MK Tolak Gugatan RCTI! Konten YouTube dkk Tak Tunduk ke UU Penyiaran


369 view
MK Tolak Gugatan RCTI! Konten YouTube dkk Tak Tunduk ke UU Penyiaran
Rengga Sancaya/detikcom
MK menolak gugatan RCTI dan iNews TV terkait konten YouTube dkk harus tunduk UU Penyiaran. 

Jakarta (SIB)

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan RCTI dan iNews TV yang menggugat UU Penyiaran dan meminta siaran di internet, seperti YouTube, juga harus tunduk ke UU Penyiaran dan diawasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Menurut MK, konten YouTube dkk di internet tunduk ke UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan sebaliknya.

"Menolak permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang MK yang disiarkan lewat channel YouTube MK, Kamis (14/1).

Terkait gugatan RCTI ini, menurut MK, konten yang bermuatan pornografi, SARA, ungkapan kebencian, pelanggaran kekayaan intelektual sudah diatur oleh UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Juga diatur di UU lain yang mengatur norma terkait.

"Justru apabila permohonan pemohon dikabulkan akan menimbulkan kerancuan antara layanan konvensional dengan layanan OTT," ujar hakim MK Arief Hidayat.

"Sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada penyelenggara sistem elektronik, UU ITE juga menentukan bentuk sanksi pidana (ultimum remidium) kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman," demikian pertimbangan MK.

"Termasuk perbuatan yang dilarang dan diancam pidana adalah tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan/atau tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (vide Pasal 28 dan Pasal 29 UU 11/2008)," beber MK.

Apabila tindak pidana menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak, pemidanaannya diperberat dengan sepertiga dari pidana pokok.

"Pemberatan ini juga dikenakan kepada korporasi yang melanggar perbuatan yang dilarang dalam UU 11/2008 yang dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga (vide Pasal 52 ayat (1) dan ayat (4) UU 11/2008)," ujar MK.

Menurut MK, konten internet, selain sudah diatur oleh UU ITE, juga diatur regulasi lain.

"Pengawasan terhadap konten layanan OTT dilakukan berdasarkan UU ITE juga didasarkan pada berbagai undang-undang sektoral lainnya sesuai dengan konten layanan OTT yang dilanggar," demikian pertimbangan MK.

Menggugat

Sebelumnya, dua stasiun televisi RCTI dan iNews, menggugat UU Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keduanya meminta setiap siaran yang menggunakan internet, seperti YouTube hingga Netflix, tunduk pada UU Penyiaran. Bila tidak, RCTI-iNews khawatir muncul konten yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.

Mereka mengajukan judicial review Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran yang berbunyi:

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

"Bahwa apabila ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran tidak dimaknai mencakup penyiaran menggunakan internet, maka jelas telah membedakan asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran antar penyelenggara penyiaran. Konsekuensinya bisa saja penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet tidak berasaskan Pancasila, tidak menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, tidak menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa," demikian bunyi alasan judicial review RCTI-iNews TV dalam berkas itu.

Selain itu, pihak RCTI dan iNews TV juga menampik gugatan di (MK) bisa berimbas masyarakat tak bisa live di media sosial. Mereka menyinggung soal tanggung jawab moral.

"RCTI dan iNews bukan ingin kebiri kreativitas medsos, uji materi UU Penyiaran untuk kesetaraan dan tanggung jawab moral bangsa," kata Corporate Legal Director MNC Group Christophorus Taufik dalam keterangan tertulis MNC Group, Jumat (28/8).

MNC Group juga menghormati putusan MK yang menolak judicial review UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang diajukan RCTI dan iNews TV sebagai pemohon.

"Kami menghargai dan menghormati putusan Majelis Hakim MK," ujar Corporate Legal Director MNC Group Christophorus Taufik.(detikcom/d)

Penulis
: Redaksi
Sumber
: Hariansib edisi cetak
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com