Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 02 Desember 2025
Renungan Buddha Dhamma

Tanpa Ego

Oleh : Madyamiko Gunarko Hartoyo
Redaksi - Sabtu, 07 Maret 2020 14:11 WIB
1.253 view
Tanpa Ego
inilah.com
Ilustrasi
Menjelang akhir Februari 2020 lalu, kota Medan kembali kehadiran Ajahn Brahm, Bhikkhu kawakan dari Australia yang terkenal dengan Buku Cacing dan Kesayangannya. Kehadirannya di tengah merebaknya isu penyebaran virus Corona di berbagai negara menjadi sangat relevan dengan judul Dharmatalk 'Zero Ego' alias tanpa ego. Tanpa mempedulikan ancaman virus Corona dan seminggu sebelumnya dharmatalknya dibatalkan di Hongkong karena penyebaran virus yang makin membesar, beliau tetap hadir di Medan . Tanpa ego, Ajahn Brahm tampak hadir tanpa beban bahaya virus Corona, sebagai salah satu tokoh terkemuka dunia memungkinkan baginya untuk tidak hadir demi kepentingan lainnya ataupun alasan keselamatan pribadi.

Seperti biasanya, beliau tetap berceramah dengan riang gembira serta menarik. Gerak tawa lepas bersahutan sepanjang dharmatalk berlangsung. Beliau bercerita walaupun cukup terkenal namun Ajahn Brahm sering berkunjung ke berbagai negara bergabung dengan Bhikkhu lainnya tanpa meminta berada di tempat duduk atau posisi prioritas. Sehingga pernah suatu ketika, seorang Bhikkhu di Vietnam menanyakan apakah dirinya mengenal seorang Bhikkhu bernama Ajahn Brahm saat mengetahui dirinya berasal dari Australia. Sambil menahan tawa saat menceritakannya kembali, Ajahn Brahm menjawab "saya kenal beliau" dan "Ajahn Brahm seperti dirinya" saat ditanya lebih lanjut apakah dirinya seperti Ajahn Brahm. Tawa pun tak terbendung saat Ajahn Brahm menceritakan terkejutnya Bhikkhu Vietnam yang menanyakan hal tersebut.

Beliau tampak mahir memberikan pemahaman tentang "tanpa ego" tanpa perlu menjelaskan tentang teori ini dan itu melalui cerita Bhikkhu di Vietnam tersebut. Seberapa terkenalpun kita pada suatu waktu atau tempat pada dasarnya kita adalah sama dengan yang lainnya pada suatu kondisi tertentu tidak dikenal sama sekali walaupun sudah berdekatan tempat duduk dengan komunitas yang seharusnya mengenalnya.

Ajahn Brahm melanjutkan ceritanya bagaimana kondisi yang sama juga sering terjadi di Vihara tempat dirinya berdiam diri di Australia. Di usianya yang tidak muda lagi, beliau masih beraktivitas dengan giat untuk menjaga kebugaran tubuh. Pernah suatu ketika saat beliau mengaduk semen, dengan jubah yang sedemikian kotor tiba tiba seorang umat datang ke vihara bertanya kepadanya untuk berjumpa Ajahn Brahm . Karena kondisi pakaian yang tidak sepatutnya, beliau menyampaikan kepada umat tersebut sekitar lima belas menit lagi di aula vihara dirinya akan bisa berjumpa Ajahn Brahmn. Saat menunggu di aula, Ajahn Brahm segera membersihkan badan dan berganti jubah dan segera menjumpai umat tersebut. Tawa pun meledak saat umat tersebut mengambarkan senang dengan kenyamanan vihara dan memberikan catatan kecil Bhikkhu dengan jubah kotor yang perlu diberi perhatian kepada Ajahn Brahm padahal yang berpakaian kotor adalah Ajahn Brahm sendiri.

Sekali lagi, kita bisa mengambil makna sendiri berkaitan dengan Zero Ego tanpa disampaikan oleh Ajahn Brahm. Seorang umat yang sejatinya sudah mengenal Ajahn Brahm dan datang ke vihara untuk menemuinya ternyata tidak bisa mengenal Ajahn Brahm walaupun sudah di depan mata. Selain menceritakan Ajahn Brahm yang telah berperilaku tanpa ego, cerita tersebut mengingatkan kita bahwa seberapa terkenal apapun dan orang yang mengenal datang mencari kita ke rumah ternyata kita bisa saja tidak dikenal sehingga tidak ada yang perlu disombongkan dan sepantasnya kita berlaku tanpa ego.

Cerita pun berlanjut dengan keberhasilan beliau berdoa untuk kesembuhan seorang pasien yang sekarat di rumah sakit ditemani sanak keluarga yang datang dari luar negeri. Pemuda yang nafasnya sudah sangat pendek, seketika dibacakan doa langsung membaik. Ternyata keberhasilan tersebut tidak dapat dibanggakan karena keluarga yang mendampingi tidak tampak bahagia. Tawa pun meledak ketika memahami keluarga yang telah datang jauh meninggalkan bisnis, pekerjaaan dan sekolah harus menungggu tanpa kejelasan padahal mungkin mereka berpikir berkumpul untuk mengantar pemuda sekarat itu awalnya. Sambil berkelakar, beliau mengingatkan dirinya agar bertanya dulu kepada keluarga doa apa yang diminta apakah doa semakin sehat atau doa untuk pergi tenang. Cerita ini, bisa dimaknai oleh kita bahwa walaupun sesuatu yang kita anggap dilakukan telah berhasil namun belum tentu menyenangkan orang lain sehingga tidak ada ego yang perlu ditonjolkan di sana.

Tanpa ego dapat diilustrasikan saat kita bisa merasakan kedamaian datang ke suatu tempat seperti cerita wanita yang melukiskan kedamaiannya pada cerita di atas. Ajahn Brahm mengambarkan bagaimana dirinya bisa merasakan kedamaian yang lebih dengan menetapkan hari tertentu dirinya hanya sebagai tamu di vihara tempatnya berdiam, sesuatu yang tidak dapat dirasakan jika masih menganggap sebagai pemiliknya. Kedamaian demikianlah yang bisa kita dapatkan dengan berlaku tanpa ego, tanpa memiliki diri. Jika kita bisa membebaskan diri, kita akan berbahagia. Semakin sedikit ego kita, semakin ringan beban hidup kita, semakin kita bisa membantu lebih banyak.(c)
SHARE:
komentar
beritaTerbaru