RENUNGAN

Gagal Kaya Berhasil Bahagia

Pengkhotbah 2:4-11

1.291 view
Gagal Kaya Berhasil Bahagia
Foto Dok
Pdt Dr Victor Tinambunan, MST

Judul ini berbeda dengan apa yang dituliskan oleh Gede Prama, "berhasil kaya gagal bahagia" dalam bukunya: Jalan-jalan Penuh Keindahan: Dari Kejernihan untuk Kepemimpinan Kehidupan. "Gagal kaya berhasil bahagia" mau menegaskan bahwa gagal menjadi kaya tidak selamanya menjadi gagal bahagia, malahan ia menjadi sarana untuk tetap berbahagia.

Berulangkali kita temukan sebutan "kesiaan-siaan" dalam kitab Pengkhotbah. Sepintas ia terkesan sebagai ungkapan frustrasi. Seolah-olah segala sesuatu tidak berarti termasuk hidup dan kehidupan di dunia ini. Tetapi perlu terlebih dahulu kita berpegang pada inti kitab Pengkhotbah yakni: "Semua sia-sia tanpa hubungan dengan Tuhan, tanpa berdasar pada kehendak Tuhan". Dengan kata lain, kitab Pengkhotbah mau menekankan keutamaan hidup dengan selalu terhubung dengan Tuhan. Dari inti inilah kita dapat memahami Pengkhotbah 2:4-11 ini.

Salomo terbilang sukses dari segi pencapaian versi dunia. Salomo telah mengalami kesenangan, kekayaan, kenikmatan dan kepuasan hidup yang tiada tara. Semua tersedia baginya. Dia adalah seorang raja yang kaya-raya, terkenal, berhikmat serta telah menikmati semua keindahan dunia ini (ayat 1-10). Dia membekali dirinya dengan anggur, perempuan-perempuan, dan nyanyian, dengan berbagai kemewahan, gedung-gedung, taman-taman dan kolam. Walaupun semua itu menyenangkan untuk sementara, namun juga tidak memberinya kepuasan yang dapat bertahan lama. Semuanya itu tidak memberi kebahagiaan sejati (ayat 11). Kita hanya dapat menemukan kepuasan batin dan sukacita dalam keterhubungan dengan Allah dan kehendak-Nya.

Apakah menjadi kaya boleh menurut kekristenan? Jawabannya tergantung sedikitnya pada dua hal: bagaimana kekayaan itu diperoleh dan bagaimana kekayaan itu digunakan. Jika jawaban keduanya berdasarkan kehendak Tuhan, maka kekayaan seperti itu adalah "berkat Tuhan" dan si kaya juga "menjadi berkat" bagi sesama. Inilah orang kaya yang berbahagia. Jadi, menjadi kaya tidak salah, bukan pula dosa asal kaya yang sesuai dengan kehendak Allah: menerimanya sebagai berkat, mensyukurinya, membuat hidup tenang, damai, bahagia dan bergerak membantu mereka yang miskin dan menderita. Banyak orang tidak bahagia saat ini bukan karena tidak berkecukupan, tetapi karena melihat orang lain memiliki lebih banyak dan ingin seperti itu bahkan memaksa diri untuk mencapainya.

Yang sangat penting kita sadari ialah bahwa Alkitab tidak mengidealkan kekayaan atau kemiskinan. Mari kita simak sebuah doa berikut: "Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:8b-9). Berdasarkan firman Tuhan ini, sedikitnya ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian kita: (1) Yang terpenting adalah menerima dan menikmati apa yang diperuntukkan Tuhan. Hal ini mengingatkan kita kepada suatu yang lebih ideal, yakni "kecukupan". Yesus sendiri mengajar kita berdoa "Berikanlah kepada kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya". (2) Kekayaan bisa menjadi ilah, membuat orang tidak peduli pada Allah dan menjadi sombong. Ada yang mengatakan bahwa harta dunia ini ibarat meminum air laut, semakin diminum semakin haus. Rasul Paulus menasihatkan, "Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan… karena akar segala kejahatan ialah cinta uang (1 Timotius 6:8-10). Memang kita membutuhkan uang, tetapi kita tidak boleh "cinta uang". (3) Kemiskinan juga bisa menjadi godaan bagi seseorang untuk mencuri, khususnya kemiskinan yang dikarenakan oleh kemalasan.

Cerita Yohanes Rohmadi Mulyono berikut amat baik menjadi renungan bagi orang kaya dan yang ingin kaya:

Aku punya kenalan.

Hidup ekonominya semakin kuat.

Menu makanan tinggal pilih.

Rumah dan perabotnya besar dan lengkap.

Lapangan dan bidang bisnisnya semakin luas.

Pegawainya juga tambah banyak.

Tersedia kendaraan sesuai bidang kebutuhan.

Rekening uang di bank bertambah.

Bersamaan dengan itu pengaruhnya meningkat.

Tetangganya bertambah hormat dan taat.

Orang semakin yakin Tuhan memberkatinya.

Pikiran dan perasaan kenalanku lain.

Sekarang yang dituntut dariku bertambah, keluhnya.

Aku harus hati-hati memilih makanan.

Aku perlu menghindari lemak dan gula.

Aku harus membuat pagar kuat demi keamanan.

Aku khawatir para pegawaiku mogok kena hasut.

Aku perlu garasi besar dan perawat kendaraan.

Aku perlu cepat tanggap bila bank kalah kliring.

Aku harus mempertahankan nama baik perusahaanku.

Aku khawatir orang datang minta sumbangan.

Aku semakin takut situasi akan berubah.

Kalau begitu,

Serahkan semuanya pada saudaramu

Biar engkau bebas dari beban, kataku menasihati.

Tak mungkin, keluhnya.

Roda sudah terlanjur berputar.

Doa-doa kita dan pola-pola perjuangan kita untuk mendapatkan sesuatu sudah saatnya berubah. Doa-doa kita seharusnya tidak saja memohon berkat berupa materi tetapi juga memohon kesempatan dan kuasa untuk menikmatinya dan berbahagia dengan apa yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Perjuangan menjadi kaya pun sudah harus terus-menerus dievaluasi dan diletakkan kembali pada rel yang benar. Ada sebuah peringatan yang sangat relevan pada zaman ini: "Orang yang mengorbankan masa muda dan kesehataannya demi kekayaan, harus siap mengorbankan kekayaannya di masa tua untuk kesehatan, yang belum tentu didapatkan". (d)

Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com