Medan (harianSIB.com)
Badan Pangan Nasional memberlakukan relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen menjadi Rp17.500 per kilogram. Kebijakan itu berlaku mulai 5 April hingga 31 Mei 2024.
Keputusan kenaikan harga gula itu, menyusul adanya permintaan dari Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) untuk merelaksasi harga gula.
Pasalnya, mereka sulit menjual gula sesuai harga acuan pemerintah (HAP). Sementara harga beli dari produsen gula sudah tinggi.
Aprindo menilai, jika relaksasi tak diberikan kelangkaan gula akan terjadi di ritel. Relaksasi ini diberikan karena harga gula konsumsi sekarang di pasaran sudah berada di atas HAP.
Harga gula konsumsi juga bisa melampaui HAP, karena sebagai komoditas yang sebagiannya merupakan hasil impor, ikut terdampak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sudah tinggi.
Produksi gula dalam negeri hanya 2,3 juta ton, sementara kebutuhan dalam negeri mencapai 6 juta ton. Harga gula konsumsi pada tingkat konsumen di pasar-pasar tradisional di Kota Medan, juga telah mengalami kenaikan sejak lebaran.
Berdasarkan pantauan PIHPS, harga gula pasir pada 15 April 2024 sebesar Rp17.800. Namun saat ini sudah di harga Rp18.250, atau Rp750 di atas HAP.
Terkait dengan proses perkembangan industri gula di Sumut,
KPPU Kanwil I di Medan, telah mengundang PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) selaku anak perusahaan dari PTPN Holding untuk melakukan diskusi.
Pada pertemuan di kantor
KPPU Kanwil I, Jumat (26/4/ 2024), dihadiri General Manajer
PT SGN, Holdinar Aritonang, Ridho Pamungkas, Kepala Kanwil I
KPPU mengatakan, fokus
KPPU adalah pada proses lelang pengadaan Gula Kristal Mentah (GKM) Impor sebanyak 34.316 ton dengan ketentuan didatangkan di Belawan paling lambat 30 Mei 2024.Tender itu sendiri diumumkan oleh PT. SGN pada 6 April 2024.
"Kami ingin memastikan jangka waktu pelaksanaan lelang yang singkat dan bersesuaian dengan kebijakan relaksasi ini dapat diikuti calon penyedia secara transparan dan kompetitif," ujar Ridho dalam siaran persnya yang diterima harianSIB.com, Selasa (30/4/2024).
Dalam diskusi tersebut terungkap perhitungan biaya pengelolaan lahan dan tanaman sampai dengan pengolahan menjadi gula di Sumut relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah lain.(**)