Jakarta (SIB)
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengabarkan kondisi terkini terkait maskapai pelat merah Garuda Indonesia. Kartika menyebut Garuda Indonesia secara teknis bangkrut.
"Sebenarnya, kalau dalam kondisi seperti ini, kalau istilah perbankan itu sudah technically bankrupt, secara technically, tapi legally-nya belum. Ini yang sekarang kita sedang berusaha bagaimana kita bisa keluar dari situasi yang secara technically bankrupt," ujar Kartika dalam rapat Komisi VI DPR terkait restrukturisasi PT Garuda Indonesia (Persero) tbk di gedung MPR/DPR, Selasa (9/11).
Kebangkrutan itu terlihat, jelas Kartika, karena Garuda Indonesia sudah tidak membayar sejumlah kewajibannya. "Bahkan gaji pun juga sudah sebagian ditahan," jelas Kartika.
Kartika menyebut menurunnya kinerja Garuda Indonesia karena dua hal, yakni pandemi Covid-19 dan korupsi. Pandemi Covid-19, terang Kartika, bagai perfect storm buat Garuda Indonesia.
"Karena di saat Garuda berjuang dengan cost structure yang tinggi untuk bersaing kemudian revenue based-nya turun secara signifikan kalau kita lihat dari Januari 2020 itu turun revenue per bulan dulu di kisaran USD 235 juta pada 2019 akhir dan drop USD 27 juta per bulan dan sekarang ada di kisaran USD 70 juta," lanjut Kartika.
Apalagi saat ini sudah terjadi pengetatan pergerakan imbas pandemi yang tentu akan sangat berdampak langsung terhadap Garuda Indonesia. Salah satunya dengan berlakunya PCR.
"Penerapan PCR dan sebagainya (berdampak pada Garuda), ini akan terdampak langsung karena memang jumlah penumpang yang naik menjadi menurun signifikan. Sekarang ada di kisaran lumayan, yaitu USD 70 juta, Desember 2020 pernah mencapai USD 100 juta dan diketatkan lagi dan turun lagi dan ini yang membuat sulit memprediksi cash flow Garuda karena cash flow Garuda sangat tergantung pada pemulihan daripada kondisi Covid ini," imbuhnya.
Selain itu, korupsi di tubuh Garuda Indonesia menjadi sorotan. Mulai skandal laporan fiktif pada 2018 hingga markup nilai pesawat.
"Jadi saya sering ditanya Garuda ini kinerjanya turun karena apa? Apakah karena korupsi atau karena Covid? Ya dua-duanya, dampaknya secara signifikan di dua-duanya (korupsi dan Covid-19)," pungkasnya.
Bentuk Pansus
Menyikapi kondisi Garuda tersebut, NasDem mengusulkan DPR membentuk panitia khusus (pansus) untuk membenahi sejumlah permasalahan maskapai Garuda Indonesia. Pansus dibentuk guna mengurai benang kusut masalah maskapai itu.
"Dengan kondisi Garuda seperti ini, kita usulkan dibuat pansus untuk mengurai dan mengetahui masalah dari hulu hingga hilir maskapai pelat merah itu," kata anggota Komisi XI DPR Fraksi NasDem Fauzi Amro dalam keterangannya.
Fauzi mengatakan krisis yang dialami Garuda Indonesia disebabkan oleh moral hazard yang dilakukan manajemen selama bertahun-tahun. Salah satunya penggelembungan jumlah pesawat hingga 142 unit, padahal kebutuhan riilnya hanya 41 unit.
Kemudian adanya dugaan penggelembungan harga sewa dari US$ 750 ribu menjadi US$ 1,4 juta per bulan. Dengan kondisi seperti itu, Fauzi cukup yakin adanya tindak korupsi dalam hal penyewaan pesawat.
"Terkait hal itu saya mengusulkan agar direksi segera diganti, karena kondisi keuangan Garuda Indonesia saat ini yang terlilit utang sudah mencapai Rp 70 triliun dan diperkirakan bertambah Rp 1 triliun setiap bulannya. Ini bukti mereka telah gagal dalam mengelola Garuda Indonesia," tegas Fauzi.
Masyarakat, kata Fauzi, telah mengetahui opsi pailit yang ditawarkan Kementerian BUMN, selaku pemegang saham mayoritas Garuda Indonesia. Fauzi menambahkan langkah tersebut ditempuh jika upaya merestrukturisasi utang Garuda sebesar Rp 70 triliun lebih terhadap kreditur dan lessor menemui jalan buntu.
Fauzi melanjutkan Kementerian BUMN telah menawarkan bahkan sedang menyiapkan PT Pelita Air Service (PAS) untuk menggantikan rute penerbangan domestik PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
"Menurut saya, semua pemangku kepentingan perlu duduk bareng untuk membicarakan masalah Garuda ini dari hulu ke hilir. Kita perlu mengurai secara utuh. Karenanya, saya mengusulkan perlunya dibentuk Pansus Garuda, termasuk mendiskusikan dan mengevaluasi opsi yang ditawarkan Kementerian BUMN atau mungkin ada opsi lain yang lebih baik guna menyelamatkan Garuda," paparnya.
Fauzi memaparkan opsi mengganti Garuda Indonesia dengan Pelita Air kurang tepat. Pasalnya, secara brand, Garuda lebih kuat daripada Pelita Air.
"Salah satu masalah yang kita hadapi sebagai negara kepulauan adalah layanan transportasi. Dan jauh hari (almarhum) Presiden Habibie sudah mengingatkan pentingnya membangun dan mengembangkan maskapai penerbangan yang bagus, sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah transportasi lintas pulau Nusantara dan juga untuk penerbangan mancanegara seperti angkutan jamaah haji dan umroh," paparnya.
"Saya mengusulkan agar pimpinan DPR segera membentuk Pansus Garuda lintas komisi, seperti Komisi III, V, VI, dan XI. Semoga seluruh persoalan Garuda bisa diurai dan diselesaikan lewat opsi terbaik seperti harapan kebanyakan masyarakat pada maskapai kebanggaan Indonesia tersebut," harap Fauzi. (detikcom/c)