Jumat, 11 Oktober 2024

Nezar Djoeli Dorong KPK Perketat Pengawasan Pelaksanaan Proyek dari Pokir Anggota Dewan

Desra A Gurusinga - Kamis, 12 September 2024 19:08 WIB
438 view
Nezar Djoeli Dorong KPK Perketat Pengawasan Pelaksanaan Proyek dari Pokir Anggota Dewan
Foto: Dok
Nezar Djoeli ST
Medan (harianSIB.com)
Banyaknya kasus korupsi proyek APBD bersumber dari Pokok Pikiran (Pokir) Anggota Dewan yang menyeret berbagai pihak mendapat respon dari sejumlah kalangan. Lembaga KPK pun diminta untuk melakukan pengawasan pada pengerjaan dari Pokir ini, sehingga nantinya tak ada lagi yang dikorbankan, baik pihak swasta maupun pemerintahan, termasuk anggota dewan yang berupaya 'bermain' dalam proyek tersebut.

Hal itu ditegaskan Ketua PSI Sumut HM Nezar Djoeli ST kepada wartawan, Kamis (12/9/2024). Anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 ini menuturkan, Pokir merupakan kegiatan yang legal dilakukan oleh anggota legislatif, yang diperoleh dari aspirasi langsung masyarakat.

"Pokok-pokok pemikiran dari daerah-daerah pemilihan anggota dewan, wajib dijemput melalui reses anggota dewan. Jadi kesimpulannya, Pokir itu halal," sebutnya. Sementara terkait pengerjaan Pokir yang disalahgunakan, ditegaskannya bahwa itu merupakan tindakan dari masing-masing individu anggota dewan.

Baca Juga:

"Proses lahirnya Pokir ini juga gak gampang. Dari reses, ditampung di planning, ditampung di budgeting, kemudian diparipurnakan, disahkan, lalu ditampung ke dalam dinas, lalu masuk ke KUA-PPAS, baru jadilah dia buku APBD. Ini kan prosesnya panjang. Bisa jadi satu tahun prosesnya," urainya.

Disebutkannya juga, anggota dewan tidak boleh mengerjakan kegiatan-kegiatan yang bersifat langsung bersentuhan dengan pemerintah (eksekutif) selaku eksekutor. Sebab itu nantinya akan dianggap korupsi dan gratifikasi.

Baca Juga:

"Tetapi banyak cara yang bisa dilakukan untuk penekanan terhadap Pokir yang mereka lakukan di saat reses kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Dengan alasan, Pokir itu adalah kewajiban mereka untuk dilaksanakan. Tapi sesungguhnya, Pokir itu tak boleh ditarik keuntungan oleh anggota dewan, kalau yang lain silahkan," ungkapnya.

Ia juga tak memungkiri, tak sedikit anggota dewan memanfaatkan oknum - oknum yang mereka percaya untuk mengerjakan Pokir-pokir tersebut. "Jadi patut diduga, adanya sebuah konspirasi antara oknum legislatif dan eksekutif, sehingga terjadi sebuah kesepakatan jahat dalam pelaksanaan APBD. Belum lagi mengingat manfaat-manfaat di balik itu semua akan diambil oleh anggota dewan yang memiliki Pokir tersebut. Sepanjang dia tidak diambil, itu tidak ada persoalan.


Tetapi kalau diambil (dikerjakan) oleh anggota dewan itu sendiri, itu sudah masuk ke dalam ranah korupsi," sebutnya.

Disarankannya, agar Aparat Penegak Hukum (APH) lebih jeli mencermati kegiatan-kegiatan tersebut. Sebab saat ini mereka (kejaksaan, kepolisian maupun KPK), bertindak bukan sebagai pengawas.

"Memang, kalau KPK ada sub bidangnya untuk pengawasan dan pencegahan. Untuk itu, KPK diminta untuk lebih ketat dalam pengawasan pelaksanaan proyek dari pokir anggota dewan tersebut," ungkapnya.

Terpisah, Ketua Gerakan Bunuh Politik Uang, Ahmad Fauzi Pohan, menduga Pokir DPRD yang sejatinya adalah produk aspirasi nampaknya telah beralih fungsi menjadi produk neo-gratifikasi.

Permasalahan ini, sebutnya, adalah imbas dari terlibatnya oknum legislator (DPRD) dalam mengatur mekanisme eksekusi Pokir yang idealnya adalah ranah eksekutor (pemerintah kota/provinsi). Bentuk keterlibatan oknum legislator ini berupa penyodoran pihak-pihak yang akan menjadi eksekutor proyek hasil Pokir tersebut.

Alhasil, pelaksanaan pembangunan pun sarat dengan praktik KKN. Tak sedikit yang akhirnya menjadi tumbal pokir, diantar ke terali besi. Didorongnya, pihak APH agar melek terhadap fenomena neo-gratifikasi ini.

"Saya siap bekerja sama kepada APH untuk melakukan laporan untuk menindaklanjuti bahwa adanya praktik new gratifikasi yang dilakukan oleh oknum-oknum DPRD," ujarnya. (*)

Editor
: Eva Rina Pelawi
SHARE:
komentar
beritaTerbaru