Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 12 November 2025

Konsesi PT TPL di Taput Tidak Jelas, Ini Penjelasan Wabup

Anwar Lubis - Sabtu, 04 Oktober 2025 17:45 WIB
536 view
Konsesi PT TPL di Taput Tidak Jelas, Ini Penjelasan Wabup
Foto: Dok/Kominfo
Wabup Taput Deni Parlindungan Lumbantoruan menyampaikan paparan pada pertemuan dengan anggota Komisi XIII DPR RI dan Kemenkumham, di Medan, Jumat (3/10/2025).

Taput(harianSIB.com)

Sampai saat ini revisi atau adendum wilayah konsesi PT TPL (Toba Pulp Lestari) Tbk di Kabupaten Tapanuli Utara, tidak jelas setelah terbitnya Surat Keputusan (SK) pengakuan masyarakat hukum adat.

Hal itu terungkap dalam pertemuan tim kunjungan kerja reses Komisi XIII DPR RI bersama jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), serta para pemangku kepentingan lainnya, di Hotel Grand City Hall, Medan, Jumat (3/10/2025).

Dalam keterangan resmi Pemkab Taput, Sabtu (4/10/2025), pertemuan ini difokuskan pada pembahasan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh PT TPL terhadap masyarakat adat di kawasan Danau Toba.

Acara turut dihadiri Komnas HAM, LPSK, Ephorus HKBP, perwakilan dari tujuh pemerintah kabupaten sekitar Danau Toba, tokoh agama, organisasi masyarakat sipil, serta perwakilan dari PT TPL dan masyarakat adat.

Baca Juga:
Diskusi pun berlangsung secara terbuka untuk menggali fakta dan merumuskan langkah strategis dalam menyelesaikan konflik lahan yang berlarut-larut.

Wakil Bupati (Wabup) Tapanuli Utara, Deni Parlindungan Lumbantoruan, menyoroti konflik yang langsung bersinggungan dengan PT TPL, bahwa dari 10 komunitas, 9 sudah ditetapkan melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Dari 10 komunitas, 9 sudah ditetapkan melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan dua lagi komunitas, yakni Nagasaribu Siharbangan dan Pansur Batu, memiliki wilayah yang tumpang tindih dengan konsesi PT TPL," ujarnya.

Bahkan, katanya, dua bulan lalu terjadi konflik. Di mana 778,682 hektare lahan konsesi TPL beralih ke wilayah masyarakat hukum adat Nagasaribu Siharbangan.

Meski demikian, lanjutnya, Pemkab Taput terus berupaya melindungi hak-hak masyarakat adat.

"Hingga saat ini sudah terbentuk 10 komunitas masyarakat hukum adat di Taput melalui Keputusan Bupati dengan rata-rata wilayah sekitar 4.000 hektar dan yang terbesar adalah komunitas Kenegerian Janji Angkola yang luasnya mencapai 8.000 hektar," jelasnya.

Untuk itu, Pemkab Taput telah melakukan berbagai langkah, mulai dari mediasi bersama Forkopimda, rapat dengar pendapat di DPRD, hingga membentuk Pansus khusus," tambahnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan, Pemkab Taput juga perlu dukungan anggaran pusat karena penetapan membutuhkan biaya besar sebab kemampuan daerah sangat terbatas.

Oleh karenanya dia berharap Kementerian menjadikan penguatan masyarakat hukum adat, khususnya yang bersinggungan dengan PT TPL, sebagai prioritas nasional agar konflik berkepanjangan dapat dihindari.

Diinformasikan, Pemkab Taput telah melakukan berbagai langkah, mulai dari mediasi bersama Forkopimda, rapat dengar pendapat di DPRD, membentuk pansus khusus hingga menyurati Ombudsman RI untuk mendorong Kementerian Lingkungan Hidup segera menetapkan tapal batas resmi.

Di bagian lain, Ephorus HKBP, Pdt Viktor Tinambunan MST, dalam sambutannya menyerukan agar PT TPL ditutup karena warga HKBP bertanggungjawab merawat alam dan menentang segala usaha perusakan alam.

"Tanah bukan hanya komoditas tapi bagian dari rantai kehidupan bersama. Inilah doktrin HKBP yang beranggotakan sekitar 7 juta jiwa," tegasnya.

Kemudian, dari 10 ancaman global urutan 1 adalah climate change (perubahan iklim) yang menimbulkan kerusakan alam Tapanuli Raya yang berdampak secara global.

Setelah itu, HKBP menduga PT TPL telah melakukan pelanggaran HAM manusia dan hak makhluk karena pihaknya sudah bertemu langsung dan mendengar korban di beberapa tempat dan sudah bertemu dengan pimpinan-pimpinan gereja dan pendamping masyarakat.

Bahkan, katanya, sudah mendengar dari Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebut ekaliptus merusak tanah dan TPL sudah saatnya Tutup serta mengikuti pemberitaan media konvensional, website dan media sosial serta membaca buku hasil studi "Jeritan Bona Pasogit".

Berdasarkan semua itu, lanjutnya, kehadiran TPL di tanah Batak telah menimbulkan kerusakan alam sangat parah dan korban manusia sudah ada dan kehilangan rasa tidak aman. Jadi HAM yang hidup sekarang dan HAM manusia yang lahir di masa depan sudah dirampas. (**)

Editor
: Donna Hutagalung
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Surat Pertama Belum Dijawab, Pedagang Pasar Inpres Titikuning Surati Lagi Ombudsman RI
Pabrik PT TPL Terbakar, Masyarakat Parmaksian dan Porsea Tobasa Panik
Jalan Menuju PT TPL Kupak-Kapik, Diduga Disebabkan Truk Overtonase
Warga Pondok Bulu Simalungun Mengadu ke Ombudsman RI
Cawapres Ma ruf Amin Dijadwalkan Bertemu Ephorus HKBP
#2019PrabowoPresiden Resmi Terdaftar di Kemenkumham
komentar
beritaTerbaru