Selasa, 29 April 2025

Edhy Prabowo Jadi Menteri Ketiga Era Jokowi yang Tersandung KPK

Redaksi - Kamis, 26 November 2020 08:42 WIB
245 view
Edhy Prabowo Jadi Menteri Ketiga Era Jokowi yang Tersandung KPK
Foto: Ibnu Hariyanto/detikcom
Menteri KKP Edhy Prabowo
Jakarta (SIB)
Lama tak terdengar tentang operasi tangkap tangan (OTT), KPK langsung menggebrak dengan menangkap seorang menteri. Adalah Edhy Prabowo yang menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) dijerat KPK dalam operasi senyap.

Penangkapan Edhy diamini Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. Edhy ditangkap bersama dengan istrinya, Iis Rosita Dewi, sepulangnya dari Amerika Serikat (AS).

"Benar kita telah mengamankan sejumlah orang pada malam dan dini hari tadi," kata Nawawi pada Rabu (25/11).

Dari catatan, Edhy Prabowo merupakan menteri ketiga yang berurusan dengan KPK. Namun 2 menteri sebelumnya sudah terbukti bersalah dan bahkan salah satunya sudah bebas setelah menjalani hukuman pidana. Siapa saja mereka?

Imam Nahrawi
Imam Nahrawi dijerat KPK saat masa akhir jabatannya pada pertengahan September 2019. Dia ditetapkan KPK sebagai tersangka yang kemudian membuatnya mundur dari jabatan sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).

Dia diduga terlibat dalam pusaran kasus suap terkait dana hibah dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk KONI. Proses hukum bergulir untuk Imam hingga divonis pada Senin, 29 Juni 2020.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada Imam setelah dinyatakan bersalah menerima suap dan gratifikasi bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp. 400 juta (subsider 3 bulan kurungan)," kata ketua majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (29/6).

Hakim menyatakan Imam Nahrawi terbukti menerima suap dan gratifikasi. Hakim juga mencabut hak politik Imam selama 4 tahun.

Terdakwa dugaan suap dana hibah KONI, Imam Nahrawi kembali jalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor. Disana Imam terlihat mengenakan masker.

Vonis yang dijatuhkan hakim lebih rendah dibanding tuntutan jaksa. Imam Nahrawi dituntut jaksa KPK dengan hukuman 10 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Imam juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 19,1 miliar dalam waktu satu bulan. Jaksa juga menuntut agar hak politik Imam dicabut selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.

Terakhir Imam mengajukan banding tetapi kandas sehingga tetap dihukum selama 7 tahun penjara. Lalu satu menteri lagi siapa?

Idrus Marham
Setahun sebelumnya atau pada Agustus 2018, seorang menteri pada era pemerintahan Jokowi juga dijerat KPK. Dia adalah Idrus Marham, yang merupakan Menteri Sosial pada waktu itu.

Namun, sebenarnya, ketika ditahan KPK pada Jumat, 31 Agustus 2018 itu, Idrus sudah mundur dari jabatannya. Idrus dijerat KPK karena diduga mengetahui dan memiliki andil dalam penerimaan uang oleh Eni Maulani Saragih dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Menurut KPK, Eni--yang saat ditangkap menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR--menerima uang dari Kotjo.

Mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (23/4/2019). Idrus bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, yang disebut tergabung dalam konsorsium yang bakal menggarap proyek PLTU Riau-1. Eni disebut KPK menerima Rp 4 miliar pada November-Desember 2017 serta Rp 2,25 miliar sekitar Maret dan Juni 2018.

Uang itu merupakan bagian dari USD 1,5 juta yang disebut KPK dijanjikan Kotjo kepada Eni. Janji serupa disebut KPK diterima Idrus. Selain itu, Idrus diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan purchase power agreement (PPA) jual-beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-1.

Atas kasus itu, Idrus juga telah divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan pada pengadilan tingkat pertama. Hukuman itu meningkat di tingkat banding menjadi 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam putusan Pengadilan Tipikor, mantan Sekjen Golkar ini dinyatakan bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1. Idrus dinyatakan bersalah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Belakangan, Idrus berniat kembali mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung (MA).

Dari MA-lah Idrus mendapatkan banyak pengurangan masa hukuman. MA mengabulkan kasasi Idrus dan hukuman berkurang menjadi 2 tahun penjara.

"MA menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan," ucap juru bicara MA saat itu Andi Samsan Nganro mengenai amar putusan kasasi tersebut.

Putusan kasasi itu sekaligus membatalkan putusan di bawahnya, yaitu Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang memberikan vonis kepada Idrus selama 5 tahun penjara. Andi menyebut MA menilai Idrus lebih tepat dinyatakan melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau biasa disebut UU Tipikor.

Setelahnya Idrus dieksekusi ke Lapas Klas I Cipinang, Jakarta. Dia menjalani hukuman dari Desember 2019 dan bebas pada 11 September 2020.

"(Idrus Marham) telah dibebaskan pagi ini, 11 September 2020, dari Lapas Klas I Cipinang," kata Kabag Humas dan Publikasi Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianti kepada wartawan, Jumat (11/9/2020). (detikcom/d)

Sumber
: Harian SIB Edisi Cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru