Medan (SIB)
Tokoh masyarakat dan praktisi dunia transportasi Sumut Djumongkas Hutagaol mengajak masyarakat untuk membuka hati nurani dalam memilih pemimpin.
"Waspadalah dengan drama penuh 'make up' dan dempulan demi menutup segala borok. Sumut harus bebas dari politisiasi identitas dan harus mengeliminir intoleran," katanya di Medan, Minggu (27/8).
Ia mengingatkan apa yang terjadi pada Pilpres 2014 dengan warna-warni tindakan kaum intoleran. Warnat ersebut makin jelas kala Pilkada DKI 2017 di Basuki Tjahaja Purnama - dan Djarot Saiful Hidayat ‘dikalahkan’ sebab memolitisasi SARA. Bukan soal pemenang, tapi masyarakat jadi terpolalirasi. Bahkan, lanjutnya, hingga kini masih mengemuka istilah 'jual ayat dan jual mayat' itu.
Terakhir Pilpres 2019, yang menurut Djumongkas, juga penuh dengan serangan bernuansa SARA kepada Pasangan Jokowi - Amin Ma'ruf. "Sangat terasa politik identitas. Cara seperti itu harus diberangus pada Pemilu 2024," sebut politisi senior PDI Perjuangan tersebut.
Lalu jadi pertanyaan sekaligus keanehan, lanjut Djumongkas, kenapa menjelang Pilpres 2024, ada yang seolah-olah menjadi pengagum Jokowi? "Kenapa tiba-tiba memuji-muji? Drama apa lagi ini?" tanyanya. "Apa karena tahu bahwa Jokowi saat ini adalah sentral politik di Indonesia dengan tingkat kepuasan masyarakat antara 75 hingga 80 persen? Yang artinya pendukung Jokowi nyaris mencapai 80 persen. Apa itu alasan sehingga sibuk memuji Jokowi dan keluarga Jokowi, yang dulu setiap ada pemilihan selalu menjadi bahan caci-maki dan serangan SARA dari mereka juga? Ada apa...?" lanjutnya.
Tentang kaum intoleran, sebutnya, ada aktornya hingga kelompok itu kapan muncul dan kapan bertindak. "Sebagai pendukung Jokowi, marilah kita benar-benar cermat menilai, siapa sebenarnya representasi dari Jokowi. Apa mungkin Jokowi sepakat dengan figur yang tidak sejalan dengannya?" simpulnya.
Ia lantas mengutarakan sebuah ungkapan Jokowi soal pemimpin dan keluarga. "Saya ingat, komedian Cak Lontong mewawancarai Pak Jokowi dalam sebuah acara di TV. Ada pertanyaan kepada Pak Jokow, soal resep dua kali walikota, satu kali gubernur, dan dua periode Presiden. Lalu Pak Jokowi jawab, harus mulai bisa membina keluarga, baru bisa membina masyarakat. Itu jawaban Jokowi," katanya.
Artinya, menurutnya, itu sudah sangat jelas, figur seperti apa yang Jokowi harapkan menjadi penerusnya. "Kita kan bisa lihat langsung. Ada yang setiap lima tahun seakan mau rujuk. Tapi tak jelas kemudian setelah kalah Pilpres. Jadi saya kira, tidak sulit mengartikan ke mana tujuan kata-kata Pak Jokowi ini," tutupnya. (R10/c)