Medan (harianSIB.com)
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) diminta untuk lebih teliti dan hati-hati dalam menangani perkara dugaan pemalsuan surat atas tersangka EF.
"Kita meminta agar jaksa dari Kejati Sumut lebih teliti dan hati-hati dalam memeriksa berkas perkara dugaan pemalsuan surat atas tersangka EF. Khususnya dalam pemeriksaan dua alat bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka," kata C Suhadi, kuasa hukum Alexleo Fensury selaku pelapor dalam perkara tersebut kepada jurnalis Koran SIB Rido Sitompul di Medan, Kamis (14/10/2021).
Menurut Suhadi, polisi telah bekerja secara transparan, profesional, teliti dan hati-hati sebelum menetapkan status tersangka terhadap EF. Sehingga status tersangka yang telah ditetapkan pihak kepolisian terhadap EF, sudah sesuai aturan hukum yang ada.
"Penyidik sebelum menetapkan status tersangka, sudah lebih dulu menggelar perkara tersebut. Jadi prosesnya tidak main-main. Untuk itu kita minta agar jaksa pun harus lebih teliti," terangnya.
Suhadi meyakini perkara yang saat ini sedang tahap pengembalian berkas dari jaksa peneliti ke pihak penyidik Polda Sumut untuk melengkapi (P19), hanya perkara sederhana. Sehingga, menurutnya, penanganannya pun tak perlu dirumitkan apalagi dalam kesimpulan jaksa di berkas P19 tersebut dinyatakan perkara itu masuk ke ranah perdata.
"Kalau mau fair saja, unsur yang diatur dalam Pasal 263 ayat 2 KUHPidana yang disangkakan terhadap tersangka, sudah jelas terpenuhi. Adanya perbuatan pidana yang dilakukan tersangka yakni menandatangani dokumen Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Sumber Prima Lestari (SPL) dilakukan tersangka di luar RUPS," ucapnya.
Penandatangan dokumen RUPS di luar jadwal RUPS, kata dia, sudah memenuhi unsur dugaan pemalsuan surat. Karena penggunaan dokumen tersebut yang menjadi alat bukti di Polda Sumut digunakan tersangka pada kegiatan lain yakni pada saat persidangan Niaga di Pengadilan Niaga Medan. Pada pasal 69 UU Perseroan Terbatas (PT), jelas dikatakan segala proses hukum berkaitan dengan hasil pengesahan dan lainnya berkaitan perusahan itu harus dilakukan melalui mekanisme RUPS dan tidak benar kalau dilakukan di luar itu," katanya.
Suhadi berharap jaksa agar lebih teliti memeriksa dokumen khususnya dokumen RUPS berupa dokumen Laba Rugi dan Neraca Keuangan yang tidak jadi dilaksanakan namun secara sepihak pada dokumen foto copy ditandatangani diam-diam oleh tersangka, tanpa RUPS dan tanpa diketahui Alexleo Fensury selaku Direktur di perusahaan tersebut.
"Karena yang kami laporkan itu sudah jelas. Dan bukti dokumen aslinya juga sudah kita tunjukkan kepada penyidik memang belum ditandatangani tersangka. Tetapi dokumen foto copy nya ditandatangani di luar RUPS," tegasnya.
Diketahui, Kejati Sumut telah menerbitkan surat pengembalian berkas perkara Exsan Fencury yang disangkakan melanggar pasal 263 ayat 2 KUHPidana ke penyidik Polda Sumut. Dalam surat yang ditandatangani Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejatisu Sugeng Riyanta menyimpulkan bahwa penyidik belum dapat membuktikan mens rea atau niat untuk melakukan kejahatan pada diri tersangka EF.
Selain itu, jaksa juga menyebut penyidik belum dapat mengungkapkan fakta hukum yang didukung dengan dua alat bukti yang cukup yang menunjukkan adanya tindak pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat 2 KUHPidana yang dilakukan tersangka EF serta penyidik juga dikatakan belum dapat membuktikan unsur dapat menimbulkan kerugian terhadap diri korban.
Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Hadi Wahyudi saat dikonfirmasi membenarkan berkas perkara tersangka Exsan Fensury dikembalikan jaksa untuk diperbaiki. "Masih diperbaiki kembali," katanya.
Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejatisu Yos Arnold Tarigan saat dikonfirmasi progres penanganan perkara tersebut mengatakan akan mengroscek terlebih dahulu ke jaksa penelitinya. "Saya cek dulu, besok saya informasikan," ucap Yos.
Kasus ini berawal ketika kakak adik ini mendirikan PT SPL dengan kedudukan saham 50-50. Dalam posisi jabatan perusahaan itu, Tjong Alex Leo Fensury menjabat sebagai Direktur untuk menjalankan PT SPL, sedangkan EF menjabat sebagai Komisaris dan mengelola keuangan PT SPL.
Namun, sejak berdiri dari tahun 2007, ternyata EF sebagai yang mengelola keuangan berdasarkan kuasa direksi dan EF tidak menerapkan open manajemen karena uang perusahaan tidak pernah dilaporkan kepada Direktur dan diduga terdapat uang perusahaan yang hilang atau tidak bisa dipertanggung jawabkan sekitar Rp 2,4 miliar lebih.
Sehingga pada 14 November 2014, Alex sebagai Direktur mengajak untuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan pada 24 November 2014, RUPS dilaksanakan. Tetapi RUPS tidak terlaksana sesuai harapan karena alasan EF minta penundaan seminggu dari jadwal RUPS dan hal itu tertulis di daftar hadir. Namun hingga sekarang, RUPS tersebut tidak terlaksana.
Lanjut Suhadi, hasil RUPS yang belum sempurna tersebut, diam-diam di luar RUPS dan tanpa sepengetahuan Alexleo ditandatangani tersangka. Hal Ini diduga telah melanggar hukum, selain itu dokumen tidak benar juga telah digunakan oleh EF seolah-olah telah ada RUPS dan data palsu itu digunakannya pada saat masalah ini bergulir di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan sebagai bukti.
"Nah data tidak benar ini yang kami laporkan, bukan masalah dividen dan pendirian perusahaan. Klien kami bukan pemegang keuangan, karena seperti diterangkan diatas bahwa pemegang keuangan adalah tersangka. Jadi jangan mentang mentang Alex Direktur seolah olah Klien kami yang salah, tidak demikian di PT SPL,†ujarnya.8
Berdasarkan data-data pada suatu keadaan palsu itu, Alex melaporkan masalah ini ke Polda Medan dengan pasal 263 Ayat 2 KUHPidana dan kemudian perkara bergulir ke Penyidikan. (*)