Kerangka Anak Era Holosen, Mata Rantai Masyarakat Nusantara Kuno


387 view
Kerangka Anak Era Holosen, Mata Rantai Masyarakat Nusantara Kuno
Shimona Kealy/ANU
Gua Makpan di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur

Satu makam kuno berisi kerangka anak-anak yang diperkirakan berusia 8.000 tahun digali oleh para arkeolog pada awal 2016 lalu di Gua Makpan, Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur. Fosil tersebut ditemukan dari dua penggalian berukuran 2 x 2 dan 1 x 1 meter di sekitar mulut gua.

Melalui laporan arkeolog dari Australian National University dan Universitas Gadjah Mada yang dipublikasikan pada 2020 di Science Direct, penemuan ini menjadi penambah mata rantai petunjuk mengenai peradaban prasejarah di Indonesia.

Dalam analisa metode arkeotanatologi, tak ditemukan adanya cidera yang mengakibatkan tewasnya anak tersebut di masa lalu. Meskipun pada sambungan kaki kiri dan tulang lehernya belum mengalami pembusukan di saat bagian lainnya mulai meluruh. Mereka menduga bahwa bagian tersebut dibungkus dengan sesuatu berbahan organik yang tidak terawetkan.

Para peneliti melihat terdapat bagian dari kerangka tersebut yang sedikit berantakan. Tulang-tulang penyusunnya berada di posisi yang tak semestinya dalam struktur anatomi.

“Khususnya tulang belikat dan klavikula [selangka] kiri, tulang tangan, epifisis proksimal humeri dan beberapa unsur panggul tri-partit, dengan ilium [tulang panggul] kanan terletak di atas iskium [tulang untuk duduk] kiri,” tulis mereka dalam publikasinya.

Kerangka tersebut pada saat ditemukan dalam kondisi kehilangan tulang lengan dan kaki. Mereka menduga, sebelum dimakamkan bagian tersebut dibuang ke tempat lain. Ketiadaannya saat ditemukan adalah hal yang lazim ditemukan dalam penggalian arkeologi peninggalan holosen di Nusantara.

“Tapi ini pertama kalinya kami melihatnya dalam penguburan anak,” terang Samper Carro, salah satu peneliti dari School of Archaeology and Anthropology, Australian National University.

Praktik pemakaman serupa pertama kali muncul di bagian utara Kalimantan berusia sekitar 10.000 tahun yang lalu, dan tersebar perlahan pada kepulauan Nusantara lainnya.

Para peneliti beranggapan praktik budaya itu tersebar akibat interaksi maritim, dan laju migrasi manusia ke penjuru kepulauan Asia Tenggara pada masa itu. Terlebih, pada masa holosen tersebut alat transportasi laut di kepulauan Nusantara sudah lebih baik.

"Hasil dari Makpan memberikan data lebih lanjut untuk mengarakterisasi praktik penguburan di ISEA [Kepulauan Asia Tenggara] dari masa kritis di Holosen awal sebelum diperkenalkannya praktik budaya baru yang berkembang oleh kemunculan peradaban tembikar sekitar 3.500 tahun yang lalu," tulis mereka.

Melalui laporannya, mereka mengakui temuan yang menggunakan metode arkeotanatologi dari kerangka tersebut masih terbatas. Sebab kondisinya tulang yang sedikit berantakan dan terdapat bagian tulang yang hilang, membuat pengamatan terhambat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai jenazah tersebut.

Mengenai usia anak tersebut melalui analisa gigi diperkirakan berusia sekitar enam hingga delapan tahun, tetapi tulang lainnya menunjukkan usia empat hingga lima tahun. Perbedaan hasil mengenai umur jenazah, diperkirakan akibat malnutrisi.

Selanjutnya, mereka berencana untuk meneliti mengenai gizi dan kesehatan pada kerangka ini di masa lalu. Carro dan timnya menduga bila terdapat malnutrisi pada manusia zaman holosen tersebut, akibat kejenuhan protein makanan laut yang memengaruhi pertumbuhannya.

“Namun, harus diingat bahwa makanan nabati kemungkinan besar berpengaruh pada makanan penduduk sekitar Makpan. Namun, kontribusinya masih belum diketahui karena tidak disimpan dalam catatan arkeologi,” jelas mereka. (Nationalgeographic/a)

Penulis
: Redaksi
Sumber
: Hariansib edisi cetak
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com