Tanjungmorawa (SIB)
Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam menunda pelaksanaan eksekusi atas perkara perdata nomor 05/Pdt/2011/PN/LP tertanggal 9 September 2011, terhadap lahan seluas 464 hektar di Desa Penara Kebun Kecamatan Tanjungmorawa Kabupaten Deliserdang.
Penundaan itu disampaikan Ketua PN Lubukpakam, Rosihan Juhriah Rangkuti SH MH ketika dikonfirmasi SIB melalui Jubirnya, Hendrawan Nainggolan, Jumat (27/1), terkait adanya aksi demo ratusan karyawan PTPN II yang tergabung dalam Serikat Pekerja Perkebunan (SPP).
Menurutnya penundaan itu karena alasan pengamanan pada pelaksanaan eksekusi.
Sementara dalam demo itu, SPP PTPN II meminta agar PN Lubukpakam membatalkan rencana eksekusi lahan HGU PTPN II Nomor 62 di Desa Penara Kecamatan Tanjungmorawa Kabupaten Deliserdang, karena ada 2 putusan pengadilan yang saling bertentangan.
Ketua SPP PTPN II, Ir Mahdian Triwahyudi SH MH mengatakan, putusan pengadilan atas gugatan Rokani dan kawan-kawan (dkk), perkara Nomor 05/Pdt.G/2011/PN Lbp, Sertifikat HGU Nomor 62/Penara dinyatakan tidak sah.
Sementara dalam perkara Nomor 103/Pdt.G/2018/PN.LBP pengadilan tingkat PK menyatakan Sertipikat HGU sah milik PTPN II.
Atas putusan itu, PTPN II telah mengajukan upaya hukum PK kedua atas perkara Nomor 05/Pdt.G/2011/PN Lbp yang dimohonkan eksekusi oleh Rokani dkk.
Selain upaya hukum PK tersebut, PTPN II juga telah melakukan upaya hukum pidana, atas penggunaan Surat Keterangan Tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang (SKTPPTSL) tertanggal 20 Desember 1953 yang diduga palsu oleh Rokani dkk, dalam perkara No 05/Pdt.G/2011/PN-Lbp.
Atas laporan itu, Polda Sumut telah menetapkan salah seorang dari penggugat berinisial M sebagai tersangka, ujar Mahdian.
Kemudian, PTPN III (Persero) selaku pemegang saham mayoritas (Holding) telah mengajukan upaya hukum perlawanan (derden verzet).
Menurut mereka, apabila PN Lubukpakam tetap memaksa melakukan eksekusi, dan ternyata upaya hukum PTPN II dikabulkan oleh Mahkamah Agung, maka hal ini dipastikan akan menimbulkan permasalahan baru dan menimbulkan kerugian Negara.
Eksekusi yang akan dilaksanakan berdasarkan bukti kepemilikan yang diajukan Rokani dkk pada SKTPPTSL, lokasi tanahnya tidak berada di lahan HGU Nomor 62/Penara.
Dengan alat bukti itu, terjadi kesalahan objek lokasi (error in objecto), karena dalam bukti surat tersebut, tanah Rokani dkk berada di Kebun Tanjung Merawa Kiri dengan komoditi tanaman tembakau eks PTP IX sedangkan lahan HGU Nomor 62 Penara, merupakan bahagian Kebun Tanjung Garbus dengan komoditi tanaman karet eks PTP II.
Dengan itu, Mahdian mengatakan apabila PN Lubukpakam melaksanakan eksekusi, selanjutnya masyarakat petani atau penggarap (penggugat), diduga akan mengalihkan lahan tersebut kepada seseorang berinsial AS yang diduga sebagai donatur yang membiayai perkara gugatan Rokani dkk.
“Pengadilan Negeri Lubukpakam diduga tidak mendukung perlawanan kepada mafia tanah dan mafia peradilan. Bagi kami harga mati untuk mempertahankan HGU Penara sebagai aset negara," ujar Mahdian.
Hal senada disampaikan salah seorang tokoh masyarakat Batangkuis, Datuk OK Nazar, yang mengatakan bahwa kebun tembakau PTP IX di era kolonial hanya sampai batas Sungai Belumai.
“Kalau di areal yang sekarang dikenal sebagai Desa Dalu Sepuluh, Sena, dan Bangunsari memang areal tembakau. Begitu juga di bagian Ramunia arah Lubukpakam. Tapi kalau Penara tidak pernah ada tembakau, dan arealnya murni milik PTPN II bukan eks PTP IX,” jelasnya.
Menurutnya, sebagai tokoh masyarakat Melayu yang tumbuh hidup dan bergaul di lingkungan kampung yang berbatasan dengan areal perkebunan, Datuk OK Nazar memahami betul situasi dan sejarah daerah perkebunan mulai Tanjungmorawa, Batangkuis sampai Lubukpakam.
Dia tidak sependapat kalau ada pihak yang mengklaim Penara sebagai eks lahan tembakau PTP IX. (C1/c)