Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 12 November 2025

Reaktualisasi Makna Sumpah Pemuda pada Disrupsi di Tengah Arus Era Society 5.0

Redaksi - Jumat, 28 Oktober 2022 09:10 WIB
494 view
Reaktualisasi Makna Sumpah Pemuda pada Disrupsi di Tengah Arus Era Society 5.0
Kolase/harianSIB.com
Prof Dr Marihot Manullang MA dan Pdt Krisman Saragih STh
Medan (SIB)
Nilai-nilai Sumpah Pemuda yang dicetuskan 28 Oktober 1928 tetap relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tetapi, dalam menghadapi perkembangan zaman, nilai tersebut harus direaktualisasi agar tetap membumi. Khususnya di masa disrupsi informasi di tengah arus Era Society 5.0 yang sedang berlangsung.

Demikian simpulan pendapat Prof Dr Marihot Manullang MA dan Pdt Krisman Saragih STh di Medan, Kamis (27/10).

Marihot Manullang mengatakan, terjadi revolusi informasi di kehidupan global termasuk Indonesia.

Belum ‘selesai’ mengisi kualitas kehidupan di masa yang dinamakan Revolusi Industri 4.0 kemudian bergeser lagi ke Era Society 5.0. yang di dalamnya banyak sekali informasi yang kadang berseberangan dengan pola dan dasar kehidupan berbangsa.

“Era Society 5.0 kan memosisikan kehidupan berpusat pada kualitas SDM manusia yang berbasis teknologi. Di bagian ini ‘disisipilah’ hal-hal yang berseberangan dengan idelogi dan nasionalisme keindonesiaan,” ujar Ketua Dewan Pakar Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila (PP) Sumut tersebut.

Untuk menangkal adanya “sisipan” itu maka diperlukan reaktualisasi yang ditanamkan sejak dini.

Sejak individu Indonesia memulai pendidikan formal. “Jika di PP sudah harga mati: ‘100 persen Indonesia, 100 persen Pancasila’ tapi tetap saja ada pihak yang menggoyang.

Itu yang harus diwaspadai,” tambah guru besar ilmu eksak di sejumlah universitas terkemuka di Sumut dan Riau tersebut.

“Tetapi Sumpah Pemuda yang sudah berusia 94 tahun telah terbukti sakti. Karenanya, tema di 2022 ‘Bersatu Bangun Bangsa’ sangat tepat dan perlu penekanan reaktualisasi,” tambahnya.

Marihot Manullang memastikan, ‘Bersatu’ adalah reaktualisasi makna substansi Sumpah Pemuda sebagai menjawab politik kolonial yaitu devide et impera.

Saat ini, menurutnya, politik seperti itu masih ada tapi dalam jubah beda di mana di Era Society 5.0 dimasukkan yang kontra keindonesiaan.

“Baik secara soft maupun terang-terangan, seperti upaya menyosialisasikan ideologi di luar Pancasila,” tegasnya.

Ia memastikan, bila pondasi keindonesiaan berbasis Pancasila tak kuat, seorang individu bisa tanpa sadar dicekoki ideologi lain sebab kehidupan saat ini sudah tidak ada batas jelas kewilayahan. “Itu karena kemajuan zaman didasar teknologi,” tegasnya.

Penegasan serupa diutarakan Pdt Krisman Saragih. Senioren GAMKI itu memastikan, tema “Bersatu Membangun Bangsa” sebagai mengonter fenomena terbelahnya stigma masyarakat menghadapi fenomena yang mengandaskan rasa kemanusiaan.

“Itu dari sisi kehidupan sosial bernegara. Mencegahnya tentu dengan pengamalan moral religi,” tegas Gembala di Gereja Pentakosta Sumatera Utara /P tersebut.[br]




Wakil Ketua BKAG Medan itu menegaskan, kekuatan moral religi harus diselaraskan dengan kekuatan moral bernegara, Pancasila.

Menurutnya, ada sejumlah fenoma dan kasus di mana pemahaman nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, mulai terkikis.

“Itu sebabnya reaktualisasi makna Sumpah Pemuda yang dielaborasikan dengan nilai-nilai religi keindonesiaan,” tegasnya.

Kaitan dengan Sumpah Pemuda, lanjutnya, di era kini dan masa depan, kelompok pemuda dan milenial menjadi pimpinan bangsa.

“Suntikan penting yang tiap tahun diperingati melalui Sumpah Pemuda adalah keberanian, kepeloporan dan kesungguhan untuk hidup berbangsa berdasar Pancasila. Ayo suarakan dan bertindak, tolak apapun setiap hal di luar keindonesiaan,” tambahnya.

Ia menunjuk kehidupan bangsa yang dewasa ini disandingkan dengan religi-budaya asing.

“Jika sudah kokoh mereaktualisasi nilai-nilai Sumpah Pemuda maka nilai-nilai yang tersurat dan tersirat dalam sila-sila Pancasila sebagai dasar negara, ideologi nasional, falsafah bangsa, pandangan hidup bangsa, akar budaya bangsa dalam kehidupan berbangsa, berbudaya, pasti secara otomatis menolak hal-hal di luar keindonesiaan,” tutupnya. (R10/d)




Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru