Jakarta (SIB)
Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan progres perkembangan kerja Tim Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga saat ini sudah ada 5,2 juta hektare tanah yang telah dikuasai oleh negara dari para obligor.
"Tim ini berjalan dengan cukup baik karena sudah mengidentifikasi aset dalam bentuk tanah dan ada sebagian 15,2 juta hektare. Yang 5,2 juta hektare sudah kita kuasai langsung kembali dan nanti akan segera masuk dalam proses sertifikasi atas nama negara," kata Mahfud saat konferensi pers virtual, Selasa (21/9).
Mahfud menuturkan, selain menyita tanah, utang kepada negara dalam bentuk uang masih tetap ditagih dan masih berjalan. Mahfud menyebut hampir semua obligor yang dipanggil Satgas BLBI merespons.
"Utang-utang negara dalam bentuk uang, rekening, dan pengakuan dan sebagainya itu ya jalan. Buktinya, mereka yang dipanggil hampir semuanya merespons. Ada yang langsung oke, saya bayar, ada yang mungkin utangnya nggak segitu nilainya," tuturnya.
Mahfud menekankan agar para obligor datang memenuhi panggilan Satgas BLBI. Mahfud mengatakan Satgas BLBI juga memiliki data sendiri untuk mengejar aset negara melalui jalur hukum apabila obligor tidak memenuhi panggilan dan tidak mengakui utang kepada negara.
"Pokoknya datang saja, datang, karena kalau nggak datang, kita juga sudah punya dokumen. Akan dikejar dan akan ditempuh jalur hukum karena ini kekayaan negara," ujarnya.
Mahfud menjelaskan utang yang ditagih kepada para obligor menyesuaikan dengan kondisi krisis yang terjadi pada saat itu (1998). Mahfud mengatakan pemerintah tidak akan membiarkan utang negara tidak dibayarkan. Sebab, bisa menjadi perbuatan korupsi karena bisa dianggap memperkaya diri dan korporasi.
"Ada yang utang Rp 58 triliun hanya menjadi 17 persen dari itu. Ada yang menjadi 50 persen, itu juga karena situasi saat itu menilai utangnya berapa, kamu bayari hartamu berapa, kita ukur dalam bentuk pengakuan, serahkan ke negara. Nah, sekarang sudah begitu masa masih mau ngambleng kan sudah sesuai dengan situasi saat itu," ucapnya.
"Kalau kami membiarkan orang punya utang seperti kita diam, itu bisa dianggap korupsi karena membiarkan orang lain jadi kaya. Barang siapa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan cara melawan hukum dan merugikan negara kalau kami lihat, nggak boleh. Makanya kami tagih," imbuhnya.
Restui
Dalam konferensi pers tersebut, Mahfud juga menyampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui lahan sitaan Satgas BLBI untuk dibangun menjadi lembaga pemasyarakatan (lapas). Dia mengatakan langkah pemerintah selanjutnya adalah menyusun anggaran pembangunan.
"Soal lapas, saya sudah bicara dengan Ibu Menkeu (Menteri Keuangan Sri Mulyani), dengan DJKN juga kemarin saya juga melaporkan ke Presiden, kita punya jutaan hektare tanah yang bisa dipakai dan semuanya setuju, tinggal nanti anggaran pembangunannya disusun dulu," kata Mahfud.
Hal itu disampaikan Mahfud saat menanggapi pertanyaan wartawan soal progres rencana penggunaan lahan sitaan Satgas BLBI untuk lapas. Mahfud mengatakan pemerintah belum menentukan lokasi tanah mana yang akan digunakan. Presiden Jokowi, kata Mahfud, mempersilakan lahan yang tidak terpakai digunakan untuk kepentingan negara.
"Tapi kalau tanahnya nanti kita tentukan di mana. Presiden mengatakan, sudah, gunakan saja untuk kepentingan negara, untuk apa tidak dipakai," ujarnya menirukan percakapan.
Mahfud menjelaskan rencana pembangunan lapas masih terus berjalan. Nantinya akan dibicarakan lebih lanjut dengan Kemenkumham mengenai kebutuhan tempat yang ingin dibangun.
"Itu masih jalan, rencana itu kan tergantung nanti Kemenkumham dan nanti bilang saya tentunya, untuk merancang apakah betul yang diperlukan itu lapas ataukah rumah rehabilitasi atau apa, nanti kita akan kita hitung," imbuhnya. (detikcom/a)