Jakarta (SIB)
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengingatkan pentingnya peran Bung Karno dalam pembentukan Pancasila.
Yudi berbicara soal nasib bangsa jika tidak ada Pancasila yang bisa merekatkan perbedaan-perbedaan yang ada di setiap penjuru Indonesia. Hal ini dikatakan Yudi pada podcast visual bertajuk 'Penggalian Bung Karno terhadap Pancasila 1 Juni' yang ditayangkan oleh akun YouTube Badan Kebudayaan Nasional (BKN) PDI Perjuangan.
"Bayangkan, kalau tidak ada Pancasila ini sebagai simpul perekat, mungkin gagasan Indonesia merdeka ini tidak akan terjadi. Ya memang mungkin ini sudah takdirnya Pancasila sebagai titik temu. Dan ini salah satu kontribusi terbesar Bung Karno terhadap bangsa Indonesia ini yaitu ia bisa memperkenalkan titik temu dari semua perbedaan yang ada di Indonesia," Yudi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/6).
Menurut Yudi, perbedaan memang telah menjadi karakter bangsa Indonesia sejak awal republik ini dibentuk. Dalam sidang BPUPKI misalnya, ia menyebut peserta sidang berasal dari perwakilan agama, etnis, minoritas yang berbeda-beda.
Dari segala perbedaan itulah, para pendiri bangsa mencari simpul titik temu untuk menyatukan perbedaan yang ada.
"Kondisi Indonesia ini sejak awal berbeda-beda. Jika kita bandingkan dengan negara lain, misalnya Amerika, itu kan pendiri bangsanya cenderung homogen, White Anglo Saxon Protestant, bahkan premier constitution-nya itu orang kulit warna seperti Indian itu keanggotaan kewarganegaraannya itu baru diakui setelah amandemen ke-14 hampir 100 tahun kemudian. Berbeda dengan Indonesia, yang memang memulai republik ini dengan segala keragaman yang ada," kata Yudi.
Yudi menyebut, Bung Karno mampu memahami inti dari segala perbedaan yang ada di Indonesia dengan Pancasila yang ia tawarkan dalam sidang BPUPKI karena telah melewati proses yang panjang.
Bung Karno disebut mulai merumuskan dasar negara sejak ia berusia 18 tahun, dan semakin memantapkan rumusannya saat ia berada di pengasingan Ende. Di Ende, ia memahami bahwa bangsa Indonesia tidak hanya terdiri atas satu agama saja, karena ia banyak berkawan dengan para pastor Katolik yang memang sangat pro-kemerdekaan Republik Indonesia.
Lebih lanjut Yudi menyebut, Bung Karno sebagai sosok yang tercerahkan. Hal itu dikarenakan Bung Karno mampu memahami inti dari perbedaan yang ada dalam kehidupan sosial manusia.
"Baru belakangan saya juga mengerti, mengapa dasar negara kita itu terhimpun dalam lima sila itu. Ahli perang China kuno itu, Tsun Zhu, dia bilang begini, pembeda dari orang yang tercerahkan itu ada dalam kesanggupannya untuk memahami simplisitas dari dasar kompleksitas," tutur Yudi.
"Jadi maksudnya, bagi orang awam mungkin mozaik warna itu warna-warni itu kan banyak sekali warnanya, tetapi bagi orang yang tercerahkan itu bisa ketemu dasar warna dari warna-warni itu, misalnya ada 5 warna dasar kan. Misalnya juga cita rasa makanan itu kan banyak macamnya. Namun, kalau kita pahami dasar rasa makanan, itu dasar rasanya itu lima juga, yaitu pahit, manis asam, gurih, dan asin. Jadi seberagam apa pun itu, sejauh itu masih manusia, pasti ada dasar perbedaannya," sambungnya.
Yudi mengatakan, perbedaan yang ada dalam kehidupan manusia khususnya di Indonesia mampu ditemukan dasarnya oleh Bung Karno. Sehingga ia dapat merumuskan simpul perekat yakni Pancasila, yang bahkan secara tidak langsung diakui oleh para ilmuwan dunia jauh setelah Pancasila dirumuskan.
"Dari ahli psikologi positif namanya Martin Seligman, dia bilang saya sudah membaca Moses, Siddharta Gautama, Jesus, Plato, Aristoteles. Bahwa agama-agama dan filsafat ini berbeda dalam detail, tetapi dia bilang ada sambungannya ada benang merahnya antara semua, dia sebut ada spirituality and transcendent, love and humanity, courage and temperance, wisdom, justice. Nah, itu kan sebenarnya Pancasila dari hal-hal yang disebutkan itu intinya," pungkasnya. (detikcom/a)