Medan (SIB)
Dua perkara pidana umum (Pidum) dari wilayah Kejati Sumut dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ). Usul penghentian itu diajukan Kajati Sumut kepada JAM Pidum Kejagung melalui ekspose (gelar) perkara dari ruang vicon lantai 2 Kejati Sumut, Selasa (12/9).
Kedua perkara Pidum tersebut,satu dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Dairi atas nama tersangka Lidya Tarihoran terkait penganiayaan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana. dan satu dari Kejari Asahan atas nama tersangka Suparmin terkait perkebunan, melanggar Pasal 111 UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan “melakukan perbuatan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari hasil penjarahan atau pencurian atau Pasal 107 Huruf d UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan “memanen/memungut hasil perkebunan secara tidak sah”.
“Ekspose perkara disampaikam Kajati Sumut Idianto kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr Fadil Zumhana yang didampingi Kasubdit pada JAM Pidum dan pejabat lainnya. Ekspose perkara ini juga diikuti Kajari Asahan dan Kajari Dairi serta Kasi Pidum dan JPU kedua perkara,” sebut Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan dalam siaran persnya, Rabu (13/9).
Dijelaskan, ke 2 perkara itu disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya karena telah memenuhi syarat sebagaimana menurut Perja No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif. Syarat itu antara lain bahwa tersangka dan pihak korban telah berdamai dan tidak ada lagi dendam. Tersangka dan korban telah membuka ruang yang sah menurut hukum secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.
Menurut Yos, penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, yaitu mengedepankan tindakan humanis kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya, pelaku juga menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
“Tahapan atau syarat yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini, bahwa tersangka pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penunut umum. Antara tersangka dan korban sudah bersepakat berdamai dan membuka ruang yang sah menciptakan harmoni di tengah masyarakat, tidak ada dendam di kemudian hari.
Kasi Penkum Kejati Sumut menginformasikan, dengan bertambahnya dua perkara pidum yang penuntutannya dihentikan melalui pendekatan keadilan restoratif, maka hingga September 2023 sudah 94 perkara Pidum yang dihentikan di Sumut atas pengajuan dari Kejati Sumut kepada JAM Pidum. (BR1/d)