Minggu, 13 Oktober 2024

Ketua MPR RI Dorong Penerapan Kepemimpinan Digital

Redaksi - Jumat, 01 Desember 2023 10:46 WIB
356 view
Ketua MPR RI Dorong Penerapan Kepemimpinan Digital
(Foto: Dok/MPR RI)
BERI ORASI ILMIAH: Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) memberikan orasi ilmiah Sidang Senat Terbuka Pimpinan Universitas Ibnu Chaldun dalam rangka Wisuda Program Sarjana dan Magister Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Tahun Akademik 2022/2023, di
Jakarta (SIB)
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengajak para calon presiden dan calon wakil presiden untuk merealisasikan kepemimpinan digital dalam pemerintahan. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi.
Menurutnya, para capres dan cawapres harus terlebih dahulu merumuskan strategi digital secara komprehensif. Adapun rumusan tersebut tujuan, prioritas, dan inisiatif untuk memanfaatkan teknologi informasi, guna memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Hal itu diungkapkan olehnya saat memberikan orasi ilmiah Sidang Senat Terbuka Pimpinan Universitas Ibnu Chaldun dalam rangka Wisuda Program Sarjana dan Magister Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Tahun Akademik 2022/2023, di Jakarta. Turut hadir Koordinator Kopertis Wilayah I Prof. Asep Saepudin Jahar, Ketua Tim Kerja Bidang Hukum Kepegawaian dan Tatalaksana LL DIKTI Taufan S. Pranggono, Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Ibnu Chaldun Edy Haryanto, dan Rektor Universitas Ibnu Chaldun Rahmah Marsinah.
"Salah satu manifestasi penting dalam kepemimpinan digital adalah penerapan sistem e-Government yang mampu menyederhanakan proses administrasi, mengurangi hambatan-hambatan birokratis, dan menghilangkan alur kerja berbasis kertas untuk beralih ke kerja nirkertas," kata Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (30/11).
Hal ini dapat menghasilkan penghematan biaya dan peningkatan efisien. Indonesia jangan kalah dengan negara Barbados yang akan membuka kantor kedutaan besar di jagat metaverse di Decentraland. Menjadikan Barbados sebagai negara pertama yang memiliki 'lahan' di dunia digital.
"Begitupun dengan Pemerintah Metropolitan Seoul atau Seoul Metropolitan Government (SMG) yang juga sedang membangun ekosistem metaverse untuk seluruh layanan administrasi di bidang ekonomi, kebudayaan, pariwisata, pendidikan, dan semua keluhan warga. Gedung balai kota virtual SMG tersebut akan menjadi tempat warga untuk saling bertemu dengan avatar pejabat publik untuk menyampaikan keluhan," ujar Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan untuk merealisasikan kepemimpinan digital, Indonesia membutuhkan banyak sumber daya manusia yang unggul, inovatif, dan kompetitif. Untuk mewujudkan maka kualitas pendidikan, khususnya pendidikan tinggi menjadi faktor yang sangat signifikan dan determinan.
Ironisnya, data statistik BPS per Maret 2023 mencatat jumlah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang berhasil menamatkan perguruan tinggi hanya mencapai 10,15 persen. Dengan status sebagai negara 'berpendapatan menengah atas' atau 'upper middle-income country', angka 10,15 persen tersebut terlalu sedikit.
"Masalah lainnya terkait masih tingginya angka disparitas masyarakat dalam mengakses pendidikan tinggi. Sebagai gambaran, pada kelompok masyarakat dengan tingkat pengeluaran terendah, akses terhadap pendidikan tinggi hanya mencapai 17,54 persen. Sedangkan pada kelompok masyarakat dengan tingkat pengeluaran tertinggi, akses terhadap pendidikan tinggi mencapai 52,65 persen," jelasnya.
Bamsoet menerangkan Indonesia masih menghadapi keterbatasan kuota pendidikan tinggi yang tidak sebanding dengan jumlah lulusan SMA yang setiap tahun diperkirakan mencapai sekitar 3,7 juta pelajar.
Dari angka itu, lanjut Bamsoet, hanya sekitar 1,8 juta yang bisa melanjutkan kuliah. Permasalahan lainnya yakni masih rendahnya tingkat kelulusan dari perguruan tinggi yang hanya mencapai sekitar 19 persen. Realita ini menjadikan peringkat kualitas pendidikan di Indonesia belum beranjak dari posisi ke 67 dunia.
"Tantangan lainnya yakni belum linear-nya antara pendidikan di perguruan tinggi dengan kebutuhan atau tuntutan dunia usaha. Menteri Pendidikan pernah menyampaikan bahwa sekitar 80 persen lulusan perguruan tinggi Indonesia bekerja tidak sesuai dengan jurusan ketika kuliah. Di sisi lain, sebuah riset juga mengungkapkan sekitar 87 persen mahasiswa Indonesia mengaku salah mengambil jurusan," terangnya.
Dia menambahkan seiring berjalannya waktu, problematika yang akan dihadapi oleh dunia pendidikan tinggi akan semakin kompleks dan dinamis. Oleh karena itu perlu menyamakan persepsi, bahwa gagasan untuk mendorong akselerasi lulusan universitas menjadi SDM yang unggul, inovatif dan kompetitif, tidak akan pernah terealisasi tanpa adanya upaya bersama dan bersungguh-sungguh, dari segenap pemangku kepentingan.
"Kesuksesan masa depan pendidikan tinggi di Tanah Air, tidak akan pernah menjadi sebuah 'kebetulan' semata. Ia harus diwujudkan dengan kerja keras, ketekunan, pembelajaran, dan perjuangan," pungkasnya. (**)



Baca Juga:
SHARE:
komentar
beritaTerbaru