Kamis, 19 September 2024
Dialog ‘Bolehkah Berpolitik Praktis di Rumah Ibadah’

Ketum Prima DMI Irwansyah Putra Nasution: Cegah Politik Identitas

Redaksi - Rabu, 13 September 2023 16:59 WIB
280 view
Ketum Prima DMI Irwansyah Putra Nasution: Cegah Politik Identitas
(Foto: SIB /Oki Lenore)
Dialog 'Bolehkah Berpolitik Praktis di Rumah Ibadah': Ketum Prima DMI Irwansyah Putra Nasution (tengah berbaju putih)
Medan (sib)
Ketua Umum (Umum) Perhimpunan Remaja Masjid (Prima) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sumatera Utara (Sumut), Irwansyah Putra Nasution, minta pada otoritas melarang berpolitik di rumah ibadah. Meski ada regulasi yang membolehkan kampanya atau kegiatan politik di rumah ibadah, akan sulit “mengontrol” praktik politik praktis dan politik identitas.
Penegasan itu disampaikannya pada dialog 'Bolehkah Berpolitik Praktis di Rumah Ibadah' di Medan, Selasa (12/9). "Kita mengajak masyarakat untuk mencegah politik praktis jelang Pemilu 2024. Dari pengalaman yang sebelumnya pada masa Pilgub DKI, Pilgub Sumut, Pilpres hingga Pilkada Kota Medan, isu SARA selalu “digoreng” untuk kepentingan calon tertentu," ujar pengacara muda mantan aktivis tersebut.
Dialog menghadirkan sejumlah nara sumber. Termasuk Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumatera Utara, Abdul Rahman dan Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sumut, Joko Arief Budiono. Dimoderatori Vinny Januari, audiens berasal dari mahasiswa ragam organisasi, bilal mayit, penggali kubur serta aktivis kampus.
Menurutnya, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentangan larang kampanye salah satunya di rumah ibadah. "Pengalaman negara-negara di Arab, yang ‘terpecah’ karena isu SARA, jangan sampai terjadi di Tanah Air. Sebab, akan muncul mayoritas dan minoritas. Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam. Padahal Islam itu meski mayoritas tetap melindungi masyarakat minoritas yang ada. sehingga kita menentang keras terhadap penggunaan politik identitas hanya karena untuk maraup suara. Apalagi menjadikan rumah ibadah menjadi tempat kampanye karena ada larangan larangan sesuai UU nomor 7 tahun 2017," tegas mantan broadcast televisi nasional itu.
Ia mengupas kiprah Prima DMI yang sejak 2018 mengecam oknum-oknum yang memanfaatkan rumah ibadah untuk berkampanye apalagi menjelekkan salah satu pasangan calon. “Pesta demokrasi yang bermartabat adalah calon yang menyampaikan gagasan, visi dan misi. Bertarung dengan fair dan objektif. Bukan mengedepankan SARA,” tegasnya.
“Pilkada di Jakarta pada 2018, adalah contoh mengapa Prima DMI menolak politik identitas. Kemudian berimbas ke Pilkada Sumut dan menjalar ke Pilpres 2019. Bersyukur karena TNI/Polri tidak terkontaminasi terbawa ke politik praktis hingga oknum yang bermain dengan politik identitas dapat diatasi dengan elegan,” tambahnya. “Lebih tidak baik, yang ‘bercokol’ dan bermusuhan itu di akar rumput dan elit ‘berleha-leha’ seperti tak merasakan apa yang terjadi pada warga strata sosial kebanyakan,” tegasnya.
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumatera Utara, Abdul Rahman, menegaskan sebagai kaum milenial, menolak adanya kampanye di rumah ibadah. Sebagai pemilih pemula dan kaum muda, pihaknya mengajak seluruh mahasiwa untuk bergerak jika terjadi hal-hal yang melanggar aturan. "Kita harus melakukan tindakan sesuai aturan yang ada sehingga politik identits polarisai ini dapat terhindar agar masyarakat tidak terpecah belah. Kami juga sudah membuat satgas tentang pemilu damai dan tersebar di 12 kabupaten/kota di Sumut," ungkapnya.
Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut, Joko Arief Budiono, mengungkapkan pihaknya telah melakukan pengawasan sesuai dengan tahapan. Sampai saat ini tahapann yang sedang berjalan adalah pencalonan daftar calon sementara (DCS) menuju daftar calon tetap (DCT). "Sampai saat ini persiapan untuk pengawasan kampanye sedang menunggu bagaimana peraturan kampanye yang terbit dari KPU dan Bawaslu yang belum keluar dari Mahkamah Konstitusi," tutupnya. (R10/c)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
komentar
beritaTerbaru