* Ketua RT Akui Bubarkan Jemaat Gereja Beribadah

Menag Sesalkan Pembubaran Ibadah Gereja di Lampung, PGI Mengecam

* Jemaat Gereja Akhirnya Diberi Izin Ibadah

333 view
Menag Sesalkan Pembubaran Ibadah Gereja di Lampung, PGI Mengecam
(Dok. Kemenag)
Menag Yaqut Cholil Qoumas 
Jakarta (SIB)
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyesalkan adanya aksi pembubaran jemaat gereja di Lampung saat peribadatan berlangsung. Menurut Yaqut, persoalan harus diselesaikan dengan musyawarah sehingga tidak perlu ada aksi pembubaran.
"Semua pihak bertanggung jawab pada terciptanya kerukunan. Jika ada permasalahan, semestinya diselesaikan secara musyawarah dengan melibatkan para pihak yang bertanggung jawab dalam memelihara kerukunan. Tidak perlu ada aksi pembubaran atau pelarangan," kata Yaqut dikutip laman resmi kemenag.go.id, Senin (20/2).
Yaqut mengatakan, polemik itu harus dilaporkan ke stakeholder terkait mulai pemda, kepolisian, hingga Kemenag. Jadi dapat ditemukan solusi sesuai hukum dan aturan yang ada.
"Polemik izin rumah ibadah harus dilaporkan ke Pemerintah Daerah, FKUB, Kepolisian, dan Kemenag setempat agar dapat diambil langkah penyelesaiannya sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Yaqut pun sudah minta Kakanwil Kemenag Lampung turun langsung ke lapangan dan ikut membantu menyelesaikan persoalan ini. Menurutnya, terkait aktivitas peribadahan, sudah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006 dan Nomor: 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Pasal 18 PBM mengatur pemanfaatan bangunan gedung yang bukan rumah ibadah sebagai rumah ibadah sementara, harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati atau walikota. Dengan memenuhi persyaratan laik fungsi dan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
"Proses yang sudah diatur seperti ini sebaiknya dipatuhi oleh para pihak. Pemerintah Daerah juga diharapkan bisa berperan sesuai kewenangannya sehingga umat beragama di daerahnya bisa menjalankan ibadah dengan nyaman dan aman," ujar Yaqut.
Pemerintah daerah, lanjut Yaqut, memiliki peran besar dalam upaya menjaga kerukunan dan perizinan rumah ibadah. Bahkan, jika ada umat beragama yang belum bisa mendirikan rumah ibadah karena belum terpenuhinya persyaratan, PBM memberi mandat kepada pemerintah daerah untuk memfasilitasinya.
"Pasal 14 PBM mengatur, dalam hal persyaratan belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat," sebut Yaqut.
Yaqut berharap aksi pembubaran kegiatan beribadah tidak terulang. Polemik rumah ibadah menurutnya juga sudah diatur dalam PBM dan harus mengedepankan semangat musyawarah.
"Saya sudah minta jajaran Kanwil Kemenag Provinsi dan Kankemenag Kabupaten/Kota untuk proaktif dalam penyelesaian perselisihan semacam ini dan terus terdepan dalam menjaga kerukunan umat," ujarnya.
Kecam
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) juga mengecam keras aksi penghentian ibadah secara paksa dan provokatif tersebut.
"Sangat disayangkan bahwa kasus-kasus seperti ini masih terjadi setelah pada Januari 2023, dalam Rakornas Kepala Daerah 2023 di Sentul, Presiden Jokowi secara tajam mengkritisi pelarangan pembangunan rumah ibadah, serta menegaskan bahwa konstitusi menjamin kebebasan beribadah dan beragama," kata Sekretaris Umum PGI, Pendeta Jacklevyn F. Manuputty, dalam keterangannya, Senin (20/2).
Jacklevyn mengatakan pembubaran secara paksa itu sejatinya bertentangan dengan imbauan Presiden Jokowi. Menurutnya, itu juga mencederai amanat Konstitusi tentang kebebasan beragama.
"Penghentian jalannya peribadahan dengan paksa yang dilakukan terhadap Jemaat GKKD Bandar Lampung dengan sendirinya bertentangan dengan imbauan Presiden Jokowi, sekaligus mencederai amanat Konstitusi yang menjamin kebebasan beribadah dan beragama," ucapnya.
Lebih lanjut, dia mengaku paham bahwa ada aturan-aturan yang harus dipenuhi untuk mendirikan rumah ibadah. Namun demikian, menurutnya, ketidaklengkapan izin tersebut tidak bisa dijadikan alasan membubarkan secara paksa ibadah di dalam Gereja.
"Sekalipun demikian, ketidaklengkapan ijin tidak boleh menjadi alasan untuk menghentikan secara paksa peribadahan yang sedang berlangsung, apalagi tindakan penghentian itu dilakukan dengan cara-cara yang sangat tidak bermartabat, serta menimbulkan teror dan ketakutan," ujarnya.
Dia pun meminta kepada pemerintah dan aparat keamanan untuk tidak membiarkan kasus-kasus seperti ini berulang terus tanpa adanya tindakan hukum yang tegas dan transparan. Dia menyebut sikap pembiaran negara akan berakibat pada pudarnya wibawa negara, berkembangnya rasa tidak percaya, serta terakumulasinya gesekan di tingkat akar rumput yang kapan saja bisa disulut oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab menjadi konflik terbuka.
"Kepada para pelayan dan Jemaat GKKD, serta umat Kristen secara menyeluruh, PGI menganjurkan untuk tetap teguh dan bertahan dalam iman kepada Kristus. Tetaplah memelihara spirit persaudaraan kebangsaan sambil mengedepankan nilai-nilai kasih dalam menyikapi peristiwa ini," tuturnya.
Diberi Izin Ibadah
Sementara itu, Forkopimda Pemerintah Kota Bandar Lampung langsung mengatasi persoalan jemaat gereja yang dibubarkan Ketua RT dan warga setempat saat peribadatan berlangsung. Jemaat Gereja Kristen Kemah Daud pun akhirnya dipastikan mendapatkan izin untuk beribadah.
"Tadi kami sudah melakukan rapat bersama dan disepakati bahwa pengurusan izin akan difasilitasi dan akan ada izin sementara yang memperbolehkan para jemaat gereja untuk beribadah. Izin sementara itu selama dua tahun," kata Kapolresta Bandar Lampung Kombes Ino Harianto seperti dilansir detikSumut, Senin (20/2) malam.
Dia juga memastikan, pelaksanaan ibadah akan dijamin keamanannya oleh Polresta Bandar Lampung. Selain itu, dia menyebut, pihak lurah dan camat, serta RT dan RW, akan menemui pihak gereja untuk berdiskusi terkait hal itu.
"Nantinya baik lurah dan camat akan melakukan pertemuan dengan pihak gereja tentunya bersama RT serta RW. Kami juga akan menjamin keamanan kepada siapapun umat di Kota Bandar Lampung dalam kebebasan melaksanakan ibadah yang terpenting jangan ada pelarangan, penghadangan kepada siapapun yang ingin melaksanakan ibadah," terangnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung, Khaidarmansyah mengatakan, pihaknya menunggu rekomendasi FKBU Kota Bandar Lampung dalam memberikan verifikasi terkait perizinan pembangunan gereja tersebut. Dia memastikan pihaknya siap melaksanakan rekomendasi dari FKBU dan Kementerian Agama.
"Izin serta verivikasinya itu ada di kewenangan FKBU. Maka apa pun rekomendasi dari FKBU, Pemkot Bandar Lampung siap untuk melaksanakan rekomendasi dari FKBU dan Kemenag terkait izin rumah ibadah," terangnya.
Belum Ada Izin
Wawan Kurniawan, Ketua RT 12 Kelurahan Rajabasa Jaya, Bandar Lampung, mengakui membubarkan jemaat gereja beribadah. Dia beralasan belum ada izin penggunaan gedung untuk ibadah jemaat Kristiani.
"Saya tidak melarang, saya hanya membubarkan karena mereka belum ada izin," katanya saat ditemui, seperti dikutip detikSumut, Senin (20/2).
Menurut Wawan, sebelum pembubaran sudah ada surat pernyataan dari pihak gereja dan sudah ditandatangani oleh Pendeta Naek Siregar. Dia menyebut, poin surat tersebut adalah kesepakatan tidak akan menggunakan gedung sebagai tempat ibadah kecuali tempat tinggal.
"Kesepakatan awal, dari pengurus gereja terdahulu bahwa tempat itu bukan untuk ibadah melainkan tempat tinggal. Nah mereka ini pakai untuk ibadah, dan ini sudah minggu ketiga, makanya saya ke sini," ujar dia.
Dia mengakui, melompat pagar agar bisa masuk ke gereja. Sebab, pihak gereja enggan membuka pagar tersebut.
"Kemarin saya itu lompat, karena lama proses buka kuncinya, seharusnya saya selaku RT dibukain dong pintunya," tegasnya.
Sementara itu, Lurah Rajabasa Jaya Sumarno menyampaikan, permasalahan perizinan gereja ini sudah ada sejak 2014.
Urus Izin Sejak 2014
Ketua Panitia Pembangunan Gereja Kristen Kemah Daud Parlin Sihombing mengatakan, pihaknya sudah mengurus izin sejak 2014.
Parlin Sihombing mengatakan, peristiwa itu bermula saat jemaat sedang beribadah, lalu datang ketua RT beserta beberapa oknum warga setempat.
Pimpinan jemaat lalu berusaha memediasi warga yang menyerobot masuk, tapi warga sekitar tetap masuk ke gereja hingga membuat jemaat yang ada dalam gereja itu panik dan bubar. Parlin pun mengatakan sebetulnya pihaknya sudah mengurus izin sejak 2014.
"Kita sudah mencoba mediasi tetap tidak mau dan tetap masuk ke dalam gedung gereja dan itu sedang berlangsung beribadah. Dia berteriak 'stop, stop. Tidak boleh beribadah keluar'. Jadi semua pada takut pada panik langsung bubar dan semua keluar ke parkiran, terjadilah aksi saling dorong mendorong, jadi saling ribut di antara kedua belah pihak," katanya.
"Kemarin itu, Pak Wawan RT 12 dan warga sekitar, alasan mereka karena tidak ada izinnya. Tapi kami dari gereja ini 2014, sudah membuat izin itu sudah dapat 75 KTP pendukung warga sekitar dan ada tanda tangan 90 KTP jemaat lokal kita pengguna gedung dan itu juga sudah lengkap mengetahui RT ada tiga RT di situ dan juga ada kepala lingkungan ada Bhabinkamtibmas dan juga babinsa. Artinya kita sudah mengikuti prosedur SK Menteri untuk mengajukan permohonan," lanjut dia.(detikcom/c)
Penulis
: Redaksi
Sumber
: Koran SIB
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com