Simalungun (SIB)- Kota Perdagangan merupakan salah satu daerah Kecamatan yang berada di Kabupaten Simalungun. Kota ini merupakan kota yang sangat menarik untuk ditelusuri keberadaannya. Kota ini dikenal dengan sebutan Sampan Tao di kalangan etnis Tionghoa dan juga pernah disebut sebagai kota walet karena banyaknya bangunan walet di daerah itu.
Dari makna kata dagang, kota Perdagangan memang sesuai dengan penyebutannya dimana sebagian besar hidup masyarakatnya hidup dengan berdagang. Uniknya, mengapa daerah itu disebut nama kota Perdagangan dan mengapa pula kalangan etnis Tionghoa lebih suka menyebut kota Perdagangan dengan nama Sampan Tao?
Setelah melalui penelusuran didapat sedikit cerita bahwa dahulu kira-kira sekitar di bawah tahun 1910 di kota Perdagangan ada sebuah pabrik getah milik penjajahan Belanda yang saat ini lokasinya berada di sekitar Lingkungan Lormes (Lorong Mesjid) Kelurahan Perdagangan I dan pengusahaannya dipercayakan kepada Tan Hong Seng dan inilah awal cikal bakal berdirinya kota Perdagangan. Hal itu seperti diucapkan oleh Wahid (58), warga Perdagangan yang mendapatkan cerita dari mendiang orang tuanya bernama Sulaiman semasa masih hidup. Menurut Wahid, orang tuanya pernah bekerja di pabrik getah tersebut sekitar tahun 1940-an dan cerita tersebut didapatkan dari pekerja yang suda lebih lama bekerja dari dirinya.
Berikut masih menurut cerita Wahid, orang tuanya mengungkapkan bahwa awalnya di sekitar kota Perdagangan tidak ada satu pun perumahan masyarakat, semuanya masih dikelilingi oleh tanaman karet. Memang pada saat itu daerah tersebut merupakan daerah perkebunan karet yang sudah ada sejak jaman Belanda. Singkat cerita seiring tanaman karet udah menghasilkan dibangunlah pabrik karet. Setelah hasil produksi kebun karet meningkat maka tenaga kerja semakin bertambah. Dengan bertambahnya tenaga kerja maka penyediaan bahan pokok untuk makanan sehari-hari bagi pekerja dan pegawai yang ada di pabrik tersebut juga semakin meningkat pula.
Biasanya pada saat itu bahan pokok makanan disuplai dari kampung tetangga yakni dari kampung Kedai bawah, yang saat ini daerahnya masih ada di sekitar Nagori Marihat Bandar, Kecamatan Bandar dan juga dari kampung Boluk yang saat ini daerahnya masih ada di Kecamatan Bosar Maligas. Karena masih minimya infrastruktur dan transportasi kedua daerah tersebut pada saat itu cukup jauh untuk ditempuh dan biasanya transportasi masih melalui jalur sungai Bahbolon dengan menggunakan sampan.
Guna mempermudah persediaan makanan pokok, pihak pabrik pun berinisiatif mengundang para pengusaha bahan pokok untuk berjualan di sekitar pabrik tersebut dengan iming-iming akan dibuatkan fasilitas rumah. Seiring dengan waktupun aktifitas semakin bertambah, masyarakatpun semakin banyak yang datang dan tinggal di sekitar pabrik. Pihak pabrikpun akhirnya membuat perkampungan baru dengan diberi nama Perdagangan, nama ini diambil karena awalnya pabrik mengundang para pedagang untuk berdagang ke lokasi tersebut. Dan akhirnya berkembang menjadi seperti sekarang ini.
Melihat penelusuran cerita yang didapat bisa saja berdirinya kota Perdagangan, kemungkinan di sekitar tahun 1900an awal namun belum tahu kapan tanggal bulan dan tahun pastinya. Menurut tanda yang ada di atas bangunan salah satu rumah tua yang saat ini milik pengusaha Rumah Makan Buyung Kawi di Jalan Sisingamangaraja Perdagangan ditemukan ada ukiran tahun 1931. Mungkin saja kota Perdagangan dibangun sekitar tahun tersebut. Karena saat ini bangunan tersebutlah yang masih menyisakan tanda, sementara bangunan pabrik saat ini sudah tidak ada lagi. Lokasi pabrik karet dahulu berada di sekitar di belakang Jalan Sisingamangaraja tepatnya di Lingkungan Lorong Mejid Kelurahan Perdagangan I.
Disebut Dengan Sampan Tao
Apeng (70) warga Perdagangan, pernah mengungkapkan mengapa kalangan etnis Tionghoa lebih suka menyebut kota Perdagangan dengan kata Sampan Tao, sebab menurut cerita orang tua-tua dulu, pada saat itu angkutan darat sangatlah jarang di kota Perdagangan. Kebanyakan masyarakat untuk berdagang dan berinteraksi selalu memakai jasa angkutan air yakni dengan menggunakan sampan. Karena kala itu pedagang lebih didominasi dari kalangan etnis Tionghoa mereka menyebut kota Perdagangan dengan kata Sampan Tao yang artinya kepala sampan. Dan sebutan tersebut melekat sampai saat ini.
Dari cerita tersebut, kemungkinan kata-kata Sampan Tao sudah ada sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Ini dapat ditandai dengan adanya Vihara yang usianya sudah mencapai lebih seratus tahun lebih. Dan sampai saat ini Vihara tersebut masih berdiri kokoh serta masih difungsikan untuk kegiatan agama bagi kalangan etnis Tionghoa, ucap Apeng.
Camat Bandar Samsul Pangaribuan SH MSi saat dikonfirmasi mengenai sejarah berdirinya kota Perdagangan, Senin (21/8) mengatakan, sampai saat ini sejarah tentang berdirinya kota Perdagangan masih sekedar dari cerita saja. Belum ada penelitian dilakukan kapan pasti berdirinya kota ini. Kita sebenarnya sudah pernah beberapa kali membicarakan hal ini dengan para tokoh masyarakat Perdagangan namun masih sedikit bukti-bukti yang didapat.
Dan untuk ini, rencananya kita akan kembali untuk membuat pertemuan dengan para tokoh masyarakat. Berikut kita juga akan mengundang orang Perdagangan yang saat ini sudah merantau, guna sama-sama mencari dan bertukar informasi agar kepastian kapan berdirinya kota Perdagangan dapat titik terang, ucap Samsul yang juga merasa berterima kasih kepada SIB yang sudah mau peduli tentang sejarah berdirinya kota Perdagangan. (D09/q)