Minggu, 08 September 2024

Harga CPO Jadi Asal Muasal Lonjakan Harga Minyak Goreng

Redaksi - Selasa, 07 Desember 2021 18:44 WIB
262 view
Harga CPO Jadi Asal Muasal Lonjakan Harga Minyak Goreng
Antara/harianSIB.com
Ilustrasi minyak goreng
Medan (SIB)
Pengamat Ekomomi Gunawan Benyamin mengatakan, tidak ada yang menduga kalau minyak goreng bisa mencapai Rp 18.000 hingga Rp22.000 per Kg. Padahal sebelumnya harga minyak goreng sempat bertahan di kisaran angka Rp 8.000 (curah) hingga Rp 11.000 (kemasan) per Kg.

Namun di tahun 2021 ini, harga minyak goreng berubah dengan kenaikan angka yang sangat signifikan. Pemicu utamanya yakni kenaikan harga CPO yang menyentuh 5000 ringgit per tonnya, ungkapnya kepada wartawan, Senin (6/12).

Disebutnya, sebelumnya harga CPO kerap tertahan kenaikannya di kisaran angka 2.300-an ringgit per ton. Kenaikan harga CPO tersebut menjadi asal muasal lonjakan harga minyak goreng yang membuat konsumen khususnya para ibu rumah tangga menjerit.

Harga CPO, kata Gun, memang naik lebih dari 100% di tahun 2021 ini. Demikian halnya juga dengan harga produk turunannya minyak goreng, yang juga melompat lebih dari 100%.

Selain konsumen, kenaikan harga minyak goreng ini tentunya membebani sejumlah pengusaha kecil khususnya usaha kuliner.

Dan pemicu kenaikan harga CPO itu sendiri lebih dikarenakan oleh tren konsumsi CPO yang meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi global. Dimana bukan hanya CPO saja yang mengalami kenaikan.

Beberapa komoditas pangan dunia lainnya juga mengalami kenaikan, termasuk juga tren harga komoditas energi salah satunya minyak dunia. Hal inilah yang memicu kekuatiran adanya kenaikan harga pangan seiring dengan mulai pulihnya ekonomi global, ditambah dengan mulai meredanya kasus yang dipicu oleh Covid-19.

Akan tetapi tantangan ke depan untuk pengendalian harga minyak goreng masih berupa jalan terjal. Minyak goreng jelas telah memicu terjadinya inflasi di Indonesia. Tetapi untuk meredam harga minyak goreng ke depan bukanlah perkara mudah.

Mengingat bahan baku minyak goreng dari tanaman sawit, ini merupakan komoditas ekspor sekaligus menjadi bahan baku yang memiliki varian produk turunan, termasuk salah satunya diperuntukan sebagai bahan campuran bio diesel atau solar.

Nah pemulihan ekonomi global itu akan memicu terjadinya peningkatan konsumsi CPO dunia. Hal ini tentunya menjadi berkah bagi pengusaha, dan ini menjadi indikasi awal bahwa harga CPO sulit untuk turun.

Selanjutnya ada tren pelemahan Rupiah akibat normalisasi kebijakan Bank Sentral AS atau The FED. Dimana sejauh ini pengurangan kebijakan pembelian aset atau tapering dan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The FED memicu pelemahan Rupiah hingga ke 14.400 per dolar AS.

Jika pelemahan Rupiah terus terjadi, sebut Gun, maka ini akan menjadi insentif eksportir. Artinya ekspor sawit tetap akan bergairah dikarenakan rupiah yang melemah, sekalipun harga CPO bergerak stabil.

Terlebih jika CPO justru harganya bergerak naik. Nah konsekuensinya harga minyak goreng susah turun.

Jika dikaitkan dengan varian Covid-19 yang baru atau omicron, justru harga CPO berpeluang untuk turun. Karena Covid-19 beserta mutasinya kerap membuat ekspektasi pemulihan ekonomi memudar. Dan bisa menjadi indikasi pengurangan konsumsi CPO di masa yang akan datang. Selain itu, pemicu kemungkinan penurunan harga CPO adalah penurunan harga komoditas lainnya khususnya energi (minyak dunia), dan adanya pasokan yang melimpah. (A1/a)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
komentar
beritaTerbaru