Jakarta (SIB)
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksda Julius Widjojono menjelaskan soal pernyataan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono yang memerintahkan prajurit untuk 'memiting' pendemo di wilayah Rempang, Kepulauan Riau (Kepri). Laksda Julius menjelaskan konteks kalimat Panglima TNI.
"Jika dilihat secara utuh dalam video tersebut, Panglima TNI sedang menjelaskan bahwa demo yang terjadi di Rempang sudah mengarah pada tindakan anarkisme yang dapat membahayakan, baik aparat maupun masyarakat itu sendiri, sehingga meminta agar masing-masing pihak untuk menahan diri," kata Kapuspen TNI dalam keterangan pers, Senin (18/9).
Video ucapan Panglima TNI soal perintah memiting pendemo terkait Rempang diunggah sejumlah akun di media sosial (medsos). Laksamana Yudo mengatakan hal itu menyampaikan instruksi kepada komandan satuan bawahan terkait penanganan demo massa di wilayah Rempang yang saat itu disiarkan langsung di akun Youtube Puspen TNI, tapi video tersebut sudah tak dapat diakses umum.
Julius menyampaikan bahwa Panglima TNI menginstruksikan kepada Komandan Satuan untuk melarang prajurit menggunakan alat/senjata, dalam mengamankan aksi demo Rempang. Panglima TNI, lanjutnya, ingin menghindari korban sehingga lebih baik menurunkan prajurit lebih banyak dari pada menggunakan peralatan yang bisa mematikan.
"Panglima mengatakan, jangan memakai senjata, tapi turunkan personel untuk mengamankan demo itu," ujarnya.
Dia mengatakan penggunaan istilah 'piting-memiting' itu sebenarnya hanya bahasa prajurit, karena disampaikan di forum prajurit. Namun arti dari bahasa 'piting-memiting' yang dimaksudnya ialah setiap prajurit 'merangkul' satu masyarakat agar terhindar dari bentrokan.
"Kadang-kadang bahasa prajurit itu suka disalahartikan oleh masyarakat yang mungkin tidak terbiasa dengan gaya bicara prajurit," sambungnya.
Namun Laksda Julius memahami adanya kesalahan tafsir ini. Dia menyampaikan, Panglima TNI sangat tidak berharap kebrutalan dilawan dengan kebrutalan, sudah cukup menjadi pembelajaran banyaknya korban di kedua belah pihak, baik aparat atau masyarakat akibat konflik ini.
"Perlu diingat dengan konflik ini, maka kerugian pasti diterima oleh aparat dan masyarakat Indonesia sendiri," ujar Julius.
Hoaks
Terpisah, Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad SH MSi menegaskan, beredarnya berita di media online yang menyebarkan informasi tentang "Ustaz Abdul Somad dipanggil Polisi Pasca Bentrok di Rempang" adalah hoaks atau tidak benar.
Kombes Pol Zahwani mengatakan, kini Polri sedang mengejar pelaku yang menciptakan berita palsu tersebut.
“Setelah melakukan konfirmasi kepada Dir Reskrimum Polda Kepri, Kombes Pol Adip Rojikan SIK. MH, ternyata informasi itu tidak betul,” ujarnya, Senin (18/9).
Disebutkannya, Polri fokus menelusuri pelaku yang sengaja membuat kekisruhan pasca bentrokan di Rempang.
“Langkah kita selanjutnya adalah dari Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Kepri kemudian didukung dengan seluruh tim kekuatan multimedia Polri akan melakukan pencarian pelaku," tegas Kombes Pol Zahwani.
Ia menyebut, pihak yang mengunggah, mengedarkan informasi palsu tersebut, harus bertanggung jawab atas perbuatanya.
"Untuk mencegah penyebarluasan secara masif, diimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak menyebarkannya. Saya minta ke seluruh masyarakat yang menerima atau mendapatkan berita bohong itu. Jangan disebarkan, karena sistem keamanan Polri sudah berjalan," tuturnya.
Menurutnya, ada yang sengaja memperkeruh suasana dan mengambil kesempatan dalan peristiwa tersebut.
“Kami mengimbau kepada seluruh masyarakat jangan terpancing oleh berita yang belum tentu kebenarannya. Selalu lakukan saring sebelum sharing ketika memperoleh dan ingin membagikan suatu berita atau informasi. Hindari konflik dan provokasi yang dapat merusak persatuan dan keamanan. Serta jangan ragu untuk melaporkan segala aktivitas mencurigakan yang dapat mengancam Kamtibmas,” pungkas Kombes Pol Zahwani. (Detikcom/SS7/a)