Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 02 November 2025

Budayakan Dongeng dalam Kehidupan

Redaksi - Sabtu, 20 Maret 2021 10:39 WIB
685 view
Budayakan Dongeng dalam Kehidupan
Internet
Hari Dongeng Sedunia
Hari Dongeng Sedunia atau "World Storytelling Day" diperingati setiap 20 Maret. Ini berawal dari hari Nasional Mendongeng di Swedia, sekitar tahun 1991-1992 atau yang dikenal dengan "Alla Beratteres Dag" (All Storytellers Day) atau berarti Hari Pendongeng.

Setelah itu para pedongeng di Perth, Australia mengadakan peringatan serupa "Celebration of Story" pada 20 Maret 1997 yang juga dikenal sebagai "International Day of Oral Narrators".

Di waktu yang bersamaan, di Meksiko dan beberapa negara di Amerika Selatan memperingati tanggal 20 Maret 1997 sebagai Hari Dongeng Nasional. Sejak saat itu setiap tanggal 20 Maret diperingati sebagai Hari Dongeng Internasional.

Bagi masyarakat Indonesia, kata dongeng sepertinya sebuah hal yang sepele. Hanya sebagai pengantar tidur seorang ibu kepada anaknya yang balita. Padahal di balik itu, dongeng memiliki manfaat yang luar biasa bagi perkembangan jiwa seorang anak untuk masa depannya.

Mengapa ada peringatan Hari Dongeng Sedunia? Dari penelitian para ahli, bahwa dongeng dapat mengubah dunia melalui transfer nilai (pesan moral) kepada para pendengarnya. Dongeng, yang biasanya ditujukan kepada pendengar usia anak-anak, dipercaya dapat menjadi jembatan yang baik untuk mendidik anak dalam bentuk yang menyenangkan (fun learning).

Caryl-Sue dari National Geographic Society yang menulis laporan tentang World Storytelling Day juga mengutip Vyasa, penulis epos Mahabharata, yang mengatakan bahwa jika seseorang mendengar (sebuah cerita) dengan sangat baik, di bagian akhir dia akan menjadi seseorang yang berbeda. Hal itu tentu berhubungan dengan manfaat dongeng bagi para pendengarnya.

Metode dongeng dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan kecerdasan moral anak usia prasekolah. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus edisi Desember 2010 menampilkan artikel berjudul Metode Dongeng Dalam Meningkatkan Perkembangan Kecerdasan Moral Anak Usia Prasekolah yang dikerjakan oleh Latifah Nur Ahyani.

Latifah, berdasarkan risetnya, kemudian menyimpulkan bahwa metode dongeng sebagai stimulasi berperan dalam meningkatkan perkembangan kecerdasan moral anak usia 5 tahun yang menjadi siswa di TK B di sekolah dengan fasilitas terbatas dan bukan sekolah favorit.

Fakta ini mewajibkan kita untuk tetap mempertahankan dan memanfaatkan dongeng sebagai pendidikan dasar kepada anak-anak, baik secara informal maupun formal. Karena saat ini mungkin tidak banyak lagi orangtua yang peduli dengan dongeng. Apalagi di masa teknologi canggih saat ini, anak-anak lebih akrab dengan gadget untuk memainkan game atau musik.

Kalau orangtua tak peduli dan ingin mudahnya saja menyerahkan sepenuhnya perkembangan anak pada teknologi, tentu akan mengembang-biakkan jiwa-jiwa ansos (anti sosial) pada masyarakat kita. Betapa menakutkan, bila generasi masa depan bangsa akan dikuasai orang-orang yang tak berempati.

Indonesia sangat kaya dengan cerita-cerita menarik, baik sejarah maupun budayanya. Setiap daerah memiliki khas masing-masing dan bisa diadaptasi masyarakat daerah lain juga. Berdongeng tidak harus baku cerita asli, tapi bisa diubah dengan ditambahkan pesan-pesan moral agar merasuk ke jiwa anak-anak sebagai pendengarnya.

Untuk ini para orangtua, pendidik dan pendongeng harus pintar dan kreatif menyajikannya. Tidak bisa menampilkan cerita yang tak masuk akal, karena anak-anak sekarang sudah lebih kritis dan berani dibanding anak zaman dulu.

Pemerintah juga tidak boleh menyerahkan masalah ini sepenuhnya kepada masyarakat. Dengan kewenangannya harus dikembangkan lewat Kemendikbud maupun lembaga sosial dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Saat ini memang sering diadakan lomba dongeng di Dinas Perpustakaan Arsip dan Daerah Provinsi, namun tidaklah cukup untuk mengembangkan secara luas ke masyarakat. Kerjasama semua pihak sangat dibutuhkan.

Pada dasarnya manusia makhluk sosial yang butuh mendengarkan dan didengarkan. Cuma keadaan yang sering membuat manusia berubah dan lari dari harfiahnya. Sehingga dibutuhkan upaya mendudukkan agar tetap berada di posisinya. Salah satunya dengan kembali membudayakan dongeng dalam kehidupan sehari-hari. (***)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru