WHO Desak China Kooperatif Soal Penyelidikan Asal Mula Corona

* China Larang Warga yang Belum Divaksin Beraktivitas di Ruang Publik

297 view
WHO Desak China Kooperatif Soal Penyelidikan Asal Mula Corona
AFP/Fabrice Coffrini
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Jenewa (SIB)

Pemerintah China didesak untuk lebih kooperatif selama investigasi terkait asal-usul wabah corona. Direktur WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, meminta Beijing lebih transparan dan membuka akses data. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa penyelidikan asal-usul virus corona di China terhambat minimnya data awal penyebaran.


"Kami meminta China untuk transparan dan terbuka serta mau bekerja sama," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers, Kamis (15/7) seperti dikutip dari Reuters. "Kami berutang kepada jutaan orang yang menderita dan jutaan orang yang meninggal untuk mengetahui apa yang terjadi," katanya.


Dalam jumpa pers di Jenewa, Swiss, Tedros mengaku pihaknya tidak menutup kemungkinan adanya kebocoran laboratorium yang memicu wabah corona di Wuhan pada Januari 2019. Menurutnya, bantahan terkait tuduhan tersebut bersifat "prematur."


Pernyataan Tedros bergeser dari haluan kebijakan WHO yang selama ini cenderung menghindari konfrontasi dengan Beijing. Dia mengimbau agar China bersikap lebih kooperatif dalam penyelidikan. "Kami berharap akan ada kerjasama yang lebih baik untuk mengungkap apa yang terjadi," kata Tedros, seperti dilansir dari Deutch Welle, Jumat (16/7).


Sejak beberapa bulan terakhir, WHO menghadapi tekanan berganda untuk mengupayakan investigasi yang lebih dalam terhadap asal-usul wabah corona. Pada Januari tim ahli internasional menyambangi Wuhan untuk mengumpulkan data. Namun menurut Tedros, tantangan terbesar dalam fase pertama investigasi adalah akses terhadap data mentah. “Data mentahnya tidak dibagikan," kata dia.


"Sekarang kami sudah mendesain studi fase kedua dan kami meminta China untuk bersikap lebih transparan, terbuka dan kooperatif, terutama menyangkut data mentah seperti yang kami minta di masa awal pandemi."


Larang

Sementara itu, sejumlah kota di China menerapkan larangan bagi warga yang belum mendapatkan vaksin Covid-19 agar tidak melakukan aktivitas di ruang publik seperti sekolah, rumah sakit, dan pusat perbelanjaan.


Salah satunya di Kota Hancheng, Provinsi Shaanxi, di mana warga yang belum divaksin dilarang memasuki pasar, hotel, restoran, acara pertunjukan seni, instansi pemerintahan, dan dilarang menggunakan kendaraan umum. Aturan ini diterapkan menyusul munculnya varian Delta yang sangat menular di seluruh kawasan Asia. Kebijakan ini berlaku efektif mulai hari Kamis (15/07).


Dilaporkan di kabupaten Tianhe di provinsi Henan, para pegawai negeri sipil yang belum disuntik vaksin Covid-19 hingga tanggal 20 Juli mendatang terancam tidak akan menerima gaji. Pengumuman telah dikeluarkan sejak awal pekan ini.


Sementara di kota Chuxiong yang terletak di selatan provinsi Yunnan, semua penduduk yang berusia di atas 18 tahun perlu setidaknya mendapatkan satu dosis vaksin Covid-19 untuk dapat beraktivitas di ruang publik. Aturan ini akan berlaku pada 23 Juli mendatang.


Mereka yang kedapatan belum divaksin tidak diizinkan memasuki fasilitas umum termasuk rumah sakit, panti jompo, taman kanak-kanak dan sekolah, perpustakaan, museum, dan penjara, atau menggunakan kendaraan umum. Satu bulan kemudian aturan akan diperketat di mana hanya orang yang sudah divaksin dosis penuh yang dapat beraktivitas di ruang publik.


Kebijakan serupa juga dikeluarkan di enam kota dan kabupaten di provinsi Jiangxi timur, satu kota di provinsi Sichuan dan Gaungxi, dan tiga kota di provinsi Fujian.


Virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan, China, pada akhir tahun 2019 dan menyebar ke kota-kota sekitar. Tetapi pemerintah berhasil mengendalikan penyebaran virus corona di sebagian besar wilayah di negeri Tirai Bambu tersebut. China sendiri memiliki target nasional vaksinasi 64 persen dari 1,4 miliar populasinya pada akhir tahun ini.


Sebelumnya pada Senin (12/7), Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan larangan masuk ke restoran, kafe, pusat perbelanjaan, atau tempat publik lainnya bagi warga yang belum divaksinasi Covid-19 atau warga yang tidak dapat menujukkan hasil tes negatif Covid-19.


Macron juga mewajibkan tenaga kesehatan untuk divaksinasi sebelum tanggal 15 September. Bagi tenaga kesehatan yang belum mendapatkan vaksin hingga tenggat tersebut akan terancam denda. Macron juga mengumumkan bahwa pihaknya akan mengakhiri program tes PCR gratis agar mendorong warga Prancis mengikuti program vaksinasi.


Dilansir Associated Press, Prancis mencatatkan sekitar 926.000 janji vaksinasi sehari setelah Macron mengumumkan aturan tersebut. Hingga saat ini sekitar 41 persen populasi Prancis telah mendapatkan dosis penuh vaksin Covid-19.


Sementara di negara Teluk seperti Uni Emirat Arab (UEA) juga akan menerapkan larangan bagi warga yang belum menerima vaksin untuk masuk ke ruang publik seperti sekolah, universitas, mal, restoran, kafe, pusat kebugaran, museum, dan taman rekreasi di ibu kota Abu Dhabi. Aturan ini mulai berlaku pada 20 Agustus mendatang.


Kuwait telah menerapkan aturan serupa yakni larangan masuk ke pusat perbelanjaan, salon, pusat kebugaran, dan restoran bagi warganya yang belum mendapatkan vaksin Covid-19 sejak akhir bulan Juni silam. Berdasarkan data Johns Hopkins University & Medicine pada Kamis (15/07), total kasus positif Covid-19 global telah mencapai lebih dari 188 juta kasus. Dari angka tersebut sedikitnya 4.060.292 orang meninggal dunia. (DWI/dtc/AFP/Rtr/a)

Penulis
: Redaksi
Sumber
: Koran SIB
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com