Jakarta (SIB)
Ketum Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan ada dua kali intervensi terkait calon wakil gubernur (cawagub) pendamping Gubernur Papua Lukas Enembe.
AHY menyebut pihak yang mengintervensi itu merupakan elemen negara.
"Pada tahun 2017 Partai Demokrat pernah memberikan pembelaan kepada Bapak Lukas Enembe ketika ada intervensi dari elemen negara untuk memaksakan salah seorang bakal cawagub sebagai wakilnya Pak Lukas dalam pilkada tahun 2018 yang lalu," kata AHY saat jumpa pers di Kantor DPP Demokrat, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Kamis (29/9).
Partai Demokrat, kata AHY, tak terima dengan intervensi dalam penentuan cawagub pendamping Lukas Enembe. Pada Pilkada Papua 2018 lalu, AHY menyebut Lukas Enembe diancam untuk dikasuskan.
"Soal penentuan cagub dan cawagub Papupa dalam Pilkada Papua tentu sepenuhnya merupakan kewenangan Partai Demokrat, apalagi waktu itu Partai Demokrat bisa mengusung sendiri calon-calonnya. Ketika itu Pak Lukas diancam untuk dikasuskan secara hukum apabila permintaan pihak elemen negara tersebut tidak dipenuhi," ujar AHY.
"Alhamdulillah atas kerja keras Partai Demokrat, intervensi yang tidak semestinya itu tidak terjadi," imbuhnya.
Intervensi kedua, kata AHY, terjadi pada 2021 saat Wagub Papua Klemen Tinal meninggal. Menurut AHY, ada pemaksaan cawagub oleh pihak yang tidak berwenang.
"Kemudian pada tahun 2021 ketika Wagub Papua Bapak Klemen Tinal meninggal dunia, upaya untuk memaksakan cawagub yang dikehendaki oleh pihak yang tidak berwenang hidup kembali. Saat itu pun Partai Demokrat kembali melakukan pembelaan secara politik terhadap Pak Lukas," kata AHY.
"Kami berpandangan intervensi dan pemaksaan semacam ini tidak baik untuk kehidupan demokrasi kita," imbuhnya.
Politikus Partai Demokrat Andi Arief sebelumnya mengklaim ada utusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menemui Demokrat untuk meminta agar jabatan wagub Papua itu diisi 'orangnya Jokowi'.
Cerita yang diungkap Andi Arief dibantah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Pertama, tidak benar bahwa ada utusan Presiden Jokowi yang pernah datang ke Partai Demokrat untuk merundingkan jabatan Wakil Gubernur Provinsi Papua," kata Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (24/9).
Ketidaklogisan yang dimaksud Kastorius adalah jarak antara meninggalnya Klemen Tinal dengan penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka terpisah satu tahun.
Klemen Tinal meninggal pada Mei 2021, sedangkan Lukas Enembe menjadi tersangka pada 5 September 2022.
Menurut Kastorius, Andi Arief cenderung insinuatif atau menyindir, memberi tuduhan secara tidak langsung.
Padahal tidak ada hubungan kausalitas (sebab-akibat) antara cerita bahwa utusan Jokowi datang ke Demokrat dengan dijadikannya Lukas Enembe sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK.
"Andi Arief merangkai pernyataannya secara insinuatif dengan mengatakan ada hubungan peristiwa tersebut dengan langkah KPK dalam menetapkan Gubernur Lukas Enembe sebagai tersangka," terang Kastorius, yang dulu juga sempat menjabat ketua di DPP Partai Demokrat.
"Artinya, seolah-olah penetapan tersangka LE merupakan rekayasa politik yang berhubungan dengan persoalan pengisian jabatan Wakil Gubernur Provinsi Papua," sambung Kastorius.[br]
Terlalu Naif
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menilai pernyataan AHY tersebut terlalu naif.
"Terlalu naif menurut saya. Kita bicara fakta dan kebenaran riil saja. Buktikan saja claim tersebut. Beres," kata Junimart Girsang kepada wartawan.
Junimart meminta Lukas Enembe taat hukum terkait kasus di KPK. Dia menilai pernyataan AHY terkait intervensi elemen negara hanya bersifat politis.
"Statement tersebut lebih bersifat politis, ya monggo dibuktikan. Pertanyaan saya kenapa baru sekarang muncul statement issue tersebut, tidak sewaktu adanya 'intervensi' seperti yang mereka klaim. Tidak perlulah isu politik dibenturkan dengan kerja-kerja penegakan hukum," ucapnya.
Lebih lanjut, Junimart menilai sebelum KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka, pasti sudah menemukan dua alat bukti dalam proses penyeilidikan dan penyidikan.
Ia pun meminta Lukas Enembe taat terhadap proses hukum.
"(Lukas Enembe) Taat kepada proses hukum saja. Tinggal dibuktikan dan diuji di persidangan dan bagaimana hasil akhirnya," ujarnya. (detikcom/a)