Rabu, 16 Oktober 2024

MA Terbitkan SEMA Atur Hakim Adili Sengketa Perjanjian Berbahasa Asing

Redaksi - Sabtu, 30 Desember 2023 10:20 WIB
343 view
MA Terbitkan SEMA Atur Hakim Adili Sengketa Perjanjian Berbahasa Asing
(Getty Images/iStockphoto/Leandro Santiago)
Ilustrasi 
Jakarta (SIB)
Mahkamah Agung (MA) menyatakan lembaga swasta yang mengadakan perjanjian dengan bahasa asing tidak otomatis batal sepanjang bisa dibuktikan tidak ada iktikad buruk dalam perjanjian itu.
Hal itu terkait UU RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Sikap MA itu dituangkan dalam Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 3 Tahun 2023. Berikut ini rumusan kaidah tersebut yang dikutip, Jumat (29/12):
Lembaga swasta Indonesia dan/atau perseorangan Indonesia, yang mengadakan perjanjian dengan pihak asing dalam bahasa asing yang tidak disertai dengan terjemahan bahasa Indonesia, tidak dapat dijadikan alasan pembatalan perjanjian, kecuali dapat dibuktikan bahwa ketiadaan terjemahan Bahasa Indonesia karena adanya iktikad tidak baik oleh salah satu pihak.
Untuk diketahui, penggunaan kewajiban Bahasa Indonesia itu tertuang dalam Pasal 31 ayat (1) UU Nomor Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa), yaitu:
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.
Aturan ini dalam praktiknya menuai pro dan kontra. Salah satunya kasus perusahaan Indonesia yang mengadakan perjanjian dengan perusahaan Amerika Serikat dengan bahasa Inggris. Kedua perusahaan terlibat sengketa hingga bermuara ke pengadilan.
Akhirnya, MA membatalkan perjanjian antara perusahaan asing dan perusahaan Indonesia karena perjanjian di antara keduanya dibuat menggunakan bahasa Inggris. MA Indonesia berdalih perjanjian itu tidak sah karena bertentangan dengan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Peraturan itu membuat investor asing gelisah, salah satunya disampaikan pihak Jepang pada 2017. Saat itu dilakukan sejumlah kunjungan dari pihak Kemenkumham-Akademisi ke Jepang.
Tim delegasi Indonesia mendatangi kantor pengacara terkemuka di Jepang, Oh-Ebashi LPC & Partners. Oh-Ebashi LPC & Partners merupakan kantor hukum yang menangani berbagai perkara bisnis di Jepang dan dunia. Delegasi ditemui advokat senior Kobayashi Kazuhiro dan bertukar diskusi banyak hal tentang hukum di Indonesia. Kobayashi Kazuhiro mengutarakan kegelisahan pengusaha Jepang akan Pasal 31 ayat (1) UU Nomor Tahun 2009.
Atas hal itu, perwakilan delegasi dari Indonesia, Dr Bayu Dwi Anggono, memahami kegelisahan investor tersebut.
"Di tengah persaingan perekonomian global yang semakin kompetitif antarnegara, ditemukan fakta ternyata tidak hanya aturan regulasi saja yang menjadi faktor dominan dalam menarik minat masuknya investasi dari negara lain, tapi juga bagaimana kualitas putusan pengadilan di tiap negara juga sangat mempengaruhi minat pelaku usaha luar negeri untuk menanamkan investasinya di Indonesia," kata Bayu di sela-sela pertemuan. (**)



Baca Juga:
SHARE:
komentar
beritaTerbaru