Medan (SIB)
Pemerintah membatalkan pelaksanaan PPKM level 3 yang sebelumnya direncanakan akan diterapkan selama Natal dan Tahun Baru (Nataru). Kebijakan ini menimbulkan pro kontra di masyarakat. Ada yang menyikapinya secara positif dan mengapresiasi kebijakan pemerintah, tapi ada juga kalangan menilai pemerintah diskriminasi, kenapa di hari besar keagamaan tertentu saja boleh berkumpul.
Menanggapi pro kontra tersebut, Ketua Umum Persatuan Inteligensia Indonesia (PIKI) Sumut terpilih Dr Naslindo Sirait mengatakan, pemerintah dalam memutuskan satu kebijakan sudah melalui sebuah kajian yang dalam dengan mempertimbangakan semua hal. Termasuk pembatalan PPKM level 3 di masa Nataru sudah barang tentu semua parameter dan dinamika kondisi terakhir pasti menjadi acuan pemerintah dalam memutuskan itu. “Sekarang kembali kepada masyarakat sebagai warga negara yang baik, tentu bertanggung jawab terhadap diri juga terhadap lingkungannya.
Masyarakat kita sudah dewasa dalam menyikapi kondisi pandemi Covid-19. Silahkan disikapi dengan arif dan bijaksana,” kata Naslindo kepada wartawan, Selasa (21/12).
Maksud terkandung di dalam kebijakan itu menurut Kepala Biro Perekonomian Pemrov Sumut ini, pemerintah tidak melakukan pembatasan ketat sebagaimana pemberlakukan pembatasan dalam PPKM level 3. Tapi bukan berarti dimaknai bahwa masyarakat dalam melaksanakan aktivitas di akhir tahun ini bebas dan mengabaikan protokol kesehatan.
Melaksanakan protokol kesehatan sudah seharusnya jadi budaya baru ada atau tidak ada PPKM, ada atau tidak ada himbauan pemerintah, masyarakat sudah mandiri dalam menjalankan protokol kesehatan.
Menurut dia, perlu juga dipikirkan untuk mulai tidak membiasakan diri mudik itu hanya pada masa di tahun baru atau saat hari raya keagamaan. Sesungguhnya, bukan hanya karena PPKM, perlahan-lahan budaya mudik sudah harus dipikir ulang oleh masyarakat. Liburan keluarga bisa menggunakan liburan yang lebih berkualitas di waktu lain sehingga tidak semuanya tumpah ruah di masa-masa hari besar keagamaan. Karena ini akan membuat konsentrasi logistik, transportasi akan meningkat, dan keramaian di titik titik tertentu. Kondisi ini akan menyebabkan kemacetan, harga tiket meningkat dan mendorong inflasi.
“Memang ini tidak mudah, tapi perlu kita edukasi masyarakat perlahan agar budaya libur direncanakan dengan baik secara pribadi-pribadi tidak dalam satu musim serentak. Pemerintah kita yakini pasti akan melindungi masyarakat dari ancaman Covid, tapi pemerintah perlu memberikan relaksasi agar ekonomi juga dapat pulih dan bergerak. Sekarang bagaimana relaksasi itu harus disikapi dengan dewasa dan bertanggung jawab oleh masyarakat,” terangnya.
Diatur atau tidak diatur pemerintah, kata Naslindo seharusnya bisa membuat pengaturan lebih baik dalam menjalankan ibadah natal dan tahun baru. Dengan membatasi kehadiran jemaat di gereja dengan menerapkan sistim hibrid dan menjalankan protokol kesehatan. Umat Kristen diminta bijak dalam menyikapi kebijakan pemerintah. Kegitan keagamaan dan pengamalan keagamaan tetap jalan tetapi penyesuaian terhadap kondisi pandemi yang belum berakhir harus juga diutamakan.
“Masyarakat harusnya tidak perlu menghabiskan energi membicarakan kebijakan ini, percaya saja pada pemerintah, kita mendukung pemerintah melalui sikap disiplin menjalankan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya. (A8/f)