Presiden dan Undangan Gunakan Pakaian Adat Saat HUT ke-72 RI, Ini Komentar Sejumlah Kalangan di Sumut

* Oleh Desra Gurusinga SE (Wartawan SIB)

10.126 view
Medan (SIB)- Penggunaan pakaian adat dalam acara peringatan HUT ke-72 Kemerdekaan RI yang diselenggarakan di Istana Negara pada 17 Agustus 2017 mendapatkan sejumlah tanggapan dari berbagai kalangan.

Wakil Bendahara F-PDIP DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan
Penggunaan pakaian adat dalam acara peringatan HUT ke-72 Kemerdekaan RI yang diselenggarakan di Istana Negara pada 17 Agustus 2017 merupakan bentuk ekspresi keragaman budaya bangsa sekaligus sebagai simbol kekuatan bangsa.

Hal itu harus menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia karena ternyata Presiden RI juga bangga dengan keragaman budaya bangsa, ujar Wakil Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan kepada SIB, Jumat (18/8) mengomentari pelaksanaan peringatan HUT RI di Istana negara kemarin.
Keindahan dalam keragaman juga menjadi modal kita mengisi kemerdekaan dan menapaki masa depan bangsa. Kita memiliki modal dasar kekayaan suku dan budaya untuk menjadi bangsa yang besar, ujarnya menambahkan.

Momentum tersebut semakin spesial karena untuk pertama kali dalam sejarah, seluruh pejabat tinggi pemerintahan dan para undangan datang mengenakan pakaian adat yang ada di Indonesia. Yasonna Laoly PhD selaku Menteri Hukum dan HAM, Oesman Sapta Odang selaku Ketua DPD RI mendapat hadiah sepeda dari Presiden Joko Widodo sebagai pemenang pakaian adat terbaik. Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan istri juga terlihat spesial mengenakan pakaian adat Papua.

Penggunaan pakaian adat dari suku-suku yang ada di nusantara pada acara resmi kenegaraan di Istana Negara pada Perayaan HUT ke-72 RI sebagai bentuk komitmen Presiden dan seluruh jajaran pemerintah terhadap kebhinekaan Indonesia. Pesan yang tertuang di dalamnya, di antaranya kemerdekaan adalah kesepakatan untuk hidup bersama seluruh anak bangsa. Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil kerjasama seluruh anak bangsa dari berbagai suku, budaya dan wilayah.

Kebhinnekaan sebagai kekayaan bangsa yang diwujudkan dalam warna-warni pakaian adat dan telah dikenakan pada acara resmi kenegaraan. Ini merupakan pengakuan, penegasan dan peneguhan komitmen negara terhadap semua suku bangsa Indonesia. Komitmen Presiden terhadap semua suku dan wilayah sama dan telah dibuktikan dengan komitmen membangun bangsa dari pinggiran, dari perbatasan dengan negara lain.

Peringatan HUT ke-72 Kemerdekaan RI kemarin juga menjadi spesial karena dihadiri mantan Presiden seperti BJ Habibie, Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono dan istri, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hadir secara lengkap. Publik juga telah lama menunggu momentum pertemuan Presiden ke-5 Megawati Soekarno Putri dan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Selama 13 tahun keduanya tidak pernah bertemu dalam acara kenegaraan.

Sekjen GTDI Pdt DR Eben Siagian
Penggunaan pakaian adat dalam acara peringatan HUT ke-72 Kemerdekaan RI tersebut harus kita banggakan, ujar Sekretaris Gereja Tuhan Di Indonesia (GTDI) Pdt DR Eben Siagian kepada SIB via selularnya.

Hal itu menjadi contoh yang baik bagi bangsa Indonesia yang kaya akan keberagaman, baik suku maupun agama. "Kita harus bangga dengan budaya bangsa kita," ujar Eben lagi seraya menyatakan, jangan sampai kita sendiri menyatakan bahwa budaya kita kuno atau kolot. Banyak sekarang ini anak muda yang kurang mengerti tentang adat budaya masing-masing dan hal itu sangat menyedihkan.

Lagu-lagu yang sering dinyanyikan anak muda sekarang juga lebih banyak dari negara lain, bukannya lebih mencintai lagu-lagu daerah. Presiden RI sudah mencontohkan pemakaian baju adat dari Sabang-Marauke. Artinya, para pemimpin kita yang lain mulai dari pusat hingga ke desa-desa harus bisa mencontoh itu, sebutnya. 

Faktanya sekarang ini, banyak anak-anak tidak mengetahui bahasa ibu yaitu bahasa daerahnya sendiri. Hal ini sangat menyedihkan dan dikhawatirkan bangsa ini akan mengalami degradasi kebudayaan apabila tidak segera dilestarikan, ujar pria yang kerap menjadi Raja Parhata (Raja Parsinabul) dalam pesta-pesta adat Batak itu. 

Begitu juga dengan sekolah-sekolah, para guru diharapkan bisa menjadi ujung tombak pelestarian budaya di Indonesia seperti mengajarkan ilmu budaya, tarian dan lagu-lagu daerah, ujarnya. "Dulu saat saya sekolah di era-70-an, masih ada dipelajari budaya di sekolah," ujarnya lagi seraya menyatakan bahkan sampai masa kuliah, alat musik tradisional  mash dipakai di kampus seperti angklung, kolintang dan arumba yang terbuat dari bambu.  
Pengamat Politik Shohibul Anshor Siregar

Sejak dahulu negara tetap menganggap eksistensi kebudayaan daerah itu sangat penting meski secara politik ekspansi kebudayaan dan politik Jawa berhasil menjadi patron, ujar Pengamat Politik Shohibul Anshor Siregar kepada SIB via selularnya.

Kata Soetan Takdir Alisyahbana, kebudayaan Nasional itu adalah puncak kebudayaan daerah. Artinya sebetulnya tak ada kebudayaan nasional itu.
Hanya saja, jika Presiden RI Jokowi kemarin mengenakan pakaian adat tertentu, orang dapat faham bahwa simbol itu dapat menjadi pertanda apresiasi untuk unititas Indonesia yang integratif di bawah simbol Bhinneka Tunggal Ika.

Meskipun begitu, tindakan simbolik itu dengan sendirinya kelak akan merangsang tumbuhnya tuntutan demokratisasi lebih substantif. Misalnya, apalah yang dapat dibanggakan orang Papua meski jalan dibuka karena faktanya secara struktural mereka tak dipihaki dalam kebaikan yang memerdekakan.

Hak apa yang mereka miliki dari kekayaan alam yang dieksploitasi. Tidak akan terjawab sama sekali meski Presiden berpakaian adat Papua saat tampil dalam acara kenegaraan seperti perayaan 17 Agustus, ujarnya. (A13/q)

Tag:
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com