Jakarta (SIB)
Sebanyak 45 warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban perusahaan online scamming di Laos. Paspor mereka bahkan hingga kini ditahan oleh perusahaan tersebut.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha mengungkapkan, kasus tersebut terungkap dari aduan WNI. Warga berinisial MNH itu mengatakan paspornya ditahan oleh perusahaan online scamming.
"Pada Rabu, 24 Mei 2023 sore, KBRI Vientiane telah menerima pengaduan dari Sdr MNH yang menyampaikan bahwa 45 orang WNI termasuk dirinya telah keluar dari Perusahaan tempatnya bekerja sebagai online scammers di Golden Triangle Special Economic Zone. Paspor mereka ditahan oleh pihak perusahaan," kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, melalui keterangan tertulis, Minggu (28/5).
Mendapatkan aduan itu, KBRI di Vientiane, Laos, pun langsung menindaklanjutinya. Judha mengatakan pihak KBRI langsung meminta bantuan kepada kepolisian setempat.
"KBRI Vientiane segera menindaklanjuti pengaduan tersebut pada keesokan hari tanggal 25 Mei 2023 dengan mengirimkan permintaan bantuan untuk pengambilan paspor kepada polisi Laos yang berada di Bokeo," ungkapnya.
"Pihak polisi Bokeo telah menemui Sdr MNH dan 7 WNI lainnya untuk meminta keterangan mereka serta mengambil foto mereka," imbuh Judha.
Judha menuturkan, hingga saat ini, setidaknya terdapat 29 kasus WNI yang tengah ditangani oleh kepolisian setempat. KBRI di Laos, lanjutnya, juga terus memonitor perkembangan proses penyelidikan dan langkah penegakan hukum yang dilakukan kepolisian Bokeo.
"KBRI Vientiane senantiasa memantau dan mendorong otoritas setempat untuk menindaklanjuti kasus yang menimpa WNI, sesuai prosedur yang berlaku," pungkas dia.
Selektif
Terpisah, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meminta masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih informasi bekerja ke luar negeri sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal ini ia sampaikan atas kejadian penipuan penempatan PMI sebagai online scammer di Filipina.
"Kami berharap kasus ini tidak terulang kembali, salah satu penyebab terjadinya kasus ini adalah ketidaktahuan masyarakat terhadap proses penempatan PMI yang sesuai prosedur dan adanya lowongan kerja penipuan yang terdapat di media sosial, serta proses penempatan/pemberangkatannya dilakukan oleh orang perseorangan secara tertutup melalui pesan singkat di WA atau media sosial lainnya," kata Ida dalam keterangan tertulis, Minggu (28/5).
Ida meminta masyarakat untuk mewaspadai iklan lowongan pekerjaan penipuan yang memiliki ciri-ciri antara lain data dan alamat perusahaan penempatan tidak jelas, iklan atas nama perorangan, syarat untuk bekerja ringan, dan menawarkan gaji tinggi/fantastis.
Selain itu, masyarakat harus memastikan proses penempatan dilaksanakan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang terdaftar di Kemnaker, serta memastikan sebelum berangkat ke luar negeri untuk bekerja telah terdaftar di Dinas ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota.
Ia pun meminta masyarakat untuk mengklasifikasikan informasi peluang kerja di luar negeri yang didapat dari media sosial ke Dinas Tenaga Kerja atau LTSA untuk mengetahui kebenarannya.
"Kami dari Kementerian Ketenagakerjaan menyampaikan apresiasi kepada KBRI Manila yang telah bergerak cepat memulangkan 53 warga negara Indonesia (WNI) korban scamming international di Filipina," imbuh Ida.
Ida mengatakan untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus penempatan PMI, perlu adanya kerja sama dan kolaborasi antar Kementerian/Lembaga, serta peran aktif masyarakat dengan memberikan informasi ke Kemnaker lewat call center di 1500-630 atau WA di 08119521150.
"Penanganan isu PMI harus dilakukan secara bersama atau terintegrasi antar Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Pemerintah Desa sebagaimana amanat UU Nomor 18 Tahun 2017," tandasnya. (detikcom/c)