Refleksi Goncangan Gempa Cianjur, dan Toleransi Nurani Kebangsaan

Oleh: Dr Ferdinand Butarbutar SE MBA

1.456 view
Refleksi Goncangan  Gempa Cianjur, dan Toleransi Nurani Kebangsaan
Foto: Ist/harianSIB.com
Dr Ferdinand Butarbutar SE MBA

Gempa Cianjur tgl 21 November merupakan malapetaka dahsyat dimana gaungnya sangat nyaring sampai ke pelosok nusantara, khususnya bagi masyarakat Jawa Barat merupakan malapetaka, karena mengguncang 16 daerah Kecamantan, dan 169 Desa.

Tidak heran jumlah pengusi sampai 114.683 jiwa, korban akibat gempa cukup menggenaskan, rumah rusak berat ringan 35.801 unit, sarana pendidikan 518 unit, tempat ibadah 269 unit, fasilitas kesehatan 14 unit, gedung perkantoran 17 unit, berbagai fasilitas jalan jembatan lainnya terhempas akibat gempa.

Aktivitas transaksi ekonomi terbengkalai, hubungan sosial terabaikan dimana secara pisikologis jiwa masyarakat dipenuhi rasa khawatir dan ketakutan karena sudah mengalami tingkat stress yang menggenaskan melihat dan menyaksikan akibat gempa dimana penduduk sampai ratusan orang meninggal.

Catatan BMKG gempa susulan sudah terjadi 161 kali dari gempa utama di Cianjur hingga Rabu tgl 23 November pagi pukul 07.00 WIB.

Menurut Daryono, kepala BMKG, gempa sdh 14 kali terjadi di daerah Cianjur-Sukabumi, untuk pertama kali tercatat pada tahun 1844, 1879, 14 Januari 1900 s/d November 2022 dengan berbagai kerusakan yang timbul akibat gempa.

Memang gempa bumi merupakan salah satu bencana alam dan sulit dicegah karena penyebab terjadinya dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan lempengan yang bergerak ke satu arah atau bisa lebih.

Semakin lama kian membesar dan akhirnya tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempeng.

Tenaga-tenaga ahli dari Badan Geologi telah mencatat secara statistik dan memetakan wilayah-wilayah kegempaan di seluruh Indonesia, mereka berkesimpulan bahwa hampir seluruh wilayah Nusantara dari mulai Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua memiliki potensi tingkat kegempaan yang sama kecuali Pulau Kalimantan.

Tidak heran, gempa bumi Ciancur disusul kemudian oleh gempa Mamasa di Sulawesi Barat tgl 5 Desember pkl 05.42 WIB, pusat gempa berjarak 12 kilomeer dari sebelah timur laut Mamasa dengan kedalaman 10 kilometer.

Kemudian gempa bumi di Labuan Bajo 6 Desember pkl 00.14 WIB. Pusat gempa bumi berada di laut 67 kilometer barat daya Labuan Bajo, NTT, kedalaman pusat gempa 93 kilometer

Revitalisasi Pemukiman

Bila pemerintah sudah memetakaan alur gempa nasional: propinsi, kabupaten dan kecamatan, maka kewajiban pemangkukepentingan melakukan mitigasi dengan memperhatikan zona aman dan peraturan penggunaan lahan dalam hal alokasi perumahan penduduk, membangun rumah tahan gempa dengan teknik membangun di area rawan bencana harus benar-benar sesuai dengan standar, serta menyediakan peralatan modern untuk pemantauan proses-proses geologi yang harus lebih banyak disebar di beberapa wilayah rawan bencana.

Pemerintah bisa berkaca dengan melihat negara Jepang yang juga sering mengalami gempa tetapi bisa melakukan mitigasi untuk mengurangi tingkat risiko kerugian ekonomi dan korban jiwa.

Resep mitigasi adalah memproteksi diri dari pada menghadapi bencana yang memporak porandakan kehidupan masyarakat.

Dalam hal ini pemerintah perlu bijak, tegas, dan disiplin, memonitor peta wilayah dan ruang yang nyaman bagi penduduk untuk tempat tinggal keluarga. Karena tidak mungkin penduduk dari Sumatra, Jawa, NTT, Sulawesi dan Papua akan melakukan transmigrasi ke Kalimantan hanya untuk menghindar dari gempa bumi.

Sekarang waktu yang tepat memasukkan materi pembelajaran menghadapi gempa bumi di kurikulum sekolah, seminar di Mesjid, Gereja, Wihara dan Kuil karena hal itu merupakan tanggungjawab bersama memberikan pengetahuan, dan cara mengurangi resiko untuk menjaga keteduhan.

Penulis teringat pada waktu masih di Berriens-Spring Mischigan thn 1980, Para guru memberikan pembelajaran bagi siswa untuk menghidari risiko dari angin taifun TORNADO.

Bilamana Tornado datang pada waktu siswa masih di dalam kampus atau di ruangan kelas, mereka sudah tau menghindar dari reruntuhan bangunan, sudah paham melindungi dirinya bila waktu berjalan pulang ke rumah di tengah-tengah badai.

Pada waktu berada di ruangan kantor, gedung bertingkat, atau bila sedang mengendarai mobil, sehingga tidak mati konyol bila taifun datang tiba-tiba, pembelajaran memperkecil risiko itu sangat penting.

Editor
: Bantors
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers hariansib.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online hariansib.com Hubungi kami: redaksi@hariansib.com