Jakarta (SIB)
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan prioritas pemerintah di bidang kesehatan bergeser dari penanganan pandemi ke peningkatan kualitas layanan kesehatan masyarakat.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan memberikan alokasi anggaran yang cukup untuk revitalisasi fasilitas kesehatan hingga program yang bersifat promotif preventif.
"Fokusnya adalah pelayanan primer nomor satu. Jadi kita akan melakukan alokasi anggaran yang cukup untuk revitalisasi puskesmas, posyandu, kemudian program-program yang sifatnya promotif preventif. Itu adalah salah satu prioritas kita, menjaga agar masyarakat kita tetap sehat, bukan mengobati orang sakit," ujar Budi dalam keterangan tertulis dari Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Kamis (1/12).
Budi menjelaskan prioritas kedua, yaitu restrukturisasi rumah sakit di seluruh Indonesia.
Tujuannya sama, yakni meningkatkan layanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya bagi penyakit-penyakit yang menyebabkan kematian dan biaya paling tinggi, seperti jantung, stroke, dan kanker.
"Nanti kita akan bekerja sama dengan pemerintah daerah, Polri, dan TNI supaya anggarannya pun disinergikan melalui mereka," imbuh Budi.
Selanjutnya, fokus ketiga adalah membangun industri kesehatan. Untuk itu, Kementerian Kesehatan akan bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian.
Kemudian fokus yang keempat, pemerintah akan mengembangkan kecukupan sumber daya manusia kesehatan.
Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan akan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Kementerian Agama untuk memastikan kecukupan dokter-dokter spesialis.
"Itu akan mendapatkan alokasi anggaran, baik langsung lewat kementerian, maupun-terima kasih ke Bu Ani-lewat LPDP juga untuk pemberian beasiswa bagi tenaga kesehatan ini," lanjutnya.
Fokus kelima, lanjut Budi, adalah memperbaiki sistem pembiayaan kesehatan.
Menurutnya, setelah dua tahun dilanda Covid-19 dan kini mulai pulih, masyarakat mulai memeriksakan penyakit lainnya.
"Itu sekarang yang sedang kita tata untuk memastikan pembiayaan kesehatan itu tetap bisa melayani masalah kesehatan masyarakat dengan sustainable," ungkap Budi.
"Kemudian yang terakhir, kita juga sudah mulai untuk melakukan prioritas ke program-program kesehatan masa depan berbasis bioteknologi, information technology, artificial intelligence, semua teknologi kesehatan baru kita mulai masuk. Itu dari program prioritasnya," sambungnya.
Sedang Naik
Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kasus Covid-19 saat ini sedang mengalami kenaikan. Meski demikian, menurut dia, kenaikan ini sudah mencapai puncaknya.
"Kasus Covid-19 itu sedang naik, tetapi pengamatan kita sudah sampai di puncak. Kenapa kita bilang begitu, ada dua hal yang kita ukur secara saintifik. Pertama kenaikan (dilihat) dari positivity rate," ujar Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/12).
Dia mengatakan, begitu kasus naik, positivity rate Covid-19 ikut naik. Budi memberikan contoh, kenaikan positivity rate yang terjadi dalam hitungan bulan.
"Jadi (misalnya) 10 (persen) lalu 20 (persen) kan naik. Kemudian sebulan lagi naik jadi 30 (persen). Naiknya tetap 10 (persen sebulan). Nanti naik ke 35. Begitu demikian, turun dari 35 persen ke 30 persen," kata dia.
Dalam kondisi itu, kata Budi, penularan kasus Covid-19 tetap terjadi. Namun, puncak kenaikan kasus sudah terlewati. "Begitu turun dari 35 ke 30 itu tanda peak-nya tercapai yang kita lihat laju dari positivity rate," kata dia.
Budi lantas menjelaskan mengapa positivity rate menjadi tolok ukur. Sebab, menurut dia, pemeriksaan Covid-19 saat ini masih terhitung di bawah rata-rata. "Kita under testing, enggak semua orang tes atau kalau mereka tes mereka enggak lapor, tetapi positivity rate kalau tes sedikit kelihatan tinggi, makanya kita lihat dari angka itu," kata dia.
"Nah sekarang positivity rate kita turun di seluruh Indonesia dan provinsi besar seharusnya seminggu dua minggu turun. Secara saintifik ini turun karena portofolio dari varian baru," kata Budi.
Kemudian, perhitungan yang kedua, dilihat dari profil penularan varian baru yang saat ini terjadi. Budi menyampaikan, sub varian Omicron XBB saat ini penyebarannya sudah 80 persen dari keseluruhan varian yang ada.
Oleh karena itu, penularan subvarian ini sudah menggantikan posisi varian B.A.4 dan B.A.5.
Budi kemudian membandingkan dengan profil penularan dua varian sebelumnya, yakni varian Delta dan varian Omicron.
Pada saat periode penularan varian Delta, puncaknya terjadi ketika varian tersebut sudah menguasai 90 persen populasi keseluruhan varian yang ada. "Setelah itu lalu (penularan) menurun," ujar Budi.
Lalu, saat periode penularan Omicron, puncak penularan terjadi saat varian tersebut juga telah menguasai lebih dari 90 populasi keseluruhan varian yang ada.
"XBB yang saat ini ada di 80 persen dari populasi varian yang ada. Itu ciri-cirinya, karena dia sudah jenuh," kata Budi.
"Itu adalah ciri-ciri mereka jenuh nanti akan turun. Itu sebabnya kita beda peramal naik turun lain berdasarkan data positivity secara empiris kita lihat ke belakang dan data varian genomic secara satu minggu dan dua minggu akan turun," ucap dia. (Detikcom/Kompas/a)