Jakarta (SIB)
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono mengatakan prajurit yang berkhianat menjual amunisi kepada musuh dapat dihukum mati. Dia mengatakan TNI perlu melaksanakan evaluasi dari banyaknya kasus penyalahgunaan senjata api dan amunisi.
Menurutnya, adanya perbedaan (disparitas) hukuman terhadap pelaku penyalahgunaan amunisi, khususnya yang terjadi di daerah operasi, tidak memberi efek jera akibat hukuman yang relatif ringan.
"Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman terhadap surat edaran Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2021 tentang penjualan senjata atau amunisi kepada musuh," kata Yudo dalam keterangan tertulis dari Puspen TNI, Kamis (4/5).
Hal tersebut disampaikan Panglima TNI saat memberikan pengarahan kepada aparat penegak hukum di lingkungan TNI di Aula Gatot Subroto Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (3/5).
"Disebutkan prajurit TNI yang menjual senjata api atau munisi kepada pihak musuh atau kepada orang yang diketahui atau patut diduga berhubungan dengan musuh oleh karenanya dapat dikenakan Pasal 64 ayat 1 KUHP PM sebagai pengkhianat militer dan ancaman hukuman mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun," tegasnya.
"Pegang teguh rahasia jabatan, hindari laporan kegiatan disebarluaskan melalui sosial media. Khusus bagi pelaku penjual senpi dan amunisi agar dijerat dengan pasal pidana berlapis dengan ancaman hukuman maksimal berupa hukuman mati untuk memberikan efek jera dan laksanakan koordinasi dan komunikasi dengan baik kepada sesama aparat penegak hukum lainnya," tambah dia.
Dia mengatakan, prajurit TNI sudah bersumpah untuk mengabdi kepada negeri. Menurutnya, prajurit TNI akan menderita jika ada pengkhianatan.
"Prajurit sejati tidak akan menangis karena kematian, tapi dia hanya menderita melihat pengkhianatan dan ketidaksetiaan. Prajurit TNI telah bersumpah atas nama Tuhan mengabdi untuk negeri, berjuang demi NKRI dan bersumpah setia kepada Pancasila," ujar dia.
Yudo mengungkap, berdasarkan data perkara dari Puspom TNI, pelanggaran hukum yang dilakukan prajurit meningkat dari tahun ke tahun. Dia menyoroti kasus penyalahgunaan senjata api.
"Perkara penyalahgunaan senjata api dan munisi yang terjadi di seluruh Indonesia dalam kurun waktu satu dekade yaitu mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2023 bukannya menurun malah justru naik. Pada 5 tahun terakhir pelanggaran naik bertahap sampai puncaknya tahun 2022 terjadi 45 perkara penyalahgunaan senjata api dan munisi," ujarnya.
Naik Drastis
Yudo juga menyoroti kasus serupa di wilayah hukum Kodam XVII/Cenderawasih. Dia mengungkapkan jumlah penyalahgunaan senpi dan amunisi di wilayah Kodam Cenderawasih mengalami peningkatan luar biasa pada 2022.
Kenaikannya mencapai 270 persen atau satu perkara meningkat menjadi 27 perkara dibandingkan tahun sebelumnya.
Yudo mengatakan, kasus yang terjadi di Papua berdampak besar. Pihaknya pun tak segan-segan akan menghukum prajurit yang terlibat dalam kasus penyalahgunaan tersebut.
"Hal-hal yang seharusnya tidak boleh terjadi, apalagi di daerah rawan, karena secara tidak langsung telah membunuh kawannya sendiri dan rakyat. Harus diberi hukuman yang setimpal bagi anggota TNI karena telah menjadi seorang pengkhianat bangsa," ujarnya.
Yudo menegaskan, perlu dilakukan evaluasi dari banyaknya kasus penyalahgunaan senjata api dan amunisi. Dia menyebut masih ada perbedaan hukuman terhadap pelaku penyalahgunaan amunisi, khususnya yang terjadi di daerah operasi.
Yudo berharap kasus serupa tak terulang kembali. Dia pun menegaskan prajurit yang kedapatan memperjualbelikan senjata dan amunisi akan diganjar hukuman maksimal pidana mati.(detikcom/c)