cukup prihatin bahwa varian baru menjadi polemik di amsyarakat. Namun dia menyadari bahwa ini merupakan hal baru sehingga tidak semua orang memahami apa yang terjadi.

“Kami sendiri dari PB IDI terhadap polemik masyarakat yang membicarakan masalah mutasi sesungguhnya prihatin ya. Memang ini new emerging deseases, hal yang baru. Jadi masyakat belum sepenuhnya memahami apa sih yang terjadi," ujarnya.

"Sehingga apa-apa yang dilakukan bukan sesuatu yang kongkrit, yang bermanfaat buat dirinya. Tapi hal-hal yang malah menimbulkan masalah-masalah baru. Kontrapoduktif,” pungkasnya. (Okz/Merdeka.com/f)
Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru