Jakarta (SIB)
KPK resmi menahan hakim agung Gazalba Saleh atas dugaan penerimaan suap dalam pengurusan perkara. KPK menduga Gazalba Saleh menerima uang Rp 2,2 miliar dalam kasus ini.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengatakan kasus ini mulai terjadi di tahun ini ketika ada perselisihan di internal koperasi simpan pinjam ID (intidana). Perselisihan itu berlanjut ke meja hijau dan diadili di Pengadilan Negeri Semarang.
Johanis menjelaskan, Heryanto Tanaka (HT), swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana), saat itu melaporkan seseorang bernama Budiman Gandhi Suparman. Heryanto menunjuk dua pengacara yakni Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES).
Singkat cerita Budiman Gandhi dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Semarang sehingga jaksa mengajukan kasasi.
Di tingkat kasasi, Yosep dan Eko turut memantau sidang kasasinya. Yosep dan Eko pun dikatakan menghubungi Desy Yustria (DY) sebagai salah satu staf kepaniteraan di Mahkamah Agung (MA) untuk mengkondisikan putusan.
"Karena YP dan ES telah mengenal baik, dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf kepaniteraan MA untuk mengkondisikan putusan, maka digunakanlah jalur DY dengan adanya kesepakatan uang sekitar SGD 202 ribu, atau setara dengan Rp 2,2 miliar," ucap Johanis Tanak saat konferensi pers di KPK, Kamis (8/12).
Johanis menyebutkan, untuk mengkondisikan putusan, DY mengajak Nurmanto Akmal (NA), selaku staf di kepaniteraan MA. Dari situ, komunikasi dengan Gazalba Saleh (GS) mulai terjalin.
"Dan NA selanjutnya mengkomunikasikan dengan RN (Redhy Novarisza) selaku staf GS dan PN (Prasetio Nugroho) selaku asisten hakim agung GS, dan sekaligus sebagai orang kepercayaan GS yang adalah salah satu hakim agung di Mahkamah Agung RI," ucap Johanis.
Singkat cerita, Gazalba pun ditunjuk menjadi hakim anggota untuk perkara kasasi terdakwa Budiman Gandhi Suparman. Dan putusan kasasinya adalah menghukum Budiman dengan lima tahun penjara.
"GS ditunjuk menjadi salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara terdakwa Budiman Gandhi, selama proses kasasi RN dan PN aktif komunikasikan keinginan HT, YP, dan ES terkait pengkondisian putusan, putusan terpenuhi dengan Budiman terbukti bersalah dan dipidana selama 5 tahun," katanya.
"Dalam mengkondisikan putusan kasasi tersebut, sebelumnya diduga telah ada penerimaan uang pengurusan perkara melalui DY yang diduga uang tersebut dibagi di antara DY, NA, RN, PN, dan GS," imbuh Johanis.
Johanis mengatakan saat ini KPK masih menelusuri penyerahan uang SGD 202 ribu. KPK masih mendalami bagaimana cara mereka membagikan uang tersebut.
"Berikutnya, sebagai realisasi pemberian uang YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut sebesar SGD 202 ribu melalui DY, sedangkan rencana distribusi pembagian SGD 202 ribu tersebut dari DY kepada NA, RN, PN, dan GS, masih terus dikembangkan tim penyidik," pungkasnya.
Dalam kasus ini, Yosep Parera, Eko Suparno, dan Heryanto Tanaka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Untuk Gazalba Saleh dkk disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (detikcom/d)