Jakarta (SIB)
Ahli hukum tata negara Universitas Udayana, Bali, Dr Jimmy Z Usfunan menyatakan posisi Prof Megawati Soekarnoputri di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sesuai amanat UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek). Di BRIN, Megawati, yang kini telah menjadi profesor, duduk sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP.
"Pelantikan Ketua Dewan Pengarah BRIN ex officio (karena jabatan) dijabat oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) oleh Presiden adalah kebijakan yang memiliki dasar hukum dan bukan praktik yang pertama kali dalam ketatanegaraan Indonesia," kata Jimmy kepada wartawan, Jumat (15/10).
Jimmy menilai praktik ex officio di Indonesia sudah lumrah terjadi seperti di beberapa lembaga. Misalnya menteri menjadi ex officio dalam lembaga nonstruktural, seperti Menteri ESDM sekaligus menjadi Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) serta anggota dari pemerintah dirangkap oleh menteri lainnya.
"Begitu juga dengan struktur Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Menkopolhukam sebagai ex officio Ketua Dewan Pengarah, Mendagri selaku Ketua, dan Menteri lainnya sebagai anggota sesuai Perpres 12/2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang diubah dengan Perpres 44/2017. Selain itu juga salah satu anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS )ex officio dari Kemenkeu," ujar Jimmy.
Berdasarkan praktik penyelenggaraan negara, kata Jimmy, secara tugas dan fungsi kelembagaan pelaksanaan jabatan ex officio memang saling berkaitan. Sebab, Pasal 5 huruf a UU 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) menyebutkan:
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berperan menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan yang berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.
"Menjelaskan keterkaitan antara tugas dan fungsi BPIP dan BRIN dalam menyelaraskan kebijakan dengan ideologi Pancasila," cetus Jimmy.
Selain itu, penentuan organisasi kelembagaan BRIN sebagai bentuk kewenangan Presiden sesuai Pasal 48 ayat (3) UU 11/2019 Yaitu:
Ketentuan mengenai badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
"Perihal struktur kelembagaan maupun mekanisme pengisian jabatan Dewan Pengarah sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden," bebernya,
Ketentuan Pasal 6 Perpres 78/2021 tentang BRIN sebagai implementasi Pasal 5 huruf a UU Sisnas Iptek, menempatkan Pancasila sebagai pedoman dalam perencanaan pembangunan nasional melalui perumusan kebijakan dan penyelenggaraan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan serta, invensi, dan inovasi.
"Karenanya pengangkatan Ketua Dewan Pengarah BPIP ex officio Ketua Dewan Pengarah BRIN, memiliki alasan yang kuat," Jimmy menegaskan.
Susunan Dewan Pengarah berasal dari berbagai unsur dan latar keilmuan yang beragam. Seperti Menteri Keuangan, Menteri Bappenas, Prof Sudhamek, Prof Emil Salim, Prof Adi Utarini, Prof Marsudi Wahyu Kisworo, Tri Mumpuni, Bambang Kesowo, dan Prof I Gede Wenten.
"Hal ini semakin menguatkan bahwa kebijakan Presiden untuk menghadirkan kebijakan pembangunan nasional berbasis riset dengan berpedoman pada Pancasila, menjadi semakin nyata," pungkas Jimmy.
Sebelumnya, guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, mengkritik posisi Megawati itu. Lewat akun Twitter-nya, Azra menilai semestinya posisi Dewan Pengarah dipegang oleh peneliti berkaliber internasional.
"Seharusnya Ketua dan anggota Dewan Pengarah BRIN adalah ilmuwan atau peneliti terkemuka berkaliber internasional jika serius BRIN mau melakukan riset atau inovasi unggul," kata Azyumardi Azra. (detikcom/d)