Jakarta (SIB)
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Bidang Ilmu Pemerintahan Muhadam Labolo menolak wacana pencabutan hak pilih para aparatur sipil negara (ASN).
Muhadam berpendapat pencabutan hak pilih akan membuat ASN turun derajat. Dia menyamakan ASN dalam kondisi itu dengan budak.
"Di Yunani, dalam sejarah politik itu, yang tidak punya hak pilih itu salah satunya slave, budak. Kalau ASN kehilangan hak memilih, kita sama dengan budak, tidak menentukan masa depan," kata Muhadam di Kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (6/3).
Dia berkata wacana itu pernah digulirkan seorang anggota DPR. Muhadam langsung menolak keras wacana tersebut.
Muhadam mengatakan, ASN berbeda dengan anggota TNI dan Polri. Jumlah ASN pun potensial, sekitar 4 juta, sehingga punya peran menentukan nasib bangsa di pemilu.
"Sayang sekali kalau hak pilih kita dicabut, saya enggak setuju," ujarnya.
Pada 1-30 Juli 2021, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menggelar survei tentang pencabutan hak pilih ASN. Responden survei itu adalah 10.617 orang ASN yang tersebar di 270 daerah penyelenggara Pilkada Serentak 2020.
Survei itu merekam 51,56 persen ASN setuju dengan pencabutan hak pilih di pilkada. Sementara itu, 48,84 persen menyatakan tidak setuju.
"Sementara ASN di Pulau Jawa yang setuju pencabutan hak memilih di Pilkada hanya 46,2 persen. Dan yang tak setuju sebesar 53,8 persen," kata Asisten Komisioner KASN Iip Ilham Firman di kanal YouTube KASN, 16 Desember 2021.
Paling Diuntungkan
Muhadam Labolo juga mengatakan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi pihak yang paling diuntungkan dari program makan siang dan susu gratis Prabowo Subianto. Kenapa?
Hal ini dikarenakan ASN bertugas untuk menerjemahkan dan mengawal visi yang diusung oleh setiap calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) jika nantiinya resmi terpilih. Sebab dalam proses realisasi program, ada anggaran yang dikucurkan kepada birokrasi.
Awalnya, dalam kegiatan KORPRI Menyapa, Muhadam menjelaskan demokrasi membawa harapan bagi semua masyarakat. Bagi ASN, salah satu harapan itu adalah terwujudnya janji politik.
"Demokrasi punya harapan untuk kita semua. Harapan salah satunya untuk ASN adalah siapapun yang menang mengambil alih pemerintahan implikasi ke bawah yang paling bisa menikmati semua program itu adalah ASN," ucapnya.
Muhadam kemudian mencontohkan salah satu program yang kemungkinan besar terlaksana adalah makan siang dan susu gratis pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ia menilai, besar kemungkinan ada anggaran triliunan rupiah dikucurkan kepada seluruh level birokrasi. Pengucuran anggaran untuk menyukseskan program diperkirakan terjadi di beberapa tingkat, mulai dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, bahkan hingga tingkat RT/RW.
"Saya ambil contoh, kalau seorang calon presiden hari ini terpilih dengan program makan siang gratis dan susu gratis, saya mau tanya yang paling diuntungkan siapa? Sudah pasti Aparatur Sipil Negara (ASN). Bapak sudah bisa hitung sekian triliun dibutuhkan harus diteteskan ke bawah. Dia akan singgah di provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, ketua RW, lalu menetes ke bawah. Tidak mungkin itu tidak ada tetesan untuk pendampingan semua," ungkapnya.
Namun, selain program makan siang dan susu gratis, Muhadam mencontohkan sejumlah program lain yang membuat anggaran menetes hingga level terkecil birokrasi, seperti bantuan sosial (bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Guna merealisasikan program tersebut, dana pendampingan pasti akan diberikan kepada ASN.
Hal ini menurutnya karena ASN sebagai penerjemah sekaligus pelaksana dari 'mimpi' yang diutarakan oleh para politisi. Terjemahan dari visi itu pun tertuang dalam sistem perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), hingga Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
"Tidak mungkin itu tidak ada tetesan untuk pendampingan semua. Seperti program IBT, program apa itu PKH, program bansos, program BLT, sudah pasti ada dana pendampingan yang mengelola itu ujung-ujungnya ASN, birokrat itu. Jadi positive thinking aja di situ. Siapapun capres yang terpilih misalnya, dengan semua program yang akan mereka kerjakan, ujungnya adalah birokrat," jelasnya.
"Itu enaknya jadi politisi, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, cukup Sekolah Menengah Umum (SMU)/sederajat, silakan maju sebagai capres, (calon) gubernur, sebagai bupati. Tapi begitu dia terpilih, laku visinya dijual, karena itu politisi itu jualnya mimpi, mimpinya laku yang menerjemahkan mimpi menjadi konkret sampai dengan program dan kegiatan adalah birokrasi, pak. Bapak akan terjemahkan sesuai dengan sistem perencanaan RPJMN, RPJP, RPJMD, sampai RKPD," sambungnya.
Oleh sebab itu, Muhadam mengatakan bahwa ASN harus berpikir positif, karena siapapun yang menang dalam Pemilu maupun Pilkada akan menguntungkan. Sebab, bakal ada banyak anggaran yang bisa dikelola oleh para ASN.
"Jadi tidak usah negative thinking, positive thinking saja, siapapun yang menang dalam kontestasi ini pasti manfaatnya, benefitnya, itu akan kembali ke dalam birokrasi. Saya yakin birokrasi banyak yang gemuk mengelola. Tetesannya itu loh. Saya yakin untuk, semisal makan siang dan susu gratis, mungkin bapak/ibu sekalian menganggap sesuatu yang jauh, pasti (anggaran) akan menetes ke sana," pungkasnya. (detikFinance/d)