Wapres Sebut Tarif KRL untuk Orang Dianggap Kaya Perlu Uji Coba Dulu


270 view
Wapres Sebut Tarif KRL untuk Orang Dianggap Kaya Perlu Uji Coba Dulu
(Foto: kai.id) Baca artikel detiknews, "Sentilan Sana-sini soal Rencana Tarif KRL Khusus Orang Dianggap Kaya" selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-6488536/sentilan-sana-sini-soal-r
Ilustrasi KRL

Jakarta (SIB)

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut penerapan tarif kereta rel listrik (KRL) khusus untuk orang yang dinilai kaya perlu diuji coba. Sehingga, akan diketahui hal-hal yang perlu diperbaiki.


"Implementasinya seperti apa, mungkin perlu diuji coba dulu seperti apa hasilnya, bagaimana kekurangan-kekurangannya.

Sebab, satu ide yang baik itu kadang-kadang juga perlu dicoba implementasinya, dipaskan, sehingga nanti ada hal-hal yang perlu diperbaiki," kata Wapres Ma'ruf Amin di Istana Wapres Jakarta, seperti dilansir Antara, pada Kamis, (29/12).


Seperti diketahui, Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan, wacana perubahan skema pemberian public service obligation (PSO) atau subsidi.


Agar subsidi tepat sasaran, akan ada kartu baru khusus untuk penumpang KRL yang dikategorikan mampu atau kaya.


Diketahui, selama ini tarif KRL disubsidi pemerintah, dan hanya satu harga untuk semua penumpang. PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KAI Commuter mencatat pada 2021 realisasi subsidi tarif pengguna KRL mencapai Rp 2,14 triliun.


"Karena ini suatu ide yang ingin diterapkan dalam rangka 'cross subsidy', pemerintah akan melakukan uji coba terlebih dahulu," ungkap Wapres.


Bagi Wapres, wacana yang dilempar oleh Menhub bertujuan untuk terjadinya subsidi silang.


"Idenya kan memang baik, supaya yang kuat itu menolong yang lemah dan memang pembebanan itu supaya juga disesuaikan dengan daya pikulnya, istilahnya 'cross subsidy', yang kuat membantu yang lemah, itu idenya sudah betul," tambah Wapres.


Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal menjelaskan penumpang dengan kategori mampu akan membayar sesuai dengan harga asli KRL. Artinya, tarif untuk penumpang mampu bisa mencapai Rp 10-15 ribu.

Namun Kemenhub masih menimbang-nimbang data yang akan menjadi dasar pembeda antarpenumpang.


Ada kemungkinan akan menggunakan data Kementerian Dalam Negeri ataupun Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial. (detikcom/a)




Penulis
: Redaksi
Sumber
: Koran SIB
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com