Minggu, 13 Oktober 2024

Wasekjen PBNU: Pilih Capres Garis Kanan “Korslet”

* TKN: Hentikan Kampanye Klaim sebagai Pihak Paling NU
Redaksi - Sabtu, 27 Januari 2024 08:55 WIB
321 view
Wasekjen PBNU: Pilih Capres Garis Kanan “Korslet”
Kolase/harianSIB.com
Jazilul Fawaid  &  Sulaeman Tanjung
Badung (SIB)
Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid bicara soal pilihan pemimpin bagi warga Nahdlatul Ulama (NU). Dia mengatakan warga NU yang tak memilih pemimpin dari NU berarti "korslet".
PKB diketahui mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin (AMIN), dalam Pemilu 2024.
"Kita pastikan visi misi AMIN adalah untuk kemakmuran Indonesia. Kalau ada warga NU tidak memilih pemimpin dari NU menurut saya, "korslet"," kata Gus Jazil saat pidato di acara silaturahmi dan konsolidasi di Sunset 100 Hotel, Badung, Bali, Jumat (26/1).
Dia mengatakan, Anies-Muhaimin merupakan calon pemimpin yang memiliki niat baik. Dia meyakini pasangan AMIN dapat menjadi simbol persatuan.
"Kita punya pemimpin yang jelas ilmunya, agamanya, memiliki niat yang baik. Itu pasangan nomor 1. Saya yakin Gus Imin kita jadikan beliau sebagai simbol pemersatu," ujarnya.
Dia mengatakan, Anies-Cak Imin akan mengantarkan Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur. Dia juga mengatakan AMIN bakal menghadirkan keadilan untuk kawasan selatan dan utara Bali.
"Setahu saya pemimpin Indonesia yang memiliki simbol persatuan adalah Gus Imin. Termasuk di Bali ingin ada keadilan untuk Bali Selatan dan Utara. Saya yakin Gus Imin mengantarkan Indonesia menuju negara adil makmur," ucapnya.



Garis Kanan
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU Sulaeman Tanjung merespons pernyataan Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid yang menyebut warga NU yang tak memilih pasangan AMIN "korslet". Sulaeman membalas pihak AMIN dengan menyebut warga NU "korslet" apabila memilih kelompok 'kanan garis keras'.
"Warga NU itu sudah cerdas. Tidak akan pilih calon yang dekat dengan kelompok garis kanan, garis keras. Warga NU yang bermesraan dengan garis kanan itu yang "korslet". Jangan dibalik-balik," kata Suleman Tanjung dalam keterangan tertulis, Jumat (26/1).
Soal apa itu 'kanan garis keras', Sulaeman tidak menjelaskan lebih lanjut. Hanya, berdasarkan catatan mengenai spektrum ideologi politik di Barat, kelompok politik sayap kanan identik dengan kapitalisme konservatif yang menentang intervensi negara ke ekonomi pasar (prinsip 'laissez-faire'), pro-liberalisasi pasar. Ideologi politik sayap kanan termasuk juga kelompok ultra-nasionalisme, chauvinisme, fasisme, Nazisme di Jerman, Hindutva di India, hingga apartheid.
Sayap kiri (di spektrum politik Barat) identik dengan ideologi progresif penentang konservatisme, anti-kapitalisme, anti-oligarki, anti-borjuisme, lebih dekat ke sosialisme dan komunisme, cenderung terafiliasi dengan kelompok buruh dan kelas bawah, dan pada bentuk ekstrem (kiri jauh/far left) bisa berwujud ideologi anarkisme (non-statism) atau Marxisme-Leninisme ala Uni Soviet (statism).
Bagaimana dengan di Indonesia? Sayap kiri dalam wujud sosialisme, apalagi komunisme, cenderung sudah tidak menonjol lagi selepas 1965. Namun tak dimungkiri di era perbincangan politik kekinian, istilah politik 'kanan' dan 'kiri' sering kali tidak diikuti penjelasan memadai, seolah-olah semua sudah jelas dengan sendirinya.
Kembali ke penjelasan Wasekjen PBNU Sulaeman Tanjung, dari bursa cawapres ketiganya juga warga NU kultural. Sulaeman menganggap tidak ada satu pun kandidat cawapres yang merupakan NU struktural.
Sulaeman mengatakan, Cak Imin sampai saat ini tidak pernah tercatat sebagai pengurus NU. Begitu pula, kata dia, cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming dan nomor urut 3 Mahfud Md tidak pernah menjabat pengurus NU.
"Coba kita lihat, itu Muhaimin apa pengurus NU, Pak Mahfud juga apa pengurus NU. Jadi posisinya sama dengan Mas Gibran. Sama-sama anak NU, lahir dan besar dari orang tua NU," kata Sulaeman.
Sulaeman kemudian menyinggung posisi ayahanda Gibran, Presiden Jokowi, yang saat ini malah tercatat sebagai ketua dewan pengampu Gerakan Keluarga Maslahat NU (GKMNU). Adapun GKMNU merupakan sebuah gerakan yang menjadi andalan PBNU.
"Jadi hati-hati dalam memilah. Jangan malah memilih calon yang mengklaim NU tapi malah berangkulan dan bermesraan dengan kelompok garis keras. Apalagi kalau capres dan cawapresnya beda ideologi. Bisa bahaya nanti kalau terpilih," ujarnya.


Baca Juga:


Tanggapi
Sementara itu, Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Nusron Wahid menanggapi pernyataan Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid. Jazilul sebelumnya menyebut warga NU yang tidak memilih pemimpin dari NU sebagai warga NU yang "korslet".
"Pak Jazil dari PKB merasa dirinya lebih mulia dari para Kyai dan pendiri NU. Termasuk kyai-kyai NU kampung, yang hari ini tidak mendukung pemimpin yang diusung oleh Pak Jazil." terang Nusron, dalam keterangan tertulis, Jumat (26/1).
Nusron kemudian menyebut dirinya tidak berkeberatan jika disebut sebagai warga NU "korslet".
"Nggak apa-apa. Kita ikut "korslet" nggak apa-apa," canda Nusron.
"Yang penting kita ikut dengan Habib Luthfi dan Kyai-Kyai Sepuh. Biar NU dipek (dimiliki) sama Pak Jazil sendiri," sambungnya.
Ia menambahkan, NU memang dilahirkan untuk membina Pak Jazil. Tujuannya agar lebih sopan dan tawadhu.
Nusron kemudian mengimbau setiap pihak untuk menghentikan kampanye dengan mengklaim sebagai pihak paling NU.
"Sebenarnya saya juga heran, bahkan Bu Khofifah yang NU tulen saja dipertanyakan oleh mereka. Sekali lagi, hakikat NU adalah jam'iyah ijtimaiyyah diniyyah (organisasi sosial keagamaan) yang bersifat inklusif, bukan eksklusif," jelas Nusron.
"Jadi tidak ada yang boleh klaim paling NU. Lagian Pak Prabowo dan Mas Gibran juga warga NU," lanjutnya. (**)



Baca Juga:
SHARE:
komentar
beritaTerbaru