Deliserdang (SIB)
Kepala Balai Venteriner Kota Medan, Azfirman, Rabu (30/11), mengatakan, sesuai temuan dan data yang dihimpun, 2.000-an ternak babi di Medan dan Deliserdang yang mati mendadak disebabkan wabah flu babi. "Dari sampel laboratorium yang sudah kami terima, benar penyakit pada ternak tersebut merupakan virus H1N1," ujarnya seusai bertemu dengan peternak babi, didampingi Penasihat Gerakan Peternak Babi Indonesia (GPBI) Sutrisno Pangaribuan, di dekat kandang ternak babi di Simalingkar B Deliserdang.
Azfirman mengimbau, peternak babi memroteksi hewannya agar virus tersebut tidak menulari babi-babi lain. “Mutasinya tidak ke hewan jenis lain, tidak juga ke manusia. Virus menular antar-babi. Kami sudah ke wilayah berdekatan wilayah yang ditemukan babi mati seperti Serdangbedagei, Binjai dan Langkat untuk mengambil sampel,” tambahnya.
Menurutnya, gejala flu babi yang kini berjangkit yakni virus H1N1 itu sama seperti wabah pada 2019. Gejala pada hewan antaranya demam, tidak mau makan, pendarahan di bagian dada, perut pada babi jantan muncul kemerahan pada kelamin, pada babi betina muncul kemerahan di puting susunya. ‘Proteksi tercepat, pisahkan babi yang tidak sehat dengan yang sehat. Jadi, jika ada ternak yang terpapar bisa dengan memisahkan hewan yang sakit dari yang sehat dan menyemprotkan disinfektan agar tidak menular, " paparnya.
Ketua GPBI Heri Ginting mengatakan, babi-babi yang mati di wilayah Medan dan Deliserdang dengan jumlah lebih 2.000 ekor. “Meski kami sudah di posisi dianaktirikan, kami kembali berharap, pemerintah memroteksi kami, secepatnya mencarikan solusi. Minimal menunjuk vaksin yang dapat menanggulangi virus penyakit pada babi tersebut,” ujarnya.
Ia mengatakan, peristiwa babi mati mendadak yang dialami peternak ada di Medan dan Deliserdang yaitu Suka Dono, Kwala Bengkala, Helvetia Karya VII, Mandala. Kemudian Simalingkar B, Gorin Tonga Pancur Batu, Tandem, Pantai Labu dan Tanjungmorawa. “Di wilayah kita berada ini, sudah ada yang mati tapi masih diusahkan dengan obat-obat ‘tradisional’,” ujarnya.
Obat tradisional maksudnya seperti biasa dilakukan peternak sesuai kearifan lokal. “Tapi kami minta ada bantuan. Kenapa saat ternak kena penyakit mulut dan kuku (PMK) ada bantuan. Mulai dari membeli ternak untuk dimusnahkan hingga bantuan pemusnahan yang dananya dari APBD. Untuk ternak babi, mana,” ujarnya.
Hal serupa diutarakan Sutrisno Pangaribuan. Mantan anggota DPRD Sumut itu memastikan, peternak babi adalah warga negara Indonesia yang punya hak untuk mendapat bantuan. “Saya bersama peternak babi ini, ingin hidup. Apalagi dekat Natal. Bagaimana suka cita Natal dirasakan, pasca andemi Covid-19. Tetapi, peternak babi seperti dibiarkan telantar dengan kasus ini,” tegasnya.
Ia berharap pemerintah cepat atau sesegeranya memroteksi peternak babi yang mengalami kerugian karena jiga dibiarkan dapat menimbulkan persoalan sosial baru. “Kami akan bergerak untuk meminimalisir kasus kematian babi,” tutup Sutrisno Pangaribuan. (R10/f)