* Upaya Pembebasan Sulit Karena Berada di Zona Merah

20 WNI Disekap di Wilayah Pemberontak Myanmar

* Mahfud Serahkan Nama-nama Pelaku TPPO ke Bareskrim untuk Ditangkap

335 view
20 WNI Disekap di Wilayah Pemberontak Myanmar
(Foto: Dok/Keluarga via Tempo)
KORBAN PERDAGANGAN ORANG: Sebanyak 20 WNI menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) disekap di Karen, wilayah perbatasan rawan konflik di Myanmar. Keluarga meminta pemerintah untuk segera bertindak karena takut akan dijual. 
Jakarta (SIB)
Sebanyak 20 warga negara Indonesia (WNI) disekap di Myawaddy, wilayah yang disebut dikuasai pemberontak di Myanmar. Upaya pembebasan pun sulit dilakukan.
Rosa, saudara salah satu korban penyekapan bernama Novi mengatakan, kerabatnya sampai saat ini masih menanti upaya penyelamatan.
Menurutnya, Novi merupakan korban tindakan pidana perdagangan orang (TPPO) dan sudah disekap di Myawaddy sejak 23 April lalu. Novi disekap karena tak mau menjadi penipu atau scammer.
Novi diduga dipaksa perusahaan tempatnya bekerja untuk menjadi scammer. Ia diminta melakukan sejumlah modus penipuan untuk menjaring para korbannya berinvestasi bodong.
Karena enggan menipu serta tak kunjung menghasilkan uang bagi perusahaan, Novi menjadi target penyiksaan. Karena terus membangkang, Novi disekap dan diancam dijual ke perusahaan lain.
"Maka Novi dan teman-temannya ini melakukan perlawanan dengan cara mogok kerja. Mulailah penyekapan itu sejak mereka mogok kerja ini," kata Rosa Rabu (3/5).
Rosa lantas meminta bantuan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI, Kedutaan Besar RI (KBRI) Yangon, dan KBRI Bangkok untuk menyelamatkan Novi dan para WNI lain.
Namun, pemerintah RI kesulitan menyelamatkan para korban lantaran berada di zona merah konflik. Rosa menuturkan bukan cuma RI, pemerintah Myanmar sekalipun tak bisa menjangkau wilayah tersebut.
"Karena daerah itu daerah konflik, di mana itu adalah zona merah yang terjadi perang saudara dan daerah itu dikuasai pemberontak, jadi otoritas resmi Myanmar saat ini enggak bisa masuk ke situ. Mereka aja berperang di daerah situ," ujarnya.
Berdasarkan laporan media Myanmar, The Irrawaddy, saat ini sejumlah kawasan di Myawaddy memang dikuasai kelompok pemberontak. Namun, tak diketahui pasti pihak mana yang berkuasa di lokasi WNI disekap.
Melihat upaya diplomatik yang dilakukan pemerintah Indonesia terhambat, Rosa pun mencoba berbagai cara lain, salah satunya menghubungi lembaga pemerhati kasus online scam.
"Salah satunya saya menghubungi organisasi internasional, namanya Global Anti-Scam Organization (GASO). Karena GASO ini udah beberapa kali kan [berhasil] mengeluarkan orang dari sana," ucap Rosa.
Menurut Rosa, upaya penyelamatan GASO sejauh ini berhasil mencapai negosiasi dengan perusahaan scamming tersebut. Namun, negosiasi itu belum membuahkan kesepakatan.
"Negosiasi ini belum menghasilkan kesepakatan yang bisa membuat mereka [para WNI] keluar dari situ. Tapi ya saya yakin, karena Kemlu juga bekerja sama dengan organisasi-organisasi internasional bukan cuma GASO aja, ada Interpol juga, jadi ya memang ini harus upaya bersama," tutur dia.
Sementara itu, Kemlu bersama KBRI Yangon dan Bangkok menegaskan telah melayangkan nota diplomatik kepada Kemlu Myanmar mengenai penyekapan para WNI tersebut.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Juddha Nugraha, mengatakan, tantangan untuk menyelamatkan para WNI itu tinggi.
Juddha mengungkap mayoritas para WNI itu berada di lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dan kelompok pemberontak.
KBRI Yangon pun berupaya "memetakan jejaring yang ada di Myawaddy melalui kerja sama dengan berbagai lembaga pemerhati kasus online scam."
Dari sisi penegakan hukum, Kemlu juga berkoordinasi dengan Kepolisian RI untuk menindak pelaku TPPO ke Myanmar tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian setelah video yang diunggah akun instagram @bebaskankami viral. Dalam video itu, terlihat sekumpulan orang yang dinarasikan sebagai WNI terjebak di Myanmar.
Dalam narasinya, para WNI itu disebut dipaksa bekerja sebagai scammer. Mereka bahkan disiksa dan disekap selama berada di sana.
Secara Ilegal
Sementara itu, Bareskrim Polri menyebut, 20 WNI yang menjadi korban TPPO dikirim ke Myanmar secara ilegal. Sebab mereka tidak terdata dalam lalu lintas Myanmar.
"Sebanyak 20 WNI tersebut tidak tercatat dalam lalu lintas imigrasi Myanmar. Sehingga diduga masuk Myanmar secara ilegal," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dalam keterangannya, Kamis (4/5).
Untuk diketahui, dalam mengusut kasus ini, Bareskrim telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Dia menyatakan, pada korban berada di wilayah daerah konflik.
"Mereka dideteksi berada di Myawaddy, daerah konflik bersenjata antara militer Myanmar (Tat Ma Daw) dengan pemberontak Karen," ungkap Djuhandani.
Karena itu, lanjut dia, pemerintah Myanmar belum dapat menindaklanjuti pengaduan dari pemerintah Indonesia melalui KBRI Yangon.
"Otoritas Myanmar tidak dapat memasuki wilayah Myawaddy karena lokasi tersebut dikuasai pemberontak," imbuhnya.
Kendati begitu dia menyatakan pemerintah masih terus berkoordinasi guna membantu para WNI. "Kemlu telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mencari cara agar dapat membantu para WNI tersebut," ungkap Djuhandani.
"Di antaranya berkoordinasi dengan Regional Support Office BALI PROCESS di Bangkok; berkoordinasi dg IOM; berkoordinasi dg IJM (International Justice Mission)," tutupnya.
Penulis
: Redaksi
Sumber
: Koran SIB
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com