Setelah Skripsi Tidak Lagi Wajib, Kini Beban Mahasiswa per SKS Dipangkas


205 view
Setelah Skripsi Tidak Lagi Wajib, Kini Beban Mahasiswa per SKS Dipangkas
(Dokumentasi Okezone)
Ilustrasi mahasiswa
Jakarta (SIB)
Transformasi pendidikan tinggi yang ada dalam program Merdeka Belajar episode ke-26 tidak hanya mengubah standar kompetensi kelulusan. Tetapi juga mengganti standar proses pembelajaran dan penilaian mata kuliah.
Dalam standar proses pembelajaran, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengubah aturan satuan kredit semester (SKS). Sebelumnya, beban belajar bagi mahasiswa per satu SKS sama dengan 50 jam pembelajaran per semester. Ditambah penugasan terstruktur 60 menit per minggu hingga kegiatan mandiri selama 60 menit per minggu. Kini semua itu dipangkas.
Nadiem menilai, pengaturan SKS itu sudah tidak relevan di era saat ini. ”Kita harus mengatur berapa lama di ruang kelas, berapa lama jam waktu PR, kegiatan mandiri berapa. Ini sudah tidak relevan lagi,” ujarnya.
Karena itu, dia mengubah aturan 1 SKS menjadi 45 jam per semester. Itu pun pendistribusian pemenuhan SKS ditentukan sepenuhnya oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai dengan karakteristik tiap mata kuliah. Dengan begitu, diharapkan pemenuhan SKS tidak sebatas pada kegiatan belajar di kelas.
”Setiap mata kuliah, setiap prodi, akan punya standar sendiri. Kalau mayoritas atau 70 persen dari waktunya adalah project-based, tentu ini tidak bisa dilakukan kalau standarnya sangat kaku dan preskriptif,” ungkapnya.
Kemudian, untuk penilaian mata kuliah, mantan bos Gojek itu tak ingin hanya mengandalkan huruf dan angka. Mulai saat ini, dia turut menerapkan agar indeks prestasi (IP) bisa juga dalam bentuk lulus atau tidak lulus (pass-fail). Aturan itu nanti dikhususkan untuk mata kuliah yang berbentuk kegiatan di luar kelas. Misalnya, kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang bermitra dengan industri dengan bentuk pelatihan tertentu dalam satu semester.
Sebelumnya, perubahan standar kompetensi kelulusan lebih dulu dipaparkan. Menurut Nadiem, menjadikan skripsi hingga disertasi sebagai satu-satunya cara menunjukkan kompetensi tidak relevan lagi di zaman sekarang. Apalagi untuk pendidikan vokasi.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menyambut baik terbitnya Permendikbudristek No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Pekerjaan rumah yang harus dilakukan saat ini adalah segera merumuskan standar pendidikan di level perguruan tinggi serta pedoman teknis lainnya. Misalnya, soal lulus sarjana tidak harus menulis skripsi. Kemudian, tidak ada kewajiban publikasi tugas akhir bagi program doktor dan magister. ”Ketentuan itu harus dirumuskan lebih detail dan implementatif di lapangan dengan tanpa mengurangi mutu yang dihasilkan,” jelasnya.
Sementara itu, sejumlah perguruan tinggi di Surabaya telah memulai lebih awal terkait perluasan opsi tugas akhir selain hanya skripsi. Sebut saja Universitas Airlangga, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Universitas Surabaya (Ubaya), Universitas Kristen Petra Surabaya, dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Rektor Unair Prof Mohammad Nasih mengatakan, tugas akhir (TA) bukan hanya skripsi, tetapi bisa juga karya-karya yang lain. Unair sudah lima tahun mengimplementasikannya. Mahasiswa yang juara dalam pengabdian masyarakat (pengmas), Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas), dan karya lainnya tidak lagi harus menggunakan skripsi.
Bahkan, tahun lalu Unair sudah mengeluarkan surat keputusan (SK) rektor mengganti mata kuliah (matkul) skripsi menjadi tugas akhir. Jadi, tugas akhir bisa diisi dengan skripsi, prototipe, dan kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) lainnya. ”Kami mengapresiasi langkah Pak Menteri. Hal ini yang sudah saya tunggu. Saya sudah mengeluarkan SK mengganti skripsi menjadi TA dan akan lebih kuat setelah ada peraturan menterinya,” ujarnya.
Rektor Universitas Surabaya (Ubaya) Benny Lianto juga mengatakan bahwa pihaknya sudah menerapkan pengganti skripsi sebelum kebijakan MBKM baru dikeluarkan. Upaya memberikan beberapa alternatif bagi mahasiswa tidak hanya skripsi. Mereka bisa membuat program MBKM kewirausahaan dan melaporkannya menjadi TA. ”Kalau ada yang mau skripsi silakan, tetapi yang memilih membuat program MBKM juga tidak masalah,” ujarnya. Pilihan untuk TA tersebut tentu bisa disesuaikan dengan kebutuhan tiap mahasiswa.
Di Unesa, menurut Wakil Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni Prof Dr Madlazim MSi, kebijakan skripsi bisa digantikan dengan artikel ilmiah berlaku sejak pandemi Covid-19. ”Mahasiswa yang memiliki prestasi di kompetisi bergengsi tingkat nasional dan internasional juga dapat apresiasi dibebaskan dari skripsi,” katanya. (JawaPos.com/c)
Penulis
: Redaksi
Sumber
: Koran SIB
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com