Stunting Persoalan Serius di Sumut, Tiga Daerah Paling Tinggi Angka Kasus


313 view
Stunting Persoalan Serius di Sumut, Tiga Daerah Paling Tinggi Angka Kasus
(Foto: harianSIB.com/Leo Bukit)
PUKUL GONG: Rektor USU Dr Muryanto Amin didampingi yang lain membuka program dan penandatanganan MoU antara USU dengan 25 perguruan tinggi pendamping dan BKKBN dengan cara memukul gong di Hotel Santika Premiere Dyandra, Jalan Kapten Maulana Lubis Medan, Kamis (1/9).

Medan (SIB)

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 preventif stunting Sumut berada di angka 25,8% atau peringkat 17 secara nasional. Stunting atau masalah kurang gizi kronis masih menjadi persoalan serius di Sumut.

Rektor USU Dr Muryanto Amin mengatakan, untuk menekan angka stunting di Sumut, maka 25 perguruan tinggi mengadakan pendampingan masyarakat melalui Program Matching Fund Kedaireka.

Nantinya masyarakat akan diberikan pengetahuan tentang gizi, prakonsepsi, gizi ibu hamil hingga gizi 1.000 hari kehidupan bayi. Selain itu, masyarakat akan diberi pendampingan pengolahan makanan tambahan berbasis pangan lokal.

"Program ini merupakan upaya dari kampus untuk mengajak stakeholder terutama BKKBN menurunkan angka stunting. Aksinya akan turun ke lapangan, membuat dapur sehat dengan menggunakan pangan lokal. Jadi pendampingan lebih fokus ke pasangan mau menikah, ibu hamil untuk mengatasi stunting," katanya, usai launching program dan penandatanganan MoU antara USU dengan 25 perguruan tinggi pendamping dan BKKBN di Hotel Santika Premiere Dyandra, Jalan Kapten Maulana Lubis Medan, Kamis (1/9).

Sementara itu, Kepala BKKBN Perwakilan Sumut Muhammad Irzal mengatakan di Sumut terdapat tiga daerah yang paling tinggi kasus stunting antara lain Kabupaten Madina berada di angka 44,7 persen, Padanglawas 40,8 persen dan Pakpak Bharat 40 persen.

"Ini tiga besar berdasarkan angka SSGI 2021. Untuk daerah beresiko stunting, maka percepatan penurunan stunting, harus kita perbaiki dari hulu. Misalnya saja, untuk pasangan yang mau menikah, dan ibu rumah tangga, kita berikan informasi bagaimana mencegah terjadinya stunting," jelas Irzal.

Irzal menambahkan pendampingan akan dilaksanakan di 25 kabupaten kota. Dengan kolaborasi perguruan tinggi, diharapkan angka stunting di Sumut bisa turun.

"25 perguruan tinggi ini akan dikoordinir oleh USU. Nantinya tim akan turun ke lapangan memberikan pendampingan ke masyarakat agar memanfaatkan makanan lokal. Karena Sumut daerah agraris, ikannya ada, lahannya subur, makanya kita berikan informasi bagaimana dia mengelola makanan lokalnya mnjd makanan bergizi untuk keluarga yang beresiko stunting," urainya.

Tim Peneliti Stunting USU, Destanul Aulia menambahkan keterlibatan 25 perguruan tinggi ini diharapkan bisa menekan angka stunting hingga 14 persen pada Tahun 2024.

"Kita harap bahwa keterlibatan perguruan tinggi akan memberikan pencerahan kepada seluruh stakeholder yang ada di Sumut. Jadi kita ajak sama sama bergotong royong. Kita berharap penurunan stunting bisa terjadi," ujarnya.

Menurutnya stunting bisa disebabkan soal perilaku hidup bersih dan sehat hingga pola pikir. Selain itu faktor budaya juga sangat berperan menyebabkan tingginya angka stunting.

"Di Sumut ada tiga daerah yang angka stunting nya tinggi. Penyebabnya lebih ke soal perilaku, mengubah mindset nya susah sekali, kita perlu waktu. Ada budaya di daerah itu yang belum terbuka. Itu yang harus kita kikis. Misalnya buang air tidak di tempat yang disediakan. Selain itu masalah pola asuh dan gizi. Dengan pendampingan dari perguruan tinggi, maka angka stunting ini bisa ditekan," terangnya. (SS6/c)

Penulis
: Redaksi
Sumber
: Koran SIB
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com