Aksi Massa Buruh “Kepung” DPRD SU, Ancam Mogok Massal Jika UU Ciptaker Tidak Dicabut


319 view
Aksi Massa Buruh “Kepung” DPRD SU, Ancam Mogok Massal Jika UU Ciptaker Tidak Dicabut
Foto: SIB/Firdaus Peranginangin
UNJUK RASA: Dua gelombang unjuk rasa dari organisasi buruh “kepung” gedung DPRD Sumut, Rabu (23/3) mengancam akan melakukan mogok massal, jika pemerintah tidak segera mencabut UU (Undang-undang) Cipta Kerja (Ciptaker), karena dinilai sangat merugikan bagi buruh. 

Medan (SIB)

Dua gelombang unjuk rasa dari organisasi buruh "kepung" gedung DPRD Sumut, Rabu (23/3) mengancam akan melakukan mogok massal, jika pemerintah tidak segera mencabut UU (Undang-undang) Cipta Kerja (Ciptaker), karena dinilai sangat merugikan bagi buruh.


Aksi pertama didominasi massa DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KS-SPSI) Sumut yang mendesak pemerintah membatalkan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja dan menolak revisi UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Buruh.


"Jika tuntutan kami tidak dipenuhi, seluruh buruh yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja yang jumlahnya 500.000 di Sumut akan turun ke jalan-jalan melakukan aksi mogok massal," tegas kordinator aksi yang juga Ketua KS-SPSI Suriono.


Di hadapan anggota DPRD Sumut Dimas Tri Aji dan M Subandi, massa buruh menyatakan tetap komit menolak Undang-undang Ciptaker yang sudah disahkan tahun 2021 lalu, kemudian Mahkamah Konsitusi (MK) telah memutuskan sebagai inskonstitusional bersyarat.


Tak lama berselang, gelombang kedua didominasi buruh dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) juga mendatangi gedung dewan dan menyebut UU Ciptaker menyengsarakan buruh di seluruh Indonesia.


"Kita minta pemerintah segera membatalkan dan tak perlu direvisi lagi Undang-undang Ciptaker tersebut, karena sama-sama membuat pekerja semakin tersiksa dan pemberlakuan UU Ciptaker dinilai sangat liberal dan mendegradasi hak buruh," ujar massa buruh.


Diungkapkan mereka, sejak berlakunya UU tersebut, jutaan buruh diputus hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan dengan pesangon murah, sehingga buruh beramai-ramai menarik uang jaminan hari tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan untuk digunakan sebagai modal usaha.


Namun, karena uang pesangon yang murah (kecil), keuangan JHT BPJS Ketenagakerjaan sedang sakit, karena dananya terus berkurang, akhirnya tidak mampu membayar klaim JHT buruh, sehingga Menaker mengeluarkan aturan-aturan yang menyengsarakan buruh seperti Permenaker No02/2022.


“Permenaker itu berlaku pada bulan Mei mendatang. Kebijakan itu bertujuan ingin memiskinkan kehidupan pekerja/buruh dan keluarganya,” terang pengunjuk rasa sembari meminta Presiden Jokowi copot Menaker dari jabatannya.


Menanggapi aspirasi buruh, anggota DPRD Sumut Dimas Tri Aji dan M Subandi berjanji akan menyampaikan hal itu ke pemerintah pusat melalui DPR RI, agar Menaker sebaiknya mengeluarkan kebijakan yang memakmurkan buruh, bukan menyengsarakan. (A4/c)

Penulis
: Redaksi
Sumber
: KORAN SIB
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com