Jakarta (SIB)
Menko Polhukam Mahfud Md tak setuju bila revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) mengatur hakim konstitusi bisa ditarik saat hasil evaluasinya buruk menurut DPR. Mahfud menekankan, seorang hakim tak bisa dipecat di tengah jalan, sekalipun melakukan kesalahan.
"Kalau di DPR, pokoknya MK itu hakimnya bisa ditarik di tengah jalan. Pokoknya kalau DPR tidak setuju bisa dipecat. Sedangkan kita mengatakan tidak boleh hakim dipecat di tengah jalan," kata Mahfud di acara silahturahmi dan dialog bersama sejumlah tokoh di kantornya, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (21/2).
"Apapun, salah pun keputusan hakim itu harus diikuti. Tapi dipecat tidak boleh," imbuh dia.
Mahfud memberi contoh yakni mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Dia tak dipecat sebagai hakim di tengah jalan, sekalipun ditangkap karena kasus suap sengketa pilkada di MK. Adapun pemecatan Akil Mochtar ditentukan melalui sidang etik lewat Majelis Kehormatan MK (MKMK).
"Salah pun keputusan hakim itu harus diikuti. Tapi dipecat tidak boleh. Sama dia ditangkap, kayak Hakim Akil Mochtar itu kan tidak dipecat tapi ditangkap. Keputusannya tetap mengikat. Orangnya ditangkap. Nah itu sikap kita," jelasnya.
Diketahui, Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) digulirkan oleh DPR. DPR ingin agar hakim konstitusi bisa di-recall atau ditarik apabila hasil evaluasi terhadap hakim yang bersangkutan buruk menurut DPR dkk.
"Itulah yang akan kita atur, akan seperti apa. Karena prinsipnya, evaluasi itu juga tidak boleh mengganggu independensi. Nah, challenge-nya adalah bagaimana sebuah proses evaluasi yang tidak mengganggu independensi, itu seperti apa," kata anggota Komisi Bidang Hukum DPR RI, Arsul Sani, di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/2).
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24C, 9 hakim konstitusi terdiri dari pengajuan 3 orang oleh Mahkamah Agung (MA), 3 orang oleh DPR, dan 3 orang oleh presiden.
Namun hingga kini, lembaga pengaju termasuk DPR tidak punya landasan hukum untuk menarik hakim konstitusi, yang di kemudian hari dirasa tidak baik menurut DPR. Nantinya, lewat revisi UU MK, DPR hingga presiden dapat menarik hakim MK yang tidak disukainya.
Kasus DPR me-recall hakim konstitusi pernah terjadi belum lama ini, yakni hakim Aswanto yang ditarik DPR, dan diganti oleh Guntur Hamzah. Hakim Aswanto di-recall DPR karena dinilai kerap menggugurkan produk undang-undang yang disahkan DPR, yang paling monumental adalah UU Cipta Kerja.
Gugatan UU Cipta Kerja dikabulkan oleh Aswanto yang notabene adalah hakim konstitusi, yang dulu diusulkan dan disetujui DPR. Belakangan, pencopotan Aswanto ini berbuntut panjang dan rumit.
Ada skandal dugaan pengubahan bunyi putusan. Sembilan hakim MK dilaporkan juga ke polisi.
Soal revisi UU MK, Mahfud Md sebelumnya menyatakan pemerintah setuju terhadap perubahan ke-4 atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK tersebut. Meski sebenarnya, kata Mahfud, pemerintah mendapat banyak ketidaksetujuan dari akademisi soal revisi UU MK itu.
"Diskusi yang kami undang para akademisi secara terpisah dengan para praktisi, pada umumnya meminta agar pemerintah menolak usul ini," ungkap Mahfud, Rabu (15/2) lalu.
"Tetapi karena DPR RI berdasarkan hak dan kewenangan konstitusionalnya mengajukan telah mengajukan usul inisiatif perubahan UU tersebut dan ini sudah sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan," pungkas Mahfud. (detikcom/c)