Kisaran (harianSIB.com)
Penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan ternak sapi Tahun Anggaran (TA) 2019 sebesar Rp 1 miliar pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kabupaten Asahan, yang sudah tahap penyidikan tapi tanpa koordinasi dengan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) mendapat sorotan dari LBH Publik Asahan,
Direktur LBH Publik Asahan Fadli Manurung kepada harianSIB.com, Minggu (30/5/2021), mengatakan, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 dan UU Nomor 30 Tahun 2014, serta perjanjian kerja sama antara Kemendagri, Kejaksaan RI dan Kepolisian Negara RI di tahun 2018, jelas menekankan koordinasi APIP dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam penanganan pengaduan atau laporan masyarakat yang berindikasi tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintah daerah.
Lanjut Fadli, koordinasi dengan APIP dimaksudkan agar tidak terjadi ego sektor penegak hukum, ketidakjelasan dan ketidakpastian dalam merespon laporan masyarakat, tumpang tindih kasus, berebut kasus, saling menyalahkan, saling mengandalkan dan inefisiensi atau pemubaziran.
Hal ini juga dikuatkan perjanjian kerja sama antara Kemendagri, Kejaksaan RI dan Kepolisian Negara RI di tahun 2018 tentang koordinasi APIP dengan Aparat Penegak Hukum (APH) yang ditandatangani Mendagri, Jaksa Agung dan Kapolri.
“Bisa diartikan sikap Kejari Asahan tersebut menantang atau mengangkangi perjanjian yang ditandatangani Jaksa Agung selaku pimpinannya,” katanya.
Kasi Intel Kejari Asahan Josron Malau, didampingi Kasi Pidsus Vincent Tampubolon, saat dikonfirmasi harianSIB.com, Senin (31/5/2021), membantah pihaknya menantang Jaksa Agung. Menurutnya, penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan sapi pada Dinas PKH Asahan dilakukan berdasarkan SOP dan sudah sesuai KUHP.
“Tidak semua kasus dikoordinasikan, karena kalau semua dikoordinasikan maka kejaksaan akan menjadi kantor pos,” ujarnya.
Josron Malau menjelaskan, kasus pengadaan sapi pada Dinas PKH Asahan menggunakan dana APBD Asahan TA 2019 itu sudah masuk pada tahap penyidikan (dik) umum. Saat ini, sebutnya, tim masih meminta keterangan dari pihak yang berkompeten dalam kasus tersebut. Diketahui, ada 8 kelompok tani sebagai penerima bantuan ternak sapi tersebut.
“Direncanakan, minggu depan akan meminta keterangan ahli untuk menyimpulkan apakah ada potensi perbuatan melawan hukum maupun potensi kerugian negara. Jika ada potensi kerugian negara, maka akan ada audit yang bisa dilakukan oleh BPKP ataupun auditor lainnya,” jelasnya. (*)