Jakarta (SIB)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak tegas tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Jokowi meminta tak ada pihak yang membekingi sindikat TPPO.
"Presiden tadi memerintahkan kepada Kapolri tidak ada beking-bekingan karena semua tindakan yang tegas itu dibeking oleh negara, tidak ada beking-bekingan bagi penjahat. Beking bagi kebenaran adalah negara, beking bagi penegakan hukum adalah negara," kata Menko Polhukam Mahfud Md kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (30/5). Mahfud menyampaikan pernyataan itu setelah menghadiri rapat kabinet yang dipimpin Jokowi untuk membahas masalah TPPO.
Mahfud mengungkapkan, Jokowi juga bakal melakukan restrukturisasi Satgas TPPO. Jokowi meminta ada tindakan cepat dan nyata dalam sebulan ini untuk menindak kasus TPPO.
"Presiden menyatakan melakukan restrukturisasi satgas tim tindak pidana perdagangan orang. Kemudian memerintahkan ada langkah-langkah cepat di dalam sebulan ini untuk menunjukkan kepada publik bahwa negara kepolisian, negara, TNI dan aparat-aparat pemerintah yang lain itu bertindak cepat dan hadir untuk ini," ujar Mahfud.
Mahfud menjelaskan masalah TPPO ini juga menjadi perhatian serius negara-negara ASEAN saat KTT di Labuan Bajo. Indonesia diminta untuk memimpin penanganan kasus TPPO karena sudah meresahkan banyak negara.
"Nah di situ semua negara ASEAN meminta kepada kita Indonesia agar mengambil posisi kepemimpinan di dalam tindak pidana perdagangan orang ini karena bagi mereka tindak pidana perdagangan orang ini sudah begitu mengganggu kehidupan bernegara mereka. Karena ini adalah kejahatan lintas negara dan sangat rapi kerjanya, sementara kita sendiri terkadang sudah mengetahui simpul-simpulnya tetapi terhambat. Terhambat oleh birokrasi mungkin juga perbekingan dan sebagainya," beber Mahfud.
Dipulangkan
Jokowi juga menerima laporan dari Kepala BP2MI Benny Rhamdani tentang sekitar 1.900 mayat yang pulangkan ke Indonesia adalah korban TPPO.
"Dan tadi Pak Benny Rhamdani melapor kepada Presiden, pada satu tahun saja, mayat yang pulang karena TPPO itu mencapai 1.900 orang lebih. Khusus di NTT sampai dengan bulan Mei itu, sejak Januari sampai ini, khusus di NTT saja sudah mencapai 55 orang mayat pulang karena perdagangan orang," kata Mahfud Md.
Depresi hingga Cacat
Sementara itu, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan, data mengerikan mengenai dampak TPPO. Dalam kurun 3 tahun terakhir, ada sekitar 94 ribu WNI yang dideportasi dari Timur Tengah dan Asia.
"Dalam 3 tahun terakhir BP2MI telah menangani kurang lebih 94 ribu anak-anak bangsa yang dideportasi dari Timur Tengah maupun Asia. Dan 90% yang dideportasi adalah mereka yang dulu berangkat tidak resmi atau unprocedural, dan diyakini 90% dari angka itu diberangkatkan dari oleh sindikat penempatan pekerja migran Indonesia," kata Benny kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (30/5).
Benny menyebut, dalam setahun, jumlah mayat yang dipulangkan ke Indonesia mencapai 1.900. Mayoritas mayat tersebut merupakan WNI yang dulu berangkat ke luar negeri secara ilegal.
"Jenazah kurang lebih 1.900, artinya tiap hari 2 peti jenazah masuk ke Tanah Air kita. Sama 90% mereka adalah yang dulu berangkat secara tidak resmi korban penempatan sindikat ilegal," ujar Benny.
Selain itu, ada banyak WNI yang mengalami cacat dan hilang ingatan. Mereka yang berangkat ke luar negeri secara ilegal itu kebanyakan tidak menjalani tes kesehatan hingga tes psikologi.
"Kemudian 3.600 yang sakit depresi, hilang ingatan, dan bahkan cacat secara fisik. Kenapa mereka sakit, saat meninggal selain penganiayaan karena yang ilegal pasti tidak pernah mengantongi hasil medical check-up, termasuk tes psikologis yang diwajibkan ketika mereka berangkat resmi," ujar Benny.
Lebih lanjut, Benny menyampaikan praktek TPPO ini sebenarnya ini sudah diingatkan World Bank pada 2017. Saat itu disebutkan ada 9 juta warga Indonesia yang bekerja di luar negeri. Padahal, menurut data BP2MI, jumlah pekerja migran tersebut hanya 4,7 juta.
"Jadi asumsinya ada 4,3 juta mereka orang Indonesia yang bekerja di luar negeri yang berangkat unprocedural dan diyakini oleh sindikat penempatan ilegal," ujar Benny.(detikcom/c)