Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 02 Desember 2025

Jangan Menyia-nyiakan Kehidupan

* Oleh: Upasaka Rudiyanto Tanwijaya
- Sabtu, 14 Mei 2016 19:43 WIB
833 view
Pada zaman Tiongkok, tersebutlah Baizhang, seorang biksu tradisi Zen yang meskipun sudah berusia sepuh tapi dikenal sangat rajin bekerja. Walaupun usia sudah tua, ia tak kalah giat bekerja dibandingkan dengan siswa-siswanya yang masih berusia muda.

Ia bercocok tanam untuk menghidupi dirinya. Oleh para muridnya yang menaruh iba melihat guru mereka masih harus membanting tulang, maka mereka sepakat untuk menyembunyikan peralatan bekerja Baizhang, agar sang guru tidak lagi menguras tenaga untuk bekerja di ladang.

Setelah kehilangan peralatan bekerjanya, Baizhang memang tidak bisa bekerja lagi. Namun ternyata ia juga tidak mau makan. Hal ini membuat resah para siswanya. Sehingga akhirnya, mau tidak mau, mereka terpaksa mengembalikan peralatan bekerja sang guru yang telah mereka sembunyikan.

Baizhang kembali bekerja sebagaimana biasanya dan ia juga kembali makan. "Sehari tidak bekerja, sehari tidak makan," demikian ucapan Baizhang yang kemudian sangat terkenal hingga saat ini.

Dalam Buddhisme, kemalasan adalah salah satu penghambat kemajuan bathin. Orang malas biasanya suka mengeluh dan menyalahkan keadaan atau orang lain. Sebenarnya ini hanya pembenaran atas sikap malasnya. Buddha Sakyamuni, sebagai Yang Tercerahkan, dikenang sebagai sosok yang ulet.

Tiap detik hidupnya digunakan untuk mengajar, menolong makhluk yang menderita ataupun bentuk-bentuk pelayanan lainnya. Jam tidurnya amat terbatas. Namun semua dilakukan dengan penuh kesadaran yang sangat tinggi.

Sebagai siswa-Nya, hendaknya kita juga meneladani apa yang telah dikerjakan oleh Guru Agung Junjungan kita tersebut. Tanpa keuletan, kita tidak akan memperoleh apa pun dalam kehidupan ini. Sesungguhnya banyak siswa Buddha yang telah meneladani apa yang dilakukan oleh Beliau, bukan hanya pada zaman Buddha masih ada di dunia, tetapi juga pada kehidupan saat ini. Kita melihat Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi, yang juga telah lanjut usianya.

Beliau tak pernah kenal lelah dalam mempraktekkan aksi welas asih kepada seluruh manusia tanpa memandang latar belakang apa pun. Meski kondisi jantung beliau tidak sehat, tetapi tekad welas asih beliau sungguh mengagumkan. Karena kesehatannya, Master Cheng Yen tidak pernah keluar dari Hualien, Taiwan, tempat dimana beliau mencurahkan segenap energi kebajikannya. Tapi kita tahu, meski tak pernah keluar Taiwan, semangat welas asih Tzu Chi telah tersebar di berbagai negara.

Pendukungnya bukan hanya umat Buddha tetapi juga umat dari agama lain. Demikian juga tokoh Buddhis lainnya, seperti Thich Nath Hanh, yang dalam usia sangat sepuh, masih bersemangat untuk membina latihan hidup berkesadaran, di Plum Village, Perancis.

Beliau juga kerap diundang ke berbagai negara untuk memberi pelatihan. Ternyata bukan hanya melatih, beliau juga menghasilkan banyak karya tulisan dari apa yang telah dikerjakannya. Master Cheng Yen ataupun Master Thich Nath Hanh hanya segelintir contoh dari siswa Buddha yang begitu ulet dalam mengembangkan metode-metode Buddhistik dalam pelayanannya.

Meskipun sudah memiliki nama besar, mereka tidak berlehaleha tanpa menghasilkan karya apa pun dalam kehidupan kali ini. Nah, kalau demikian, bagaimana dengan kita ? (Penulis adalah Pengurus Media Komunikasi Majelis Buddhayana Indonesia Provinsi Sumut/d)
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru