Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 03 November 2025

Tak Ingin Kalah Banyak

Redaksi - Selasa, 16 Februari 2021 11:24 WIB
257 view
Tak Ingin Kalah Banyak
Foto: Edi Wahyono
Ilustrasi belajar di rumah saat pandemi Corona
Selama pandemi Covid-19, sedikitnya 1,6 juta anak-anak di Sumut mengalami kehilangan kemampuan belajar (learning loss), sehingga sangat berbahaya, jika Pemprov Sumut tidak segera mengantisipasinya.

Jika hal ini tidak segera diantisipasi secara inovatif dengan mengurusi dunia pendidikan, sungguh sangat berbahaya dan mengancam masa depan generasi anak-anak bangsa di daerah ini. Hal ini dikatakan Anggota Komisi E DPRD Sumut dr Poaradda Nababan kepada wartawan, pekan lalu di Medan.

Dikatakan, berdasarkan survei yang dilakukan Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), ada 50 persen atau lebih siswa tidak memenuhi standar kompetensi yang diharapkan selama Belajar Dari Rumah (BDR) atau sistem daring. Sementara menurut neraca pendidikan Sumut tahun 2019, jumlah peserta didik di Sumut sebanyak 3.302.927 siswa, maka ada 1,6 juta peserta didik yang berpotensi akan mengalami learning loss.

Memang diakui selama pandemi Covid-19 para pelajar melakukan aktivitas belajar dengan cara daring. Sehingga tidak semua pelajar mampu menyerap ilmu pengetahuan yang disampaikan para gurunya. Banyak kendala belajar tanpa tatap muka ini, seperti kendala fasilitas maupun daya serap siswa yang berbeda (kualitas siswa).

Soal fasilitas, tidak semua keluarga di Sumut mampu memiliki android. Belum lagi soal kuota internet, banyak orangtua pelajar mengeluh. Jangankan untuk membeli kuota, membeli beras untuk makan sehari-hari saja susah. Apalagi bila membahas soal kualitas pelajar dalam menyerap ilmu, sangat sedikit pelajar yang bisa secara mandiri "menerjemahkan" apa-apa yang disampaikan guru via daring.

Kalau mau jujur, belajar sistem daring hanya bisa dilakukan para pelajar yang sudah mandiri secara ekonomi dan adanya perhatian besar orangtua atau keluarga terhadap anak-anaknya. Biasanya ini dari kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas plus keluarga yang harmonis.

Sementara jumlah masyarakat miskin di Sumut saat ini (masa pandemi) melonjak tajam. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah warga miskin di Sumatera Utara bertambah 23.000 jiwa menjadi 1,28 juta orang. Jumlah itu 8,75 persen dari 14,5 juta penduduk di wilayah ini.

Peningkatan 0,12 poin pada persentase ini terhitung pada satu semester. Pada September 2019 angka kemiskinan masih 8,63 persen. Sementara pada Maret 2020 meningkat menjadi 8,75 persen.

Kepala Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik BPS Sumut, Fadjar Wahyu Tridjono merinci, persentase penduduk miskin pada Maret 2020 di daerah perkotaan sebesar 8,73 persen dan di pedesaan sebesar 8,77 persen.

"(Kemiskinan) di daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar 0,34 poin, sedangkan daerah pedesaan mengalami penurunan sebesar 0,16 poin jika dibandingkan September 2019," sebutnya.

Dikatakan, garis kemiskinan pada Maret 2020 tercatat sebesar Rp502.904/kapita/bulan. Komposisinya, garis kemiskinan makanan sebesar Rp376.790 atau 74,92 persen dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp126.114 atau 25,08 persen.

Sementara Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) periode September 2019-Maret 2020 juga menunjukkan peningkatan. P1 naik dari 1,480 menjadi 1,513, dan P2 naik dari 0,372 menjadi 0,388.

Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menurun dan semakin menjauh dari garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin tinggi. Ini data pada saat awal pandemi, bagaimana pula data saat ini yang sudah hampir setahun mengalami pandemi. Bisa jadi angka kemiskinan jauh lebih meningkat.

Tentu ada korelasi antara jumlah masyarakat miskin dengan learning loss. Sehingga kritik anggota dewan terhadap Pemprov Sumut itu patut diapresiasi dan dicari solusinya. Perlu gebrakan yang berani untuk menangani ini. Karena pandemi ini bukan masalah biasa sehingga perlu mengambil tindakan yang luar biasa.

Kita tidak ingin kalah banyak dengan pandemi. Biarlah kalah di bidang ekonomi maupun kesenangan lainnya, asal kita jangan kalah dari kualitas SDM dan ilmu pengetahuan. Karena dengan kualitas ilmu akan mudah meraih kembali apa-apa yang telah hilang di masa pandemi. (***)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru