Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 23 Juni 2025

Komjak Duga Pinangki Tak Sendiri: Ada "Kekuatan Besar" yang Harus Diungkap

* Kejagung Bantah Ada Konflik Kepentingan
Redaksi - Jumat, 28 Agustus 2020 10:34 WIB
326 view
Komjak Duga Pinangki Tak Sendiri: Ada "Kekuatan Besar" yang Harus Diungkap
Edi Wahyono/detikcom
Ilustrasi.
Jakarta (SIB)
Pinangki Sirna Malasari masih seorang diri menyandang status tersangka penerimaan suap terkait terpidana Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Namun Pinangki, yang seorang jaksa, diduga tidak bekerja sendiri.

"Dia bukan pejabat eselon tinggi. Dia bukan penyidik, bukan punya kewenangan, nggak ada kaitannya dengan eksekutor tapi kenapa bisa ketemu sama Joker? Itu kan yang publik selalu menduga-duga maka diduga itu kan tidak bekerja sendiri. Ada keterlibatan pihak-pihak lain itu," ujar Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak kepada wartawan, Kamis (27/8).

Joker yang dimaksud Barita merupakan julukan untuk Djoko Tjandra. Pinangki sendiri sebelumnya menjabat Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin).

Pinangki awalnya dicopot dari jabatan itu setelah terbukti melanggar etik beberapa kali bertemu dengan Djoko Tjandra. Belakangan Kejaksaan Agung (Kejagung) menelusuri dugaan suap yang diterima Pinangki.

Komjak sendiri sebelumnya hendak memeriksa Pinangki tetapi pihak kejaksaan menyatakan tidak perlu lantaran Pinangki sudah diperiksa oleh bidang pengawasan kejaksaan. Komjak pun terbentur kewenangan untuk memeriksa Pinangki.

Berkaca dari jabatan Pinangki sebelumnya, Barita menduga ada pihak lain yang melindunginya. Untuk itu, Barita menyarankan agar kasus ini ditangani KPK agar tidak ada konflik kepentingan. "Diduga ada kekuatan besar di belakangnya itu yang harus diungkap pro-justicia, yang oleh publik sudah menduga ke arah sana," kata Barita.

"Kenapa disebut kekuatan besar? Karena dia nggak punya kewenangan apa-apa untuk itu. Kenapa ini nggak maju-maju kasusnya kan begitu. Itu yang membuat ini yang bisa saja mafia hukum, sindikat hukum," imbuhnya.
Namun Kejaksaan Agung (Kejagung) menepis dugaan tersebut.

"Proses penyidikan tidak ada istilah kekuatan besar. Tetapi alat bukti yang didapat oleh penyidik. Baik itu alat bukti berupa keterangan saksi, surat, keterangan ahli, maupun keterangan tersangka atau petunjuk," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono di Gedung Bundar, Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (27/8).

Kejaksaan Agung juga membantah adanya konflik kepentingan terkait pemeriksaan yang hendak dilakukan Komisi Kejaksaan atau Komjak terhadap jaksa Pinangki. Kejagung mengatakan, sudah ada mekanisme tersendiri yang tertuang dalam peraturan presiden (Perpres) dan MoU terkait pemeriksaan tersebut.

"Sebetulnya tidak ada conflict of interest, kita pahami Peraturan Presiden nomor 18 tahun 2011 pak ketua Komjak sudah mengatakan di samping ada Perpres 18/2011 ada juga MoU antara Komjak dengan Jaksa Agung, bagaimana mekanisme, proses terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh jaksa maupun PNS pada kejaksaan," kata Hari Setiyono.

Hari menuturkan, laporan yang masuk ke Komjak, beberapa sudah ditangani oleh bidang pengawasan Kejagung. Dikatakan Hari, bidang pengawasan juga sudah menindaklanjuti pemeriksaan dari hasil laporan tersebut serta telah menjatuhi hukuman dan menetapkan Pinangki sebagai tersangka. "Kejadian ini adalah untuk kali ini ada warga masyarakat yang melapor juga ke Komisi Kejaksaan, ada juga yang sudah ditangani oleh kejaksaan dalam hal ini bidang pengawasan. Bidang pengawasan sudah melakukan pemeriksaan dan sudah ada kesimpulan, kesimpulannya adalah terhadap oknum jaksa PSM itu diduga melakukan perbuatan tercela sehingga dijatuhi hukuman tingkat berat di strukturalnya dicopot, katakanlah demikian. Kemudian ada unsur pidanannya, diserahkan ke Jampidsus dan sudah ditetapkan sebagai tersangka," tuturnya.

Lebih lanjut Hari mempersilakan Komjak untuk melakukan pemeriksaan ulang apabila dirasa ada kekurangan dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan internal Kejagung.

INISIATIF
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Kejagung memiliki inisiatif untuk menyerahkan kasus korupsi jaksa Pinangki kepada KPK. Kejagung mengatakan, baik KPK maupun Kejagung sudah memiliki kewenangan tersendiri untuk menyelesaikan kasus yang sedang ditangani sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Penyidikan masing-masing mempunyai kewenangan. Kami para penegak hukum saling men-support itu. Ada namanya korsup, koordinasi dan supervisi. Kami melakukan penyidikan, penuntut umumnya juga di sini, jadi tidak ada yang tadi dikatakan ada inisiatif menyerahkan, tetapi mari kita kembali kepada aturan. Kita sudah melakukan koordinasi dan supervisi," kata Hari Setiyono.

Hari menjelaskan masing-masing pihak sudah memiliki tim penyidik dan penuntut umum untuk menindaklanjuti kasus-kasus korupsi.

Untuk itu, menurut Hari, Kejagung hanya tinggal melaksanakan koordinasi dan supervisi saja. "Perlu diketahui juga kami juga ada penyidik tindak pidana korupsi, penuntut umumnya juga di sini. Teman-teman di KPK demikian juga kan, ada penyidiknya di sana, penuntut umumnya juga di sana. Penuntut umumnya siapa? Dari kami juga. Oleh karena itu, tinggal koordinasi dan supervisi," jelasnya.

Hari berharap agar masyarakat terus mengawal perkara jaksa Pinangki ini. Dia juga berjanji Kejagung akan menginformasikan kasus ini secara transparan. "mengawal penanganan perkara ini. Kami akan transparan memberitahukan kepada publik.

Sebelumnya, Komjak menyarankan agar kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari ditangani oleh KPK. Menanggapi itu, KPK berharap ada inisiatif dari Kejaksaan Agung menyerahkan penanganan kasus jaksa Pinangki ke pihaknya. "Akan tetapi saya tidak berbicara dengan konsep pengambilalihan perkara yang memang juga menjadi kewenangan KPK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019, tetapi lebih berharap pada inisiasi institusi tersebutlah yang mau menyerahkan sendiri penanganan perkaranya kepada KPK," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada wartawan.

TELUSURI
Kejagung tengah menelusuri aliran uang Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk membeli mobil BMW. Kejagung menyebut tidak menutup kemungkinan menjerat jaksa Pinangki dengan pasal tindak pidana pencucian uang.

"Penyidik masih menelusuri, kalau nanti ada bukti permulaan yang cukup, bahwa hasil kejahatannya digunakan untuk melakukan pembelian terhadap barang ataupun apapun, maka akan ada pasal yang terkait dengan itu adalah dugaannya pencucian uang, tetapi penyidik masih bergerak," kata Hari Setiyono.

Hari mengatakan pihaknya akan menelusuri aliran dana jaksa Pinangki yang terkait dengan kasus suap tersebut. Penyidik akan mengumpulkan bukti-bukti apakah ada uang hasil kejahatan yang digunakan untuk membeli sesuatu. "Proses penyidikan kami terbuka. Artinya, kita telusuri juga follow the money-nya dipakai untuk apa. Oleh karena itu, penyidik masih menelusuri jika memang nanti ada bukti permulaan bahwa hasil kejahatannya itu diduga disamarkan untuk membeli sesuatu, tentu ada pasal sangkaan baru," kata Hari.

Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan pemeriksaan terhadap 3 orang saksi dalam kasus suap Djoko Tjandra terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Kejagung saat ini menelusuri aliran uang Jaksa Pinangki untuk membeli mobil BMW.
Pemeriksaan dilakukan untuk mengumpulkan bukti perjalanan Jaksa Pinangki menemui terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

"Pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari serta mengumpulkan bukti tentang perjalanan tersangka menggunakan maskapai garuda keluar negeri dan diduga bertemu dengan Terpidana Djoko S Tjandra," kata Hari Setiyono.

Tiga saksi yang diperiksa adalah Djoko Tjandra, Manager Station Automation System Garuda Indonesia, Muhammad Oki Zuheimi dan Sales PT. Astra International BMW Sales Operation Branch Cilandak, Yenni Praptiwi. Selain itu, Kejagung juga memeriksa Jaksa Pinangki.

Penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menduga Pinangki menerima suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa ke Mahkamah Agung (MA).

"Penyidik mendapatkan fakta untuk mendapatkan fatwa itu sehingga kepada para tersangka disangka melakukan perbuatan yang ada hubungannya dengan pengurusan fatwa. Apa yang diinginkan? Kira-kira bahwa tersangka JST (Joko Soegiarto Tjandra) ini, ini statusnya adalah terpidana. Kira-kira bagaimana caranya mendapatkan fatwa agar tidak dieksekusi oleh eksekutor, yang dalam hal ini jaksa. Jadi konspirasinya atau dugaannya adalah perbuatan agar tidak dieksekusi oleh jaksa meminta fatwa kepada MA. Kira-kira seperti itu," ujar Hari Setiyono. (detikcom/a)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru